Meneropong Efek Gaduh Pelabelan BPA Galon ke Dunia Usaha
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisioner Komisi Pengawas Persaingan usaha (KPPU), Chandra Setiawan melihat polemik isu Bisfenol A ( BPA ) air minum dalam kemasan (AMDK) yang berujung pada upaya pelabelan produk air galon guna ulang ini berpotensi mengandung diskriminasi yang dilarang dalam hukum persaingan usaha.
“Sebabnya, 99,9 persen industri ini menggunakan galon tersebut, hanya satu yang menggunakan galon sekali pakai,” kata Chandra.
Hal senada juga disampaikan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan pakar hukum persaingan usaha, Ningrum Natasya Sirait. “Dalam rangka kesehatan boleh-boleh saja untuk jadi pertimbangan dalam membuat kebijakan. Tetapi, tetap harus dilihat juga dampaknya terhadap persaingan usahanya,” katanya.
Isu mengenai bahaya BPA galon guna ulang ini sudah digulirkan sejak tahun 2020 lalu oleh sebuah lembaga masyarakat. Lembaga ini tiba-tiba mendesak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk melabeli ‘Berpotensi Mengandung BPA’ terhadap kemasan galon guna ulang dengan alasan bahwa kemasan galon ini tidak baik untuk kesehatan anak-anak.
Sayangnya tak ada satu bukti yang bisa ditunjukkan lembaga ini terkait bahaya kesehatan yang diakibatkan kemasan galon guna ulang itu. Melihat hal itu Co-founder Indonesian Antihoax Education Volunteers (REDAXI), Astari Yanuarti mengutarakan, patut diduga ada motif komersial di baliknya.
“Penyebaran hoaks itu tidak hanya dilakukan oleh buzzer, tapi semua orang bisa menjadi penyebar hoaks secara sadar maupun tidak. Motifnya beraneka rupa, ada yang karena uang, ideologi, kesehatan, kepedulian, politik, dan emosional,” katanya.
Sementara itu Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika menegaskan, bahwa kemasan AMDK galon guna ulang sudah memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI) dan izin edar sehingga aman untuk dikonsumsi masyarakat. Karenanya dia sangat menyayangkan adanya upaya-upaya dari pihak-pihak tertentu yang menghembuskan isu terkait bahaya Bisfenol A (BPA) di salah satu produk AMDK di masyarakat.
Asisten Deputi Pengembangan Industri Kemenko Bidang Perekonomian, Atong Soekirman juga menyayangkan adanya upaya yang mendiskreditkan salah satu produk AMDK dengan menghembuskan isu bahwa produk ini berbahaya bagi kesehatan karena kemasannya yang mengandung BPA.
“Ini jelas akan menimbulkan imej negatif terhadap AMDK yang dikemas dalam kemasan yang mengandung BPA yang dapat berdampak pada iklim usaha,” katanya.
Dunia kedokteran dan pakar kimia pun memberikan pendapatnya terkait BPA yang terdapat dalam galon guna ulang ini. Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia, Aru Wisaksono Sudoyo mengatakan belum ada bukti air minum dalam kemasan itu menyebabkan penyakit kanker.
Sedangkan Dokter spesialis kandungan yang juga Ketua Pokja Infeksi Saluran Reproduksi Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), Alamsyah Aziz juga mengatakan sampai saat ini dirinya tidak pernah menemukan adanya gangguan terhadap janin karena ibunya meminum air minum dalam kemasan.
Pakar Teknologi Pangan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Eko Hari Purnomo juga menegaskan bahwa kandungan BPA AMDK tidak membahayakan kesehatan. “Berdasarkan data-data yang ada, penggunaan kemasan itu tidak menimbulkan resiko kesehatan, terutama dari sudut pandang BPA-nya,” kata Eko.
