Sejarah THR Lebaran di Indonesia, Ini Asal Mula dan Aturannya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sejarah THR Lebaran di Indonesia menjadi sebuah pembahasan menarik untuk diketahui. Tak hanya ketupat atau kue kering, momen Hari Raya Idulfitri juga cukup lekat kaitannya dengan istilah THR.
Pada pengertiannya sendiri, THR merupakan akronim dari Tunjangan Hari Raya. Biasanya, THR ini diberikan kepada karyawan atau pegawai sebelum datangnya hari Lebaran.
Singkatnya, THR ini menjadi salah satu program kerja yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan para PNS. Kala itu, pemberian THR biasa dilakukan menjelang berakhirnya bulan Ramadan.
Adapun untuk besarannya adalah sekitar Rp125-Rp200 yang saat ini diperkirakan setara dengan gaji pokok pegawai. Saat itu, pemberian THR hanya diperuntukan bagi PNS saja, sehingga memunculkan banyak pro dan kontra.
Pada akhirnya, kaum buruh pun melakukan protes menerima keadaan tersebut. Dengan aksi demonstrasi yang dilakukan, mereka menuntut keadilan pemerintah terkait pemberian THR.
Aksi tersebut lantas dilanjutkan dengan mogok kerja pada 13 Februari 1952. Sayangnya, bentuk protes tersebut tidak menghasilkan keputusan yang mereka inginkan.
Barulah sekitar tahun 1994, pemerintah akhirnya mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor 04/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan.
Kebijakan tersebut menjadi cikal bakal pemberian THR kepada para pekerja atau pegawai sampai saat ini. Pada tahun 2016, muncul revisi pemberian THR melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016.
Perubahan yang terjadi adalah pemberian THR diberikan kepada pekerja dengan minimal 1 bulan kerja yang dihitung secara proporsional.
Sementara itu, bagi pekerja atau buruh yang bekerja kurang dari 12 bulan, pemberian THR akan dilakukan secara proporsional sesuai masa kerja. Adapun perhitungannya adalah masa kerja dibagi 12, kemudian dikalikan 1 bulan upah.
Sekadar informasi, upah 1 bulan yang dimaksud adalah gaji tanpa tunjangan atau upah bersih/gaji pokok termasuk tunjangan tetap.
Selain itu, pada pasal 10 Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 juga dijelaskan sanksi bagi perusahaan yang bandel saat pemberian THR kepada karyawannya. Dalam hal ini, mereka terancam denda 5 persen dari total THR keagamaan apabila terlambat membayarkannya.
Itulah ulasan mengenai sejarah dan aturan pemberian THR Lebaran di Indonesia.
Pada pengertiannya sendiri, THR merupakan akronim dari Tunjangan Hari Raya. Biasanya, THR ini diberikan kepada karyawan atau pegawai sebelum datangnya hari Lebaran.
Sejarah THR Lebaran di Indonesia
Tak hanya muncul begitu saja, istilah THR di Indonesia ternyata berawal sejak tahun 1950. Mengutip laman Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI), kebijakan pemberian THR saat itu diawali oleh era kabinet Soekiman Wirjosandjojo.Singkatnya, THR ini menjadi salah satu program kerja yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan para PNS. Kala itu, pemberian THR biasa dilakukan menjelang berakhirnya bulan Ramadan.
Adapun untuk besarannya adalah sekitar Rp125-Rp200 yang saat ini diperkirakan setara dengan gaji pokok pegawai. Saat itu, pemberian THR hanya diperuntukan bagi PNS saja, sehingga memunculkan banyak pro dan kontra.
Pada akhirnya, kaum buruh pun melakukan protes menerima keadaan tersebut. Dengan aksi demonstrasi yang dilakukan, mereka menuntut keadilan pemerintah terkait pemberian THR.
Aksi tersebut lantas dilanjutkan dengan mogok kerja pada 13 Februari 1952. Sayangnya, bentuk protes tersebut tidak menghasilkan keputusan yang mereka inginkan.
Barulah sekitar tahun 1994, pemerintah akhirnya mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor 04/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan.
Kebijakan tersebut menjadi cikal bakal pemberian THR kepada para pekerja atau pegawai sampai saat ini. Pada tahun 2016, muncul revisi pemberian THR melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016.
Perubahan yang terjadi adalah pemberian THR diberikan kepada pekerja dengan minimal 1 bulan kerja yang dihitung secara proporsional.
Aturan Pemberian THR
Merujuk pada Permenaker Nomor 6 Tahun 2016, dijelaskan pada pasal 3 terkait pekerja atau buruh yang memiliki masa kerja 12 bulan secara terus menerus mendapat THR sebesar 1 bulan upah.Sementara itu, bagi pekerja atau buruh yang bekerja kurang dari 12 bulan, pemberian THR akan dilakukan secara proporsional sesuai masa kerja. Adapun perhitungannya adalah masa kerja dibagi 12, kemudian dikalikan 1 bulan upah.
Sekadar informasi, upah 1 bulan yang dimaksud adalah gaji tanpa tunjangan atau upah bersih/gaji pokok termasuk tunjangan tetap.
Selain itu, pada pasal 10 Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 juga dijelaskan sanksi bagi perusahaan yang bandel saat pemberian THR kepada karyawannya. Dalam hal ini, mereka terancam denda 5 persen dari total THR keagamaan apabila terlambat membayarkannya.
Itulah ulasan mengenai sejarah dan aturan pemberian THR Lebaran di Indonesia.
(bim)