Pengusaha Nilai Tuntutan Kenaikan Upah Buruh Minimum 13% Tak Rasional
Rabu, 09 November 2022 - 11:51 WIB
JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia ( Apindo ) menilai tuntutan buruh yang meminta kenaikan upah minimum tahun 2023 sebesar 13% tidak rasional. Menurut Apindo, saat ini kondisi dunia usaha cukup terpengaruh tekanan ekonomi global.
Beberapa negara yang menjadi pangsa pasar pengusaha mulai menurunkan ordernya karena daya beli masyarakat melemah. Alhasil, pendapatan perusahaan juga menurun.
"Kita perlu melihat data, bahwa tahun 2022 ini bukan dalam kondisi yang baik-baik saja, karena kalau kita lihat, di tahun 2022 sudah terjadi PHK lebih dari 80 ribu karyawan," ujar Ajib Hamdani, Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Apindo, dalam Market Review IDXChanel, Rabu (9/11/2022).
Ajib menambahkan, tuntutan buruh yang meminta kenaikan upah minimum hingga 13% kurang ideal jika melihat lebih jauh kondisi ekonomi makro, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Tuntutan ini juga dinilai kurang tepat jika mengacu pada aturan yang ada.
"Kalau kita lihat dari berbagai sumber, tuntutan sampai 13%, sebenarnya angka itu tidak ideal, ketika kita mengacu pada UU CK (Cipta Kerja) yang ada," sambungnya.
Ajib menjelaskan, dalam PP No. 36 Tahun 2021 sebagaimana aturan turunan dari UUCK yang mengatur formula kenaikan upah memiliki dua variabel utama, yaitu menghitung dari sisi pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
"Proyeksi pertumbuhan ekonomi sampai akhir tahun ini bergerak di angka 5,2-5,4% maksimal, kalau kita asumsikan inflasi tumbuh di angka 4%," sambung Ajib.
Melihat angka tersebut, maka pengusaha menilai angka yang paling rasional untuk kenaikan upah pada tahun 2023 mendatang di kisaran 8-9% saja. Hal itu belum ditambah oleh asumsi kondisi ekonomi tahun 2023.
"Perlu jalan tengah yang baik sehingga terbangun hubungan industrial yang baik antara pemberi kerja dan karyawan," pungkasnya.
Beberapa negara yang menjadi pangsa pasar pengusaha mulai menurunkan ordernya karena daya beli masyarakat melemah. Alhasil, pendapatan perusahaan juga menurun.
"Kita perlu melihat data, bahwa tahun 2022 ini bukan dalam kondisi yang baik-baik saja, karena kalau kita lihat, di tahun 2022 sudah terjadi PHK lebih dari 80 ribu karyawan," ujar Ajib Hamdani, Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Apindo, dalam Market Review IDXChanel, Rabu (9/11/2022).
Ajib menambahkan, tuntutan buruh yang meminta kenaikan upah minimum hingga 13% kurang ideal jika melihat lebih jauh kondisi ekonomi makro, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Tuntutan ini juga dinilai kurang tepat jika mengacu pada aturan yang ada.
"Kalau kita lihat dari berbagai sumber, tuntutan sampai 13%, sebenarnya angka itu tidak ideal, ketika kita mengacu pada UU CK (Cipta Kerja) yang ada," sambungnya.
Ajib menjelaskan, dalam PP No. 36 Tahun 2021 sebagaimana aturan turunan dari UUCK yang mengatur formula kenaikan upah memiliki dua variabel utama, yaitu menghitung dari sisi pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
"Proyeksi pertumbuhan ekonomi sampai akhir tahun ini bergerak di angka 5,2-5,4% maksimal, kalau kita asumsikan inflasi tumbuh di angka 4%," sambung Ajib.
Melihat angka tersebut, maka pengusaha menilai angka yang paling rasional untuk kenaikan upah pada tahun 2023 mendatang di kisaran 8-9% saja. Hal itu belum ditambah oleh asumsi kondisi ekonomi tahun 2023.
Baca Juga
"Perlu jalan tengah yang baik sehingga terbangun hubungan industrial yang baik antara pemberi kerja dan karyawan," pungkasnya.
(uka)
tulis komentar anda