Kisah Pengusaha AS di Bali, Bahagia Hidup Mewah dengan Rp31 Juta
Kamis, 17 Februari 2022 - 11:54 WIB
Begitu dia mulai mengunjungi ruang kerja bersama di Bali dan menghadiri acara networking secara langsung, menurutnya menjadi lebih mudah untuk membangun persahabatan dekat dengan ekspatriat dan penduduk lokal lainnya.
Dia tahu bahasa Indonesia percakapan, tetapi mengatakan banyak orang yang tinggal di Bali juga berbicara bahasa Inggris. "Saya benar-benar dicintai dan disambut oleh orang Bali," katanya.
"Semua orang selalu tersenyum, ada nada yang benar-benar tulus dan berpusat pada hati di sini yang tidak bisa Anda dapatkan di tempat lain," tambahnya.
Gbenro mengatakan, dia tidak mengalami ketidaknyamanan dan diskriminasi yang sama seperti yang dia hadapi di Amerika Serikat. “
Bali tidak memiliki sejarah yang sama dengan Amerika dengan rasisme dan diskriminasi. Menurut saya, mereka lebih menerima orang asing dan orang-orang dari latar belakang yang berbeda. "Orang hanya melihat saya sebagai sesama manusia, bukan orang kulit hitam," ucap dia.
Dia juga menganut beberapa tradisi lokal dalam rutinitas sehari-harinya. Di mana, setiap pagi dia bangun pukul 8 dan bermeditasi sebelum menyeduh secangkir teh dan memeriksa emailnya. Meditasi telah lama menjadi bagian dari agama Hindu, yang merupakan agama populer di Bali. "Ini keputusan terbaik yang pernah saya buat," kata Gbenro tentang pindah ke Bali.
Dia berencana untuk menghabiskan sisa hidupnya di Bali dan memiliki rumah di San Diego, Turki dan Karibia yang bisa dia kunjungi beberapa kali dalam setahun. "Sesuatu tentang Bali membuat saya di sini. Akhirnya terasa seperti di rumah," katanya.
(nng)
tulis komentar anda