RI Masih Tergantung Batu Bara, Transisi Energi ke EBT Perlu Hati-hati
Selasa, 26 Oktober 2021 - 14:29 WIB
JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan transisi energi perlu dilakukan secara hati-hati karena kawasan ASEAN termasuk Indonesia masih tergantung energi batu bara. Program netralitas karbon harus disesuaikan sesuai kebutuhan.
"Kawasan ASEAN dalam beberapa hal masih bergantung pada batu bara sebagai sumber energi yang menyumbang 31,4% dari kapasitas daya terpasang pada 2020. Situasi ini harus dipertimbangkan dengan hati-hati ketika menetapkan jalan kita menuju netralitas karbon," kata dia pada acara Asia Clean Energy Summit (ACES) 2021 dikutip melalui keterangan tertulis, Selasa (26/10/2021).
Dia mengatakan proses transisi energi menuju energi bersih harus direncanakan berdasarkan kebutuhan negara masing-masing. Untuk itu, setiap negara harus mempertimbangkan kemampuan berdasarkan potensi energi, kematangan teknologi, kelayakan ekonomi, peluang investasi, dan penciptaan lapangan kerja seperti green jobs.
"Kita memiliki kepentingan dan tujuan bersama untuk memerangi perubahan iklim, kita perlu membuat perubahan penting terkait kebijakan keamanan ekonomi dan energi di kawasan seperti ASEAN," ujarnya.
Arifin mengungkapkan, pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) sebagai jalan keluar mengimplementasikan transisi energi harus tetap mempertimbangkan kondisi perkonomian domestik, daya saing pasar, hingga kemampuan industri.
"Kita harus memaksimalkan potensi lokal kita sendiri untuk memastikan pengembangan EBT selaras dengan kondisi ekonomi dan tantangan masa depan," jelasnya.
Dia memaparkan, sebagai kawasan dengan pertumbuhan ekomoni tercepat, permintaan listrik di ASEAN naik 6% setiap tahun dalam 20 tahun terakhir berdaarkan laporan Electricity Market dari International Energy Agency (IEA) pada bulan Desember 2020. Kebutuhan energi (ASEAN) akan meningkat selaras dengan pertumbuhan ekonomi sebagai akibat dari membaiknya efek pandemi.
ASEAN sendiri memiliki target regional mencapai 23% bauran EBT dalam Total Primary Energy Supply (TPES) di tahun 2025 dimana sejak tahun 2019 kapasitas pembangkit listrik terpasang yang baru sebagian besar berasal dari air dan Solar PV. Kendati begitu, Arifin menyebut pemanfaatan energi fosil masih menjadi penopang sumber energi.
"Kawasan ASEAN dalam beberapa hal masih bergantung pada batu bara sebagai sumber energi yang menyumbang 31,4% dari kapasitas daya terpasang pada 2020. Situasi ini harus dipertimbangkan dengan hati-hati ketika menetapkan jalan kita menuju netralitas karbon," kata dia pada acara Asia Clean Energy Summit (ACES) 2021 dikutip melalui keterangan tertulis, Selasa (26/10/2021).
Dia mengatakan proses transisi energi menuju energi bersih harus direncanakan berdasarkan kebutuhan negara masing-masing. Untuk itu, setiap negara harus mempertimbangkan kemampuan berdasarkan potensi energi, kematangan teknologi, kelayakan ekonomi, peluang investasi, dan penciptaan lapangan kerja seperti green jobs.
"Kita memiliki kepentingan dan tujuan bersama untuk memerangi perubahan iklim, kita perlu membuat perubahan penting terkait kebijakan keamanan ekonomi dan energi di kawasan seperti ASEAN," ujarnya.
Arifin mengungkapkan, pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) sebagai jalan keluar mengimplementasikan transisi energi harus tetap mempertimbangkan kondisi perkonomian domestik, daya saing pasar, hingga kemampuan industri.
"Kita harus memaksimalkan potensi lokal kita sendiri untuk memastikan pengembangan EBT selaras dengan kondisi ekonomi dan tantangan masa depan," jelasnya.
Dia memaparkan, sebagai kawasan dengan pertumbuhan ekomoni tercepat, permintaan listrik di ASEAN naik 6% setiap tahun dalam 20 tahun terakhir berdaarkan laporan Electricity Market dari International Energy Agency (IEA) pada bulan Desember 2020. Kebutuhan energi (ASEAN) akan meningkat selaras dengan pertumbuhan ekonomi sebagai akibat dari membaiknya efek pandemi.
ASEAN sendiri memiliki target regional mencapai 23% bauran EBT dalam Total Primary Energy Supply (TPES) di tahun 2025 dimana sejak tahun 2019 kapasitas pembangkit listrik terpasang yang baru sebagian besar berasal dari air dan Solar PV. Kendati begitu, Arifin menyebut pemanfaatan energi fosil masih menjadi penopang sumber energi.
Lihat Juga :
tulis komentar anda