Misbakhun Minta DJKN Cermati Patgulipat Pengalihan Aset dari BLBI

Rabu, 26 Januari 2022 - 20:35 WIB
Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mengendus modus pengalihan aset sitaan BLBI ke pemilik lama. Foto/SINDOnews
JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun meminta Direktorat Jenderal Kekayaan Negara ( DJKN ) Kementerian Keuangan mencermati praktik patgulipat obligor maupun debitur bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dalam menguasai aset yang sebenarnya telah disita pemerintah. Menurutnya, biasanya obligor maupun debitur BLBI menggunakan pihak lain sebagai kendaraan (vehicle) untuk kembali menguasai aset yang pernah dirampas negara.



Misbakhun menyampaikan hal itu pada rapat dengar pendapat (RDP) Komisi XI DPR dengan Dirjen Kekayaan Negara Kemenkeu Rionald Silaban di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/01/2022). Legislator Golkar itu menjelaskan ada skema Master Settlement and Acquitition Agreement (MSAA) dan Master Refinancing and Note Issuance Agreement (MRNIA) untuk mengembalikan aset negara dalam rangka penyelesaian perkara BLBI.



Untuk itu, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) telah menyita berbagai aset dari obligor dan debitur BLBI. Setelah BPPN dibubarkan, berbagai sitaannya diserahkan ke Perusahaan Pengelola Aset (PPA).

“Sudah jelas ketentuannya bahwa tidak boleh pemilik lama itu menjadi pemilik kembali dari aset, tetapi proses vehicling terjadi,” ujar Misbakhun.

Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu mencontohkan sebuah pabrik tekstil di Solo, Jawa Tengah, yang sebelumnya disita untuk pemulihan aset negara. Ternyata, pemilik lama bisa memiliki pabrik itu lagi.

“Bagaimana mungkin setelah dibeli oleh seorang notaris, kembali kepada pemilik lamanya. Kalau pemerintah mau menuntut, itu bisa,” ujar Misbakhun.

Wakil rakyat asal Daerah Pemilihan Jawa Timur II itu menegaskan negara mengeluarkan banyak uang untuk BLBI. Sebab, dana BLBI yang dikucurkan mencapai Rp600 triliun.

“Menurut saya, perhatian yang lebih serius harus ditujukan ke soal itu,” tegasnya.



Misbakhun menambahkan pemerintah dan BI masih menanggung beban pengucuran BLBI tersebut. Selain itu, pemerintah juga belum melunasi obligasi rekap ke BI yang bunganya 0,01%.

“BI tidak bisa melakukan upaya-upaya lain selain menjadikan itu lindung nilai. Ini masalah yang sangat serius berkaitan beban utang kita,” katanya.
(uka)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More