Kasus Penayangan Konten MNC Group Tanpa Izin, K-Vision Apresiasi Penetapan Rafi Vision sebagai Tersangka
Jum'at, 11 Juni 2021 - 13:48 WIB
JAKARTA - TV satelit prabayar di bawah MNC Vision Networks Group , K-Vision mengapresiasi kinerja kepolisian daerah (Polda) Jawa Timur atas penetapan penanggung jawab PT Krista Rafi Nusantara (Rafi Vision) sebagai tersangka atas kasus dugaan tindak pidana. Adapun kasus ini telah bergulir sejak akhir 2020.
K-Vision sebelumnya telah mengadukan Rafi Vision pada 20 November 2020 yang kemudian dilanjutkan dengan pelaporan pada 31 Maret 2021. Terhadap laporan tersebut, kepolisian telah melakukan proses penyelidikan dan penyidikan sampai akhirnya pada 31 Mei 2021 status terlapor ditingkatkan dari saksi menjadi tersangka.
"Kami berterima kasih dan sangat mengapresiasi tim penyidik direktorat reserse kriminal khusus kepolisian daerah Jawa Timur yang dengan cepat dan profesional menangani dugaan tindak pidana ini," ujar Direktur K-Vision, Yohanes Yudistira di MNC Tower, Jakarta, Jumat (11/6/2021). "Kami percayakan sepenuhnya kepada aparat, kepolisian, kejaksaan hingga pengadilan," imbuhnya.
Lebih lanjut, Yohanes menambahkan bahwa K-Vision akan terus melakukan segala tindakan yang diperlukan untuk melindungi hak-hak yang dimilikinya tanpa terkecuali. "Khususnya sehubungan dengan perlindungan atas konten-konten yang hak penayangannya dipegang oleh K-Vision," tukasnya.
Dia menyebut kasus pembajakan yang dilakukan Rafi Vision merupakan suatu kejahatan yang sangat serius, sebab pembajakan tidak hanya sekadar merugikan bisnis tapi juga akan mematikan kreativitas.
"Dan orang akan jadi apatis untuk berkarya. Bagaimana orang mau berkarya kalau sedikit-sedikit dibajak dan orang Indonesia harus belajar menghargai karya-karya orang lain," tandasnya.
Sebagai informasi, Rafi Vision adalah lembaga penyiaran berlangganan melalui kabel yang beroperasi di Gresik, Banyuwangi, Tuban, Lamongan dan Jember. Rafi Vision diduga telah menayangkan konten-konten MNC Group tanpa izin.
Rafi Vision dilaporkan terkait dugaan pelanggaran atas Pasal 32 ayat (1) juncto Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau dengan denda paling banyak Rp2 miliar.
K-Vision sebelumnya telah mengadukan Rafi Vision pada 20 November 2020 yang kemudian dilanjutkan dengan pelaporan pada 31 Maret 2021. Terhadap laporan tersebut, kepolisian telah melakukan proses penyelidikan dan penyidikan sampai akhirnya pada 31 Mei 2021 status terlapor ditingkatkan dari saksi menjadi tersangka.
"Kami berterima kasih dan sangat mengapresiasi tim penyidik direktorat reserse kriminal khusus kepolisian daerah Jawa Timur yang dengan cepat dan profesional menangani dugaan tindak pidana ini," ujar Direktur K-Vision, Yohanes Yudistira di MNC Tower, Jakarta, Jumat (11/6/2021). "Kami percayakan sepenuhnya kepada aparat, kepolisian, kejaksaan hingga pengadilan," imbuhnya.
Baca Juga
Lebih lanjut, Yohanes menambahkan bahwa K-Vision akan terus melakukan segala tindakan yang diperlukan untuk melindungi hak-hak yang dimilikinya tanpa terkecuali. "Khususnya sehubungan dengan perlindungan atas konten-konten yang hak penayangannya dipegang oleh K-Vision," tukasnya.
Dia menyebut kasus pembajakan yang dilakukan Rafi Vision merupakan suatu kejahatan yang sangat serius, sebab pembajakan tidak hanya sekadar merugikan bisnis tapi juga akan mematikan kreativitas.
"Dan orang akan jadi apatis untuk berkarya. Bagaimana orang mau berkarya kalau sedikit-sedikit dibajak dan orang Indonesia harus belajar menghargai karya-karya orang lain," tandasnya.
Sebagai informasi, Rafi Vision adalah lembaga penyiaran berlangganan melalui kabel yang beroperasi di Gresik, Banyuwangi, Tuban, Lamongan dan Jember. Rafi Vision diduga telah menayangkan konten-konten MNC Group tanpa izin.
Rafi Vision dilaporkan terkait dugaan pelanggaran atas Pasal 32 ayat (1) juncto Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau dengan denda paling banyak Rp2 miliar.
(ind)
tulis komentar anda