Inovasi ITS Bantu Pelaku UMKM di Kampung Tempe Bagusari
Rabu, 21 September 2022 - 16:15 WIB
JAKARTA - Produksi tempe di Bagusari, Keluarahan Jogotrunan, Kabupaten Lumajang sudah ada sejak sekitar 75 tahun yang lalu. Hampir 90% masyarakat Bagusari memproduksi dan menjual tempe sebagai pekerjaan utama, oleh karena itu di Kabupaten Lumajang, Kawasan Bagusari dikenal sebagai Kampung Tempe .
Menurut produsen tempe Bagusari, terdapat kendala yang biasanya dihadapi oleh produsen tempe yaitu faktor cuaca. “Pedagang tempe di sini suka kewalahan untuk memenuhi permintaan tempe terutama jika musim penghujan seperti ini, karena proses pembuatan tempe akan memerlukan waktu lebih lama saat proses fermentasi” tutur salah satu produsen tempe di kawasan Bagusari.
Proses Fermentasi sangat bergantung pada kondisi cuaca yang akan berakibat pada penggunaan ragi. Jika cuaca sedang panas maka penggunaan ragi dikurangi agar pematangan tempe maksimal. Jika cuaca sedang hujan atau dingin maka penggunaan ragi ditambah agar pematangan tempe maksimal.
Biasanya proses pembuatan tempe mulai dari kedelai hingga tempe siap konsumsi membutuhkan waktu sekitar 4 hari. Waktu produksi tempe yang cukup lama membuat produsen kewalahan dan tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan masyarakat akan konsumsi tempe.
Berdasarkan kondisi tersebut, di mana produsen tempe Bagusari masih menggunakan cara konvensional pada proses fermentasi tempe, maka solusi untuk mengatasinya, yaitu dengan menggantikan cara konvensional (manual) tersebut menjadi otomatis sehingga proses fermentasi tempe menjadi lebih mudah dan praktis dengan hasil fermentasi yang lebih baik.
Bersama Tim KKN yang berasal dari Departemen Teknik Instrumentasi, Fakultas Vokasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember ini dikembangkanlah alat oven untuk mempercepat proses fermentasi dengan bahan yang mudah didapat. “Bahkan alat ini dapat dibuat dari lembaran kayu bekas yang tentunya hemat biaya sebagai lemari tempat proses fermentasi,” urai Putri Yeni selaku ketua Tim Dosen dari Departemen Teknik Instrumentasi.
Penggunaan kayu bekas tersebut harus dilapisi dengan aluminium foil untuk menjaga tingkat temperatur dan kelembaban sesuai standar fermentasi tempe yang baik. Agar suhu dan kelembapan pada proses fermentasi tetap terjaga (stabil), dimana suhu dan kelembapan yang optimum untuk proses fermentasi tempe adalah antara 30 – 35 °C dan 60 – 70 %RH. Media ini dirancang mudah dibuat oleh masyarakat.
“Nanti dari ITS yang akan menjual sistem pengendali otomatis yang dapat dimasukkan dalam mikrokontroler dengan biaya terjangkau dan mudah diakses dalam smartphone masing masing pedagang,” imbuhnya.
Menurut produsen tempe Bagusari, terdapat kendala yang biasanya dihadapi oleh produsen tempe yaitu faktor cuaca. “Pedagang tempe di sini suka kewalahan untuk memenuhi permintaan tempe terutama jika musim penghujan seperti ini, karena proses pembuatan tempe akan memerlukan waktu lebih lama saat proses fermentasi” tutur salah satu produsen tempe di kawasan Bagusari.
Proses Fermentasi sangat bergantung pada kondisi cuaca yang akan berakibat pada penggunaan ragi. Jika cuaca sedang panas maka penggunaan ragi dikurangi agar pematangan tempe maksimal. Jika cuaca sedang hujan atau dingin maka penggunaan ragi ditambah agar pematangan tempe maksimal.
Biasanya proses pembuatan tempe mulai dari kedelai hingga tempe siap konsumsi membutuhkan waktu sekitar 4 hari. Waktu produksi tempe yang cukup lama membuat produsen kewalahan dan tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan masyarakat akan konsumsi tempe.
Berdasarkan kondisi tersebut, di mana produsen tempe Bagusari masih menggunakan cara konvensional pada proses fermentasi tempe, maka solusi untuk mengatasinya, yaitu dengan menggantikan cara konvensional (manual) tersebut menjadi otomatis sehingga proses fermentasi tempe menjadi lebih mudah dan praktis dengan hasil fermentasi yang lebih baik.
Bersama Tim KKN yang berasal dari Departemen Teknik Instrumentasi, Fakultas Vokasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember ini dikembangkanlah alat oven untuk mempercepat proses fermentasi dengan bahan yang mudah didapat. “Bahkan alat ini dapat dibuat dari lembaran kayu bekas yang tentunya hemat biaya sebagai lemari tempat proses fermentasi,” urai Putri Yeni selaku ketua Tim Dosen dari Departemen Teknik Instrumentasi.
Penggunaan kayu bekas tersebut harus dilapisi dengan aluminium foil untuk menjaga tingkat temperatur dan kelembaban sesuai standar fermentasi tempe yang baik. Agar suhu dan kelembapan pada proses fermentasi tetap terjaga (stabil), dimana suhu dan kelembapan yang optimum untuk proses fermentasi tempe adalah antara 30 – 35 °C dan 60 – 70 %RH. Media ini dirancang mudah dibuat oleh masyarakat.
“Nanti dari ITS yang akan menjual sistem pengendali otomatis yang dapat dimasukkan dalam mikrokontroler dengan biaya terjangkau dan mudah diakses dalam smartphone masing masing pedagang,” imbuhnya.
tulis komentar anda