Keluhan Bos Hutama Karya Tekor Talangi Proyek Jalan Tol
Rabu, 01 Juli 2020 - 19:17 WIB
JAKARTA - PT Hutama Karya (Persero) mengeluhkan masih menanggung selisih beban bunga dari pinjaman yang digunakan untuk pembebasan lahan. Direktur Utama PT Hutama Karya Budi Harto juga menyampaikan agar PPN dibebaskan dan tidak lagi menjadi wajib pungut. Lalu, dia juga menyebut agar retensi sebaiknya dapat diganti menjadi jaminan bank atau jaminan asuransi.
Sambung Karya Budi Harto menjelaskan tagihan kepada pemerintah itu berasal dari pembebasan lahan senilai Rp8,01 triliun sejak 2016 hingga pertengahan Juni 2020. Dari jumlah itu pemerintah telah membayarkan Rp6,13 triliun sehingga, outstanding total utang pemerintah kepada Hutama Karya kini tercatat senilai Rp1,88 triliun.
“Ini adalah pengeluaran dana talangan sejak 2016-2020, jadi sudah ulang tahun ke-lima,” katanya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, di Jakarta, Rabu (1/7/2020).
( )
Budi juga berharap, pajak PPh final jasa konstruksi dapat disesuaikan dengan PPh final di bidang non jasa konstruksi, di mana pada tahun 2008 PPh final di bidang non jasa konstruksi mencapai 30%, saat ini sudah turun menjadi 22%.
"Kami 3% . Mereka sudah turun dari 30,28,25, sekarang 22 pak, kami mestinya idealnya 2,2 atau 2%, sekarang finalnya masih 3%, 3% yang kami bayarkan itu kami bayarkan kami bayarkan cash pada saat terima bayaran berarti langsung potong. Jadi kami betul-betul bagian masyarakat yang perlu dikasihani," jelasnya.
Selain itu Ia mengungkapkan ada keluhan yang disampaikan oleh vendor proyek di bawah perusahaan terkait batasan uang muka. Pasalnya, uang muka proyek yang diatur pemerintah melalui peraturan presiden (Perpres) ini mengalami penurunan dari semula 20% menjadi maksimal 15%.
Direktur Utama PT Hutama Karya Budi Harto mengatakan, masalah lainnya adalah mengenai penandatangan kontrak yang dilakukan Hutama Karya biasa dilakukan di akhir tahun, dimana anggaran sudah tidak ada sehingga tidak dapat uang muka atau dapat uang muka sebagian. "Padahal, sebenarnya untuk kami mengeksekusi sebuah proyek kami perlu modal kerja sekitar 20-25 persen," ujarnya.
Sambung Karya Budi Harto menjelaskan tagihan kepada pemerintah itu berasal dari pembebasan lahan senilai Rp8,01 triliun sejak 2016 hingga pertengahan Juni 2020. Dari jumlah itu pemerintah telah membayarkan Rp6,13 triliun sehingga, outstanding total utang pemerintah kepada Hutama Karya kini tercatat senilai Rp1,88 triliun.
“Ini adalah pengeluaran dana talangan sejak 2016-2020, jadi sudah ulang tahun ke-lima,” katanya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, di Jakarta, Rabu (1/7/2020).
( )
Budi juga berharap, pajak PPh final jasa konstruksi dapat disesuaikan dengan PPh final di bidang non jasa konstruksi, di mana pada tahun 2008 PPh final di bidang non jasa konstruksi mencapai 30%, saat ini sudah turun menjadi 22%.
"Kami 3% . Mereka sudah turun dari 30,28,25, sekarang 22 pak, kami mestinya idealnya 2,2 atau 2%, sekarang finalnya masih 3%, 3% yang kami bayarkan itu kami bayarkan kami bayarkan cash pada saat terima bayaran berarti langsung potong. Jadi kami betul-betul bagian masyarakat yang perlu dikasihani," jelasnya.
Selain itu Ia mengungkapkan ada keluhan yang disampaikan oleh vendor proyek di bawah perusahaan terkait batasan uang muka. Pasalnya, uang muka proyek yang diatur pemerintah melalui peraturan presiden (Perpres) ini mengalami penurunan dari semula 20% menjadi maksimal 15%.
Direktur Utama PT Hutama Karya Budi Harto mengatakan, masalah lainnya adalah mengenai penandatangan kontrak yang dilakukan Hutama Karya biasa dilakukan di akhir tahun, dimana anggaran sudah tidak ada sehingga tidak dapat uang muka atau dapat uang muka sebagian. "Padahal, sebenarnya untuk kami mengeksekusi sebuah proyek kami perlu modal kerja sekitar 20-25 persen," ujarnya.
(akr)
tulis komentar anda