Manfaat Kenaikan Cukai Tembakau Akan Sia-sia tanpa Regulasi Pelarangan Penjualan Rokok Batangan

Selasa, 14 Maret 2023 - 17:51 WIB
loading...
A A A
Selain itu, kenaikan pajak yang diharapkan dapat mengurangi perdagangan gelap, tidak berarti menghilangkan perdagangan gelap itu sendiri. Sebab salah satu kerugian dari kenaikan pajak dan harga tembakau adalah munculnya rokok ilegal yang berakibat pada peralihan ke produk rokok ilegal dan subtitusi yang lebih murah (HTP yang lebih rendah).

Meskipun Indonesia masih inelastis terhadap kenaikan harga rokok, pemerintah memutuskan untuk menaikkan cukai rokok dengan kenaikan rata-rata sebesar 10% berlaku tahun 2023 dan 2024.

Dalam diseminasi ini dipaparkan bahwa jumlah perokok di Indonesia yang cenderung stagnan menunjukkan timpangnya regulasi pengendalian tembakau di Indonesia. Kekosongan regulasi anyar pelarangan penjualan rokok batangan diperlukan guna optimalisasi ketercapaian SDM unggul serta adanya Net Benefit Income bagi setiap rumah tangga terutama golongan keluarga miskin (berpendapatan rendah).

Larangan penjualan rokok secara batangan juga sejalan dengan cita-cita yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai bahwa barang yang menimbulkan kecanduan dan berdampak negatif terhadap penggunanya dan lingkungan, maka distribusinya dibatasi.

“Kenaikan cukai dan HTP rokok akan kurang efektif jika masyarakat masih dapat membeli rokok secara batangan, maka pelarangan penjualan rokok batangan akan mengakselerasi efektifitas kebijakan tersebut dalam menurunkan prevalensi rokok di Indonesia,” ujar Diyah Hesti dalam pemarapannya.

Hadir sebagai penanggap dalam kegiatan diseminasi hasil riset ini di antaranya Sarno, SE., M.Si. selaku Kepala Sub Bidang Cukai, Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, Badan Kebijkan Fiskal, Kemenkeu-RI, Iftita Rahma Ikrima, selaku perwakilan dari Kesehatan dan Gizi Masyarakat, Bappenas, dan dr. Benget Saragih, M. Epid selaku Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau, P2PTM, Kemenkes-RI.

Sarno, SE., M.Si (Kepala Sub Bidang Cukai, Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, Badan Kebijkan Fiskal, Kemenkeu-RI) menyebutkan bahwa Kementerian Keuangan telah melakukan reformasi kebijakan CHT. Berkaitan dengan tarif, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) sudah berupaya menaikkan tarif cukai setiap tahunnya untuk menekan prevalensi perokok. Selain itu juga melakukan penyederhanaan golongan. Kemudian, alokasi DBHCHT sebesar 2% atau Rp4,01 triliun (tahun 2020) dan 3% atau Rp5,48 triliun (tahun 2023) yang diperuntukkan pada aspek kesehatan (40%), kesejahteraan masyarakat (50%) dan penegakan hukum (10%).

Lebih lanjut, Sarno menjelaskan bahwa data Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa kenaikan harga rokok per bungkus berpengaruh terhadap jumlah konsumsi rokok. Selain itu, secara penerimaan negara, cukai hasil tembakau selalu mengalami peningkatan, berkorelasi positif terhadap alokasi DBHCHT yang mengalami peningkatan secara alokasi

“Merespons potensi maraknya rokok ilegal jika terjadi kenaikan tarif cukai rokok, salah satu upaya Kementerian Keuangan yang dilakukan adalah dengan melakukan penindakan yang dilakukan kemenkeu setiap tahunnya mengalami peningkatan,” katanya.

Di sudut lain, dr. Benget Saragih, M. Epid (Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau, P2PTM, Kemenkes) menerangkan perilaku perokok pemula terus mengalami kenaikan sampai tahun 2019 berada pada 10,70%, sedangkan prevalensi perokok dewasa meningkat pada 34,5% (70,2 juta) yang salah satu penyebabnya yaitu meningkatnya iklan rokok di media luar ruangan dan internet. Penyebab lainnya, tidak adanya regulasi mengenai pelarangan penjualan rokok eceran.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1689 seconds (0.1#10.140)