Awal Tahun, IHSG Bergantung pada January Effect
Senin, 02 Januari 2023 - 07:34 WIB
JAKARTA - Kenaikan indeks harga saham gabungan ( IHSG ) secara year to date (ytd) tumbuh 4%. Sentimen yang cukup negatif di global, perang geopolitik dan kenaikan suku bunga agresif masih membayangi di tahun 2023.
Branch Manager Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony mengatakan, kenaikan IHSG selama setahun kemarin bukan angka yang cukup buruk dibandingkan negara lain. Maka itu, Chris masih berharap adanya sentimen awal tahun.
"Kita masih mengharapkan January effect karena IHSG pada Desember ini mengalami pelemahan. Penurunan GOTO kita lihat sudah mulai terhenti. TLKM dan ASII kita harapkan mantul karena January effect," jelas Chris di Jakarta, dikutip Senin (2/1/2023).
Sebelumnya, IHSG ditutup di zona merah pada perdagangan terakhir di 2022. Indeks ditutup melemah tipis 9,45 poin atau 0,14% ke level 6.850,619.
Pelemahan tersebut, menurut Chris, jelas memengaruhi awal perdagangan di 2023. Namun, yang jadi pertimbangan mungkin sama di 2022 kemarin, prediksi adanya resesi dan ekonomi akan lebih ketat.
"Tetapi tahun depan, berat. Kita tidak boleh lengah juga dan kalau diperhatikan pergerakan bursa cenderung volatile seperti 2022. Jadi akan ada sideways yang cukup lebar," kata Chris.
Proyeksi di 2023 sendiri dilihat dari tren ekonomi dan suku bunga. Di awal bulan memang ada koreksi, kemungkinan besar di akhir tahun bisa menguat lagi.
"Setelah semester II kemungkinan besar, karena suku bunga terus meningkat dan peak di semester II dan kuartal III nanti akan ada penurunan suku bunga dan direspons positif bagi perdagangan," ujar Chris.
Branch Manager Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony mengatakan, kenaikan IHSG selama setahun kemarin bukan angka yang cukup buruk dibandingkan negara lain. Maka itu, Chris masih berharap adanya sentimen awal tahun.
"Kita masih mengharapkan January effect karena IHSG pada Desember ini mengalami pelemahan. Penurunan GOTO kita lihat sudah mulai terhenti. TLKM dan ASII kita harapkan mantul karena January effect," jelas Chris di Jakarta, dikutip Senin (2/1/2023).
Sebelumnya, IHSG ditutup di zona merah pada perdagangan terakhir di 2022. Indeks ditutup melemah tipis 9,45 poin atau 0,14% ke level 6.850,619.
Pelemahan tersebut, menurut Chris, jelas memengaruhi awal perdagangan di 2023. Namun, yang jadi pertimbangan mungkin sama di 2022 kemarin, prediksi adanya resesi dan ekonomi akan lebih ketat.
"Tetapi tahun depan, berat. Kita tidak boleh lengah juga dan kalau diperhatikan pergerakan bursa cenderung volatile seperti 2022. Jadi akan ada sideways yang cukup lebar," kata Chris.
Proyeksi di 2023 sendiri dilihat dari tren ekonomi dan suku bunga. Di awal bulan memang ada koreksi, kemungkinan besar di akhir tahun bisa menguat lagi.
Baca Juga
"Setelah semester II kemungkinan besar, karena suku bunga terus meningkat dan peak di semester II dan kuartal III nanti akan ada penurunan suku bunga dan direspons positif bagi perdagangan," ujar Chris.
(uka)
tulis komentar anda