Sementara pakar polimer dari ITB, Ahmad Zainal juga menyayangkan adanya narasi yang salah dalam memahami kandungan BPA dalam AMDK yang dihembuskan pihak-pihak tertentu akhir-akhir ini. Sebagai pakar polimer, dia melihat kemasan yang mengandung BPA itu merupakan bahan plastik yang aman.
“Sebabnya, 99,9 persen industri ini menggunakan galon tersebut, hanya satu yang menggunakan galon sekali pakai,” kata Chandra.
Hal senada juga disampaikan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan pakar hukum persaingan usaha, Ningrum Natasya Sirait. “Dalam rangka kesehatan boleh-boleh saja untuk jadi pertimbangan dalam membuat kebijakan. Tetapi, tetap harus dilihat juga dampaknya terhadap persaingan usahanya,” katanya.
Isu mengenai bahaya BPA galon guna ulang ini sudah digulirkan sejak tahun 2020 lalu oleh sebuah lembaga masyarakat. Lembaga ini tiba-tiba mendesak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk melabeli ‘Berpotensi Mengandung BPA’ terhadap kemasan galon guna ulang dengan alasan bahwa kemasan galon ini tidak baik untuk kesehatan anak-anak.
Sayangnya tak ada satu bukti yang bisa ditunjukkan lembaga ini terkait bahaya kesehatan yang diakibatkan kemasan galon guna ulang itu. Melihat hal itu Co-founder Indonesian Antihoax Education Volunteers (REDAXI), Astari Yanuarti mengutarakan, patut diduga ada motif komersial di baliknya.
“Penyebaran hoaks itu tidak hanya dilakukan oleh buzzer, tapi semua orang bisa menjadi penyebar hoaks secara sadar maupun tidak. Motifnya beraneka rupa, ada yang karena uang, ideologi, kesehatan, kepedulian, politik, dan emosional,” katanya.
Sementara itu Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika menegaskan, bahwa kemasan AMDK galon guna ulang sudah memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI) dan izin edar sehingga aman untuk dikonsumsi masyarakat. Karenanya dia sangat menyayangkan adanya upaya-upaya dari pihak-pihak tertentu yang menghembuskan isu terkait bahaya Bisfenol A (BPA) di salah satu produk AMDK di masyarakat.
Asisten Deputi Pengembangan Industri Kemenko Bidang Perekonomian, Atong Soekirman juga menyayangkan adanya upaya yang mendiskreditkan salah satu produk AMDK dengan menghembuskan isu bahwa produk ini berbahaya bagi kesehatan karena kemasannya yang mengandung BPA.
“Ini jelas akan menimbulkan imej negatif terhadap AMDK yang dikemas dalam kemasan yang mengandung BPA yang dapat berdampak pada iklim usaha,” katanya.
Dunia kedokteran dan pakar kimia pun memberikan pendapatnya terkait BPA yang terdapat dalam galon guna ulang ini. Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia, Aru Wisaksono Sudoyo mengatakan belum ada bukti air minum dalam kemasan itu menyebabkan penyakit kanker.
Sedangkan Dokter spesialis kandungan yang juga Ketua Pokja Infeksi Saluran Reproduksi Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), Alamsyah Aziz juga mengatakan sampai saat ini dirinya tidak pernah menemukan adanya gangguan terhadap janin karena ibunya meminum air minum dalam kemasan.
Pakar Teknologi Pangan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Eko Hari Purnomo juga menegaskan bahwa kandungan BPA AMDK tidak membahayakan kesehatan. “Berdasarkan data-data yang ada, penggunaan kemasan itu tidak menimbulkan resiko kesehatan, terutama dari sudut pandang BPA-nya,” kata Eko.
Sementara pakar polimer dari ITB, Ahmad Zainal juga menyayangkan adanya narasi yang salah dalam memahami kandungan BPA dalam AMDK yang dihembuskan pihak-pihak tertentu akhir-akhir ini. Sebagai pakar polimer, dia melihat kemasan yang mengandung BPA itu merupakan bahan plastik yang aman.
(akr)