Indonesia Dorong Kesetaraan dalam Sertifikasi Pengelolaan Hutan
Rabu, 28 September 2022 - 12:11 WIB
JAKARTA - Indonesia berharap para member lembaga pengembang sertifikasi pengelolaan hutan Forest Stewardship Council (FSC) bisa menyetujui mosi 37/2021 untuk memberi kesetaraan kepada seluruh pelaku usaha kehutanan di dunia pada semua skala usaha dalam pengembangan hutan lestari.
“Kami berharap mosi 37/2021 bisa disetujui oleh member FSC sehingga ada kesetaraan bagi semua pelaku usaha di Indonesia dan seluruh dunia dalam pengembagan hutan lestari,” kata Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Silverius Oscar Unggul pada sebuah diskusi di Jakarta, Selasa, (27/9/2022).
FSC yang merupakan salah satu pengembang sertifikasi pengelolaan hutan terkemuka di dunia berencana untuk membahas mosi 37/2021 pada General Assembly di Bali, 9-14 Oktober 2022. Salah satu poin penting dalam mosi itu adalah perubahan cut of date yang menjadi batas diperbolehkannya konversi hutan alam dalam pembangunan hutan tanaman dari November 1994 menjadi 31 Desember 2020.
(Baca juga:Terkait Pengelolaan Hutan, Indonesia Diharapkan Terus Fokus)
Cut of date November 1994 selama ini dinilai menjadi kendala dalam penerapan sertifikasi FSC untuk hutan tanaman di Indonesia. Selain soal perubahan cut of date, mosi 37/2021 juga berisi kebijakan soal Remedy Framework yang mewajibkan konversi hutan alam diperbaiki secara lingkungan dan sosial.
Jika mosi ini disetujui bisa mendukung target FSC untuk mensertifikasi hutan 300 juta hektare. Di sisi lain, adanya Remedy Framework juga bisa mendukung ambisi FSC yang mendorong perluasan kegiatan rehabilitasi dan restorasi hutan.
Menurut Onte, panggilan akrab Silverius Oscar, pelaku usaha kehutanan di Indonesia memiliki komitmen kuat untuk pengelolaan hutan lestari. Di sisi lain, regulasi yang kini diterapkan pemerintah juga sangat kuat untuk mendorong pengelolaan hutan lestari.
(Baca juga:APHI-IFCC Lakukan Kerjasama Sertifikasi untuk Pengelolaan Hutan Lestari)
Kadin juga memiliki program Net Zero Hub untuk mendorong pelaku usaha di tanah air menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan berkelanjutan dan mencapai net zero emmision.
“Kami berharap mosi 37/2021 bisa disetujui oleh member FSC sehingga ada kesetaraan bagi semua pelaku usaha di Indonesia dan seluruh dunia dalam pengembagan hutan lestari,” kata Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Silverius Oscar Unggul pada sebuah diskusi di Jakarta, Selasa, (27/9/2022).
FSC yang merupakan salah satu pengembang sertifikasi pengelolaan hutan terkemuka di dunia berencana untuk membahas mosi 37/2021 pada General Assembly di Bali, 9-14 Oktober 2022. Salah satu poin penting dalam mosi itu adalah perubahan cut of date yang menjadi batas diperbolehkannya konversi hutan alam dalam pembangunan hutan tanaman dari November 1994 menjadi 31 Desember 2020.
(Baca juga:Terkait Pengelolaan Hutan, Indonesia Diharapkan Terus Fokus)
Cut of date November 1994 selama ini dinilai menjadi kendala dalam penerapan sertifikasi FSC untuk hutan tanaman di Indonesia. Selain soal perubahan cut of date, mosi 37/2021 juga berisi kebijakan soal Remedy Framework yang mewajibkan konversi hutan alam diperbaiki secara lingkungan dan sosial.
Jika mosi ini disetujui bisa mendukung target FSC untuk mensertifikasi hutan 300 juta hektare. Di sisi lain, adanya Remedy Framework juga bisa mendukung ambisi FSC yang mendorong perluasan kegiatan rehabilitasi dan restorasi hutan.
Menurut Onte, panggilan akrab Silverius Oscar, pelaku usaha kehutanan di Indonesia memiliki komitmen kuat untuk pengelolaan hutan lestari. Di sisi lain, regulasi yang kini diterapkan pemerintah juga sangat kuat untuk mendorong pengelolaan hutan lestari.
(Baca juga:APHI-IFCC Lakukan Kerjasama Sertifikasi untuk Pengelolaan Hutan Lestari)
Kadin juga memiliki program Net Zero Hub untuk mendorong pelaku usaha di tanah air menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan berkelanjutan dan mencapai net zero emmision.
tulis komentar anda