Indef Ungkap Isu Besar di Balik Kinerja Penerimaan Pajak
Senin, 28 Juni 2021 - 21:43 WIB
JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai penerimaan pajak sudah lama loyo jauh sebelum pandemi. Pertumbuhan penerimaan pajak selama 2014-2020 rata-rata tumbuh 2,9% per tahun. Bahkan, pertumbuhan perpajakan tahun 2019 sebelum pandemi hanya sebesar 1,8%.
"Kondisi APBN kita tidak baik sebelum pandemi. Jadi jangan menjadikan pandemi ini kambing hitam terhadap ambruknya atau menurunnya kinerja APBN," ujar Kepala Food Center Sustainable Food Development Indef Abra Talattov dalam diskusi secara virtual, Senin (28/6/2021).
Baca juga:Rangkap Jabatan Jadi Komisaris BRI, Rektor UI Disebut Langgar Statuta
Dia menilai buruknya kinerja perpajakan juga tecermin dari rasio perpajakan dan tax buoyancy (indikator pengukur respons penerimaan pajak) yang rendah. Rasio perpajakan terus turun dalam lima tahun terakhir. Pada tahun 2019, tax rasio sudah rendah 9,7%, berlanjut pada tahun 2020 sebesar 8,3%. Sementara tax buoyancy masih di bawah 1 menandakan perekonomi belum efektif menghasilkan pajak.
"Ini yang menjadi catatan kita semua bahwa ada satu isu besar yang terkesan disembunyikan pemerintah, yaitu terkait bunga utang yang semakin berat," tuturnya.
Baca juga:Covid-19 Terus Melonjak, Kenali Ciri Orang Tanpa Gejala dan Gejala Ringan
Abra melanjutkan, proporsi belanja bunga utang terhadap penerimaan perpajakan yang pada tahun 2014 hanya 11,1% terus membengkak menjadi 17,14% pada 2020. Ongkos bunga utang yang semakin menggerus APBN akan berdampak pada alokasi belanja yang urgen untuk hajat hidup rakyat, seperti belanja modal, belanja subsidi, dan belanja bantuan sosial.
"Pada akhirnya, ketiga belanja tersebut porsinya terhadap penerimaan pajak jauh lebih kecil dibandingkan porsi belanja bunga utang," jelasnya.
"Kondisi APBN kita tidak baik sebelum pandemi. Jadi jangan menjadikan pandemi ini kambing hitam terhadap ambruknya atau menurunnya kinerja APBN," ujar Kepala Food Center Sustainable Food Development Indef Abra Talattov dalam diskusi secara virtual, Senin (28/6/2021).
Baca juga:Rangkap Jabatan Jadi Komisaris BRI, Rektor UI Disebut Langgar Statuta
Dia menilai buruknya kinerja perpajakan juga tecermin dari rasio perpajakan dan tax buoyancy (indikator pengukur respons penerimaan pajak) yang rendah. Rasio perpajakan terus turun dalam lima tahun terakhir. Pada tahun 2019, tax rasio sudah rendah 9,7%, berlanjut pada tahun 2020 sebesar 8,3%. Sementara tax buoyancy masih di bawah 1 menandakan perekonomi belum efektif menghasilkan pajak.
"Ini yang menjadi catatan kita semua bahwa ada satu isu besar yang terkesan disembunyikan pemerintah, yaitu terkait bunga utang yang semakin berat," tuturnya.
Baca juga:Covid-19 Terus Melonjak, Kenali Ciri Orang Tanpa Gejala dan Gejala Ringan
Abra melanjutkan, proporsi belanja bunga utang terhadap penerimaan perpajakan yang pada tahun 2014 hanya 11,1% terus membengkak menjadi 17,14% pada 2020. Ongkos bunga utang yang semakin menggerus APBN akan berdampak pada alokasi belanja yang urgen untuk hajat hidup rakyat, seperti belanja modal, belanja subsidi, dan belanja bantuan sosial.
"Pada akhirnya, ketiga belanja tersebut porsinya terhadap penerimaan pajak jauh lebih kecil dibandingkan porsi belanja bunga utang," jelasnya.
(uka)
tulis komentar anda