Perangi Mafia Tanah, Menteri Sofyan Djalil Ungkap Modus-modusnya
Selasa, 14 Desember 2021 - 11:13 WIB
JAKARTA - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional ( ATR/BPN ) menabuh genderang perang terhadap mafia tanah . Mulai dari pembentukan Satgas Anti Mafia Tanah hingga bekerja sama lintas penegakan hukum.
“Mafia tanah itu penjahat yang gunakan tanah sebagai objek kejahatan,” kata Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil dalam keterangan tertulisnya, Senin (13/12/2021).
Sofyan A. Djalil mengungkapkan mulai dari oknum BPN, oknum kepala desa, oknum notaris/pejabat pembuat akta tanah (PPAT), oknum aparat penegak hukum, serta oknum pengadilan ada yang terlibat dalam praktik tersebut.
“Modusnya macam-macam, ada yang buat girik palsu. Kita tahu, tanah adat itu bukti kepemilikannya adalah girik. Girik ini bukti pembayaran pajak tanah dulu, tapi tahun 90-an, girik sempat tidak dipakai lagi sehingga ini tidak terkelola,” sambung Sofyan.
Menurutnya girik yang tidak terkelola ini kemudian dimanfaatkan oleh mafia tanah. Mereka mencari form-form girik yang sudah tidak terkelola yang ada di kantor pajak. Beberapa hasil temuan kepolisian, form-nya itu asli, tetapi keterangannya palsu.
Setelah itu, girik palsu ini digunakan untuk menggugat tanah seseorang. Ketika mafia tanah menggugat seseorang, mereka menang karena punya dana serta jaringan.
“Kita perangi mafia tanah merupakan upaya sistematis karena tujuan akhir kita ingin memberikan kepastian hukum hak atas tanah. Kalau Anda punya tanah, Anda bisa tidur nyenyak. Kalau Anda beli tanah, Anda bisa tidur nyenyak. Investor yang berinvestasi di Indonesia, tidak perlu khawatir aset tanahnya digugat orang. Jadi, tujuan akhirnya memberikan kepastian hukum atas bidang tanah,” lanjutnya.
Lebih lanjut Sofyan menjelaskan, apabila ingin menciptakan kepastian hukum hak atas tanah, semua bidang tanah harus terdaftar. Sofyan menuturkan saat pertama kali menjadi Menteri ATR/Kepala BPN, jumlah tanah yang terdaftar baru sekitar 46 juta bidang tanah, sementara jumlah bidang tanah di seluruh wilayah Indonesia 126 juta bidang.
Sehingga ada 80 juta bidang tanah yang belum terdaftar. Lalu, diklasifikasikan kembali oleh Kementerian ATR/BPN bahwa yang terdaftar itu kebanyakan tanah yang berada di kota-kota besar.
“Mafia tanah itu penjahat yang gunakan tanah sebagai objek kejahatan,” kata Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil dalam keterangan tertulisnya, Senin (13/12/2021).
Sofyan A. Djalil mengungkapkan mulai dari oknum BPN, oknum kepala desa, oknum notaris/pejabat pembuat akta tanah (PPAT), oknum aparat penegak hukum, serta oknum pengadilan ada yang terlibat dalam praktik tersebut.
“Modusnya macam-macam, ada yang buat girik palsu. Kita tahu, tanah adat itu bukti kepemilikannya adalah girik. Girik ini bukti pembayaran pajak tanah dulu, tapi tahun 90-an, girik sempat tidak dipakai lagi sehingga ini tidak terkelola,” sambung Sofyan.
Menurutnya girik yang tidak terkelola ini kemudian dimanfaatkan oleh mafia tanah. Mereka mencari form-form girik yang sudah tidak terkelola yang ada di kantor pajak. Beberapa hasil temuan kepolisian, form-nya itu asli, tetapi keterangannya palsu.
Setelah itu, girik palsu ini digunakan untuk menggugat tanah seseorang. Ketika mafia tanah menggugat seseorang, mereka menang karena punya dana serta jaringan.
“Kita perangi mafia tanah merupakan upaya sistematis karena tujuan akhir kita ingin memberikan kepastian hukum hak atas tanah. Kalau Anda punya tanah, Anda bisa tidur nyenyak. Kalau Anda beli tanah, Anda bisa tidur nyenyak. Investor yang berinvestasi di Indonesia, tidak perlu khawatir aset tanahnya digugat orang. Jadi, tujuan akhirnya memberikan kepastian hukum atas bidang tanah,” lanjutnya.
Lebih lanjut Sofyan menjelaskan, apabila ingin menciptakan kepastian hukum hak atas tanah, semua bidang tanah harus terdaftar. Sofyan menuturkan saat pertama kali menjadi Menteri ATR/Kepala BPN, jumlah tanah yang terdaftar baru sekitar 46 juta bidang tanah, sementara jumlah bidang tanah di seluruh wilayah Indonesia 126 juta bidang.
Sehingga ada 80 juta bidang tanah yang belum terdaftar. Lalu, diklasifikasikan kembali oleh Kementerian ATR/BPN bahwa yang terdaftar itu kebanyakan tanah yang berada di kota-kota besar.
(uka)
tulis komentar anda