Pengguna KRL Commuter Line Selama Ini Disubsidi Negara Rp11.981, Sudah Saatnya Tarif Naik
Rabu, 12 Januari 2022 - 22:40 WIB
JAKARTA - PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) memaparkan, pada tahun 2021 tercatat pemerintah telah menggelontorkan subsidi tiket pengguna Kereta Rel Listrik atau KRL Jabodetabek sebesar Rp1,99 triliun. Jumlah tersebut naik Rp400 miliar lebih jika dibandingkan tahun 2020.
Direktur Operasi dan Pemasaran PT Kereta Commuter Indonesia (KCI), Wawan Arianto mengatakan, setidaknya pemerintah harus menanggung Rp11.981 untuk satu kali perjalanan yang dilakukan oleh satu orang. Sebab PT KCI menetapkan biaya operasional sebesar Rp14.981 sedangkan tarif yang dibebankan oleh pengguna hanya Rp3.000.
Melihat gap yang besar antara biaya operasional dan tarif yang dibebankan oleh pengguna moda transportasi tersebut, maka ada usulan tarif KRL naik dari Rp3.000 menjadi Rp5.000 pada bulan April 2022. Kenaikan ini dimaksudkan untuk mengurangi subsidi yang diberikan selama ini.
Rencana kenaikan tarif KRL Commuter menilik dari hasil survei ATP atau kemampuan masyarakat membayar dan WTP atau keinginan masyarakat membayar moda transportasi KRL. Menanggapi hal itu, Wawan mengatakan kenaikan tarif dengan menghitung ATP dan WTP dianggap sebagi formula yang kurang pas. Sebab menurutnya hal yang paling pas adalah ketika pemberian subsidi yang tepat sasaran.
"Memang yang pas sebetulnya adalah subsidi yang tepat sebenarnya, karena kalau bicara ATP/WTP ini berdasarkan hanya sampel itu hanya belum tentu. Wong di parkiran stasiun tertentu banyak yang bermobil, tentunya kalau mengambil Dar ATP/WTP itu kurang pas," ujarnya dalam diskusi Media secara virtual, Rabu (12/1/2022).
Untuk mewujudkan pemberian subsidi yang tepat kepada masyarakat, Wawan mengatakan saat ini pihak tengah merancang inovasi yang diberikan nama ABT atau Account Bus Ticketing. ABT merupakan sebuah tiket yang nantinya hampir sama dengan KMT (Kartu Multi Trip), bedanya ABT akan terintegrasi dengan data kependudukan.
Sehingga tiket tersebut akan mengetahui penggunanya memiliki penghasilan berapa, dan apakah pantas mendapat tiket subsidi atau tidak. "Nanti akun tersebut akan berbasis NIK, pendapatannya berapa ketahuan. Dengan ABT ini, nanti begitu masuk kami akan tahu, owh ini harus kena PSO (subsidi) berapa, yang ini tidak, dengan itu semua sebetulnya beres, tapi ini solusi masa depan," sambungnya.
Dengan hal tersebut menurut Wawan pemerintah akan lebih tepat sasaran dalam memberikan subsidi kepada masyarakat. Hingga saat ini ABT masih terus dikembangkan sebelum dikenalkan kepada masyarakat.
"Tapi ini solusi masa depan, kami memiliki prinsip, kalau memang itu disetujui kamipun akan siap, karena kami juga sedang develop untuk membangun sistem ABT, saya yakin dengan hal ini pemerintah dapat memberikan PSO atau subsidi yang tepat sasaran," pungkasnya.
Direktur Operasi dan Pemasaran PT Kereta Commuter Indonesia (KCI), Wawan Arianto mengatakan, setidaknya pemerintah harus menanggung Rp11.981 untuk satu kali perjalanan yang dilakukan oleh satu orang. Sebab PT KCI menetapkan biaya operasional sebesar Rp14.981 sedangkan tarif yang dibebankan oleh pengguna hanya Rp3.000.
Melihat gap yang besar antara biaya operasional dan tarif yang dibebankan oleh pengguna moda transportasi tersebut, maka ada usulan tarif KRL naik dari Rp3.000 menjadi Rp5.000 pada bulan April 2022. Kenaikan ini dimaksudkan untuk mengurangi subsidi yang diberikan selama ini.
Rencana kenaikan tarif KRL Commuter menilik dari hasil survei ATP atau kemampuan masyarakat membayar dan WTP atau keinginan masyarakat membayar moda transportasi KRL. Menanggapi hal itu, Wawan mengatakan kenaikan tarif dengan menghitung ATP dan WTP dianggap sebagi formula yang kurang pas. Sebab menurutnya hal yang paling pas adalah ketika pemberian subsidi yang tepat sasaran.
"Memang yang pas sebetulnya adalah subsidi yang tepat sebenarnya, karena kalau bicara ATP/WTP ini berdasarkan hanya sampel itu hanya belum tentu. Wong di parkiran stasiun tertentu banyak yang bermobil, tentunya kalau mengambil Dar ATP/WTP itu kurang pas," ujarnya dalam diskusi Media secara virtual, Rabu (12/1/2022).
Untuk mewujudkan pemberian subsidi yang tepat kepada masyarakat, Wawan mengatakan saat ini pihak tengah merancang inovasi yang diberikan nama ABT atau Account Bus Ticketing. ABT merupakan sebuah tiket yang nantinya hampir sama dengan KMT (Kartu Multi Trip), bedanya ABT akan terintegrasi dengan data kependudukan.
Sehingga tiket tersebut akan mengetahui penggunanya memiliki penghasilan berapa, dan apakah pantas mendapat tiket subsidi atau tidak. "Nanti akun tersebut akan berbasis NIK, pendapatannya berapa ketahuan. Dengan ABT ini, nanti begitu masuk kami akan tahu, owh ini harus kena PSO (subsidi) berapa, yang ini tidak, dengan itu semua sebetulnya beres, tapi ini solusi masa depan," sambungnya.
Dengan hal tersebut menurut Wawan pemerintah akan lebih tepat sasaran dalam memberikan subsidi kepada masyarakat. Hingga saat ini ABT masih terus dikembangkan sebelum dikenalkan kepada masyarakat.
"Tapi ini solusi masa depan, kami memiliki prinsip, kalau memang itu disetujui kamipun akan siap, karena kami juga sedang develop untuk membangun sistem ABT, saya yakin dengan hal ini pemerintah dapat memberikan PSO atau subsidi yang tepat sasaran," pungkasnya.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda