Ini Aturan Tarif Pajak Produk dan Jasa Digital
Senin, 01 Juni 2020 - 17:57 WIB
JAKARTA - Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo mengatakan pemerintah telah menetapkan aturan penarikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10% kepada jenis barang dan jasa digital mulai 1 Juli mendatang. Dalam aturan ini, pemerintah menetapkan perusahaan berbasis digital asal luar negeri menjadi pemungut, penyetor, dan pelapor PPN atas barang dan jasa yang dijualnya.
Adanya aturan ini, tentu akan berdampak pada harga. Namun, kata Suryo Utomo, dampak kenaikan harga tergantung dari kebijakan pelaku usaha.
"Kalau masalah PPN akan berdampak ke harga, bahasanya kalau Undang-Undang PPN pasti (berdampak)," kata Suryo dalam kanal YouTube Frans Membahas yang disiarkan, Senin (1/6/2020).
Suryo menjelaskan bahwa pemungutan PPN sebesar 10% didasarkan pada harga jual produk. Jika harga jual--yang akan dihitung dalam penghasilan wajib pajak--saat ini ingin dipertahankan, pengenaan PPN 10% secara otomatis akan meningkatkan harga yang diharus dibayar oleh konsumen.
Namun, kata Suryo, produsen bisa saja menanggung PPN barang dan jasa yang diperdagangkan. "Namun, konsekuensinya adalah penghasilan perusahaan produsen menjadi berkurang. Itu strategi perusahaan masing-masing. Bagaimana mereka berkompetisi menentukan harga pasarnya," lanjut dia.
Suryo mengungkapkan pengenaan PPN produk digital dari luar negeri dalam transaksi perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) ditujukan untuk memberi kesetaraan perlakuan (level playing field) kepada seluruh pelaku usaha.
Pasalnya, pemanfaatan barang atau jasa dari dalam negeri saat ini telah dikenai PPN lantaran pelaku usahanya telah ditetapkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP).
"Mekanisme pengenaan PPN atas pemanfaatan produk digital dari luar negeri akan dilakukan oleh perusahaan yang ditunjuk sebagai pemungut PPN. Hasil pungutan PPN itulah yang nantinya akan disetorkan kepada pemerintah Indonesia," katanya.
Dia menambahkan proses penetapan kriteria dan daftar pelaku usaha yang ditunjuk sebagai pemungut maka pemungutan PPN paling cepat akan dimulai pada Agustus 2020. Hal ini memberi waktu bagi pelaku usaha dan DJP untuk bersiap.
Adanya aturan ini, tentu akan berdampak pada harga. Namun, kata Suryo Utomo, dampak kenaikan harga tergantung dari kebijakan pelaku usaha.
"Kalau masalah PPN akan berdampak ke harga, bahasanya kalau Undang-Undang PPN pasti (berdampak)," kata Suryo dalam kanal YouTube Frans Membahas yang disiarkan, Senin (1/6/2020).
Suryo menjelaskan bahwa pemungutan PPN sebesar 10% didasarkan pada harga jual produk. Jika harga jual--yang akan dihitung dalam penghasilan wajib pajak--saat ini ingin dipertahankan, pengenaan PPN 10% secara otomatis akan meningkatkan harga yang diharus dibayar oleh konsumen.
Namun, kata Suryo, produsen bisa saja menanggung PPN barang dan jasa yang diperdagangkan. "Namun, konsekuensinya adalah penghasilan perusahaan produsen menjadi berkurang. Itu strategi perusahaan masing-masing. Bagaimana mereka berkompetisi menentukan harga pasarnya," lanjut dia.
Suryo mengungkapkan pengenaan PPN produk digital dari luar negeri dalam transaksi perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) ditujukan untuk memberi kesetaraan perlakuan (level playing field) kepada seluruh pelaku usaha.
Pasalnya, pemanfaatan barang atau jasa dari dalam negeri saat ini telah dikenai PPN lantaran pelaku usahanya telah ditetapkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP).
"Mekanisme pengenaan PPN atas pemanfaatan produk digital dari luar negeri akan dilakukan oleh perusahaan yang ditunjuk sebagai pemungut PPN. Hasil pungutan PPN itulah yang nantinya akan disetorkan kepada pemerintah Indonesia," katanya.
Dia menambahkan proses penetapan kriteria dan daftar pelaku usaha yang ditunjuk sebagai pemungut maka pemungutan PPN paling cepat akan dimulai pada Agustus 2020. Hal ini memberi waktu bagi pelaku usaha dan DJP untuk bersiap.
(bon)
Lihat Juga :
tulis komentar anda