Punya Utang Jumbo, Garuda Tetap Pede Rancang Rencana Bisnis hingga 2030
Kamis, 16 Juni 2022 - 21:38 WIB
JAKARTA - Meski tengah berjibaku dengan restrukturisasi utang sebesar Rp142 triliun, PT Garuda Indonesia Tbk sudah memiliki rencana bisnis hingga 2030 mendatang. Rencana ini pun tertuang dalam proposal perdamaian yang telah dipaparkan kepada kreditur.
Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra menyebut rencana bisnis emiten bersandi saham GIAA ini telah disampaikan kepada kreditur saat negosiasi berlangsung. Tujuannya memberikan keyakinan kepada pemegang piutang bahwa bisnis penerbangan plat merah cukup menjanjikan ke depannya.
"Waktu negosiasi kreditur sampaikan (rencana bisnis) sampai 2030," ungkap Irfan kepada wartawan di ruang kerjanya di Jakarta Pusat, Kamis (16/6/2022).
Irfan mengklaim kreditur memandang rencana bisnis Garuda Indonesia hingga 2030 cukup realistis. Pasalnya, rencana ini didasarkan pada asumsi pemulihan (recovery) industri penerbangan dalam negeri.
Keputusan Kementerian BUMN selaku pemegang saham yang memokuskan bisnis Garuda di pasar domestik pun menjadi pondasi kuat bagi rencana bisnis maskapai penerbangan nasional ini ke depan.
"Business plan kita dianggap realistis karena membandingkan dan memasukkan asumsi recovery industri ini. yang ingin saya sampaikan kami percaya industri akan membaik, kami percaya banyak fokus ke domestik," tuturnya.
Manajemen pun berencana menambah jumlah armada pesawatnya. Penambahan ini setelah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) emiten di Pengadilan rampung.
Selain optimisme atas hasil PKPU, langkah penambahan pesawat dilakukan mengingat jumlah pesawat perusahaan yang berkurang signifikan selama pandemi Covid-19.
Pada November 2021, Kementerian BUMN mencatat jumlah pesawat yang dioperasikan Garuda Indonesia hanya sekitar 50-60 saja. Sementara armada yang di parkiran ada 125 pesawat, terdiri 119 pesawat sewa dan 6 pesawat milik sendiri.
Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra menyebut rencana bisnis emiten bersandi saham GIAA ini telah disampaikan kepada kreditur saat negosiasi berlangsung. Tujuannya memberikan keyakinan kepada pemegang piutang bahwa bisnis penerbangan plat merah cukup menjanjikan ke depannya.
"Waktu negosiasi kreditur sampaikan (rencana bisnis) sampai 2030," ungkap Irfan kepada wartawan di ruang kerjanya di Jakarta Pusat, Kamis (16/6/2022).
Irfan mengklaim kreditur memandang rencana bisnis Garuda Indonesia hingga 2030 cukup realistis. Pasalnya, rencana ini didasarkan pada asumsi pemulihan (recovery) industri penerbangan dalam negeri.
Keputusan Kementerian BUMN selaku pemegang saham yang memokuskan bisnis Garuda di pasar domestik pun menjadi pondasi kuat bagi rencana bisnis maskapai penerbangan nasional ini ke depan.
"Business plan kita dianggap realistis karena membandingkan dan memasukkan asumsi recovery industri ini. yang ingin saya sampaikan kami percaya industri akan membaik, kami percaya banyak fokus ke domestik," tuturnya.
Manajemen pun berencana menambah jumlah armada pesawatnya. Penambahan ini setelah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) emiten di Pengadilan rampung.
Selain optimisme atas hasil PKPU, langkah penambahan pesawat dilakukan mengingat jumlah pesawat perusahaan yang berkurang signifikan selama pandemi Covid-19.
Pada November 2021, Kementerian BUMN mencatat jumlah pesawat yang dioperasikan Garuda Indonesia hanya sekitar 50-60 saja. Sementara armada yang di parkiran ada 125 pesawat, terdiri 119 pesawat sewa dan 6 pesawat milik sendiri.
(ind)
tulis komentar anda