Utang Pemerintah Disebut Rp17.500 Triliun, Stafsus Sri Mulyani: Menyesatkan!

Kamis, 11 Mei 2023 - 18:32 WIB
loading...
Utang Pemerintah Disebut...
Menyoroti isu utang pemerintah yang dikabarkan mencapai sebesar Rp17.500 triliun, Staf Khusus Menteri Keuangan bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo buka suara beri penjelasan. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Menyoroti isu utang pemerintah yang dikabarkan mencapai sebesar Rp17.500 triliun, Staf Khusus Menteri Keuanga n bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo buka suara. Dia menepis bahwa angka utang pemerintah yang beredar tidaklah benar dan menyesatkan.

"(Angka tersebut) bombastis dan menyesatkan! Faktanya, jumlah utang pemerintah tidak sebesar itu. Pun masih sesuai dan patuh pada ketentuan peraturan perundang-undangan serta dikelola dengan baik," ujar Yustinus melalui akun Twitter resminya @prastow di Jakarta, Kamis (11/5/2023).



Berdasarkan data dari publikasi APBN KiTa April 2023, posisi utang pemerintah per 31 Maret 2023 adalah Rp7.879,07 triliun. Pihaknya berpijak pada data resmi yang konsisten dipakai tahun ke tahun, rezim ke rezim.

"Apakah utang pemerintah sebesar itu aman? Ya, indikatornya adalah rasio utang pemerintah terhadap PDB yang besarnya 39,17%, jauh di bawah batas yang diperkenankan dalam Undang-Undang sebesar 60%. Sehingga tidak benar jika dikatakan utang pemerintah lebih dari 100% PDB," tegas Yustinus.



Kemudian ada lagi disebut-sebut tentang kewajiban kontinjensi. Hal ini menurutnya perlu diluruskan supaya tidak mengecoh dan menyesatkan publik. Kewajiban kontinjensi adalah kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya suatu atau lebih peristiwa pada masa datang yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali pemerintah.

"Kewajiban kontinjensi tidak disajikan di neraca pemerintah, namun cukup diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan untuk setiap kontinjensi pada akhir pelaporan. Hal ini dikarenakan kewajibannya baru bersifat potensi, belum tentu akan terjadi/terealisasi," tambah Yustinus.

Dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), utang BUMN tidak masuk dalam kategori kewajiban kontinjensi. Entitas lain seperti BUMN, Perguruan Tinggi Badan Hukum (PTN BH), Pemda, dan BUMD juga tidak termasuk dalam cakupan LKPP. BUMN sendiri merupakan kekayaan negara yang dipisahkan menurut UU Keuangan Negara.

"Utang BUMN tentu menjadi kewajiban BUMN, bukan kewajiban pemerintah pusat, termasuk untuk pembayaran pokok utang dan bunganya. Utang BUMN baru dianggap sebagai kewajiban kontinjensi pemerintah, jika utang ini mendapatkan jaminan oleh pemerintah," kata Yustinus.

Kewajiban kontinjensi tersebut tidak serta pula menjadi utang pemerintah sepanjang mitigasi risiko default/gagal bayar dijalankan. Adapun berdasarkan historisnya, hingga saat ini zero default atas jaminan pemerintah.

Di sisi lain, keuntungan BUMN juga tidak serta merta menjadi penerimaan pemerintah. Hanya jika BUMN membayarkan dividen sejumlah tertentu, maka penerimaan dividen ini diakui sebagai pendapatan (PNBP) oleh pemerintah.

Selain itu, persoalan kewajiban pembayaran uang pensiun oleh pemerintah, dapat dijelaskan bahwa pemberian manfaat pensiun dilakukan setiap bulan sebagai wujud penghargaan dan komitmen pemerintah kepada para pensiunan ASN/TNI/Polri atas dedikasi dan pengabdian selama bekerja.

"Pemerintah terus berupaya memperbaiki sistem pengelolaan pensiun agar lebih baik dan memberikan manfaat yang optimal. Tata kelola program pensiun yang baru akan memperhatikan pembagian tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara adil dan akuntabel," pungkas Yustinus.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1820 seconds (0.1#10.140)