Pesan Buat G7: Mustahil Mengisolasi China dan Sangat Berbahaya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Negara- negara kaya yang tergabung dalam G7 memberikan pesan kuat kepada China selama akhir pekan kemarin. Akan tetapi seorang analis memperingatkan bahwa mengisolasi Beijing tidak mungkin dan berbahaya.
Tujuh ekonomi terbesar di dunia sepakat pada pertemuan puncak G7 di Hiroshima, Jepang untuk mengurangi ketergantungan dan mendiversifikasi rantai pasokan dari China di tengah kekhawatiran pengaruh China. Ada kesadaran yang berkembang di antara negara-negara Barat bahwa ekonomi mereka sangat bergantung pada China.
Pandemi virus corona menjelaskan, pentingnya rantai pasokan, tetapi perang yang sedang berlangsung di Ukraina semakin memperburuk kenyataan ini.
Dalam pernyataan bersama setelah KTT, G7 mengatakan: "Pendekatan kebijakan kami tidak dirancang untuk merugikan China dan kami juga tidak berusaha untuk menggagalkan kemajuan dan pembangunan ekonomi China. ... Pada saat yang sama, kami menyadari bahwa ketahanan ekonomi membutuhkan pengurangan risiko dan diversifikasi."
Setelah pernyataan G-7, China memanggil duta besar mereka di Jepang dan memerintahkan perusahaan untuk berhenti membeli dari pembuat chip Amerika Micron.
Wakil Rektor Politeknik di Milan, Giuliano Noci mengatakan, kepada CNBC bahwa G-7 menunjukkan perspektif "unitarian" terhadap China.
"(Presiden Joe) Biden berbicara de-risking dan bukan dalam hal decoupling. Decoupling adalah kata ajaib Amerika Serikat sebulan yang lalu, tetapi sangat jelas bahwa, mengingat peran yang dimainkan oleh pasar China untuk beberapa produk, mengingat tingkat keterkaitan di antara rantai pasokan, hampir tidak mungkin untuk dipisahkan," kata Noci.
De-risking mengacu pada upaya mengurangi beberapa ketergantungan pada China, daripada benar-benar memutuskan hubungan. "Harus jelas bahwa mengisolasi China tidak hanya di satu sisi tidak mungkin, tetapi juga di sisi lain, berbahaya," kata Noci.
Pergeseran dari pemerintahan Biden mungkin menyoroti kesadaran bahwa akan membutuhkan banyak upaya dan kesulitan ekonomi yang harus dihadapu untuk memisahkan ekonominya dari China.
Angka dari Biro Sensus Amerika Serikat menunjukkan bahwa AS mencatat defisit perdagangan barang dengan China sekitar USD383 miliar pada tahun 2022. Data dari tahun lalu menunjukkan rekor tertinggi dalam perdagangan antara negara-negara dan merupakan bukti kesulitan memisahkan ekonomi mereka.
Sementara itu para pemimpin G-7 melangkah lebih jauh dalam mengungkapkan keprihatinan mereka tentang situasi di Laut Cina Timur dan Selatan dan dalam mendukung "tidak ada perubahan" dalam status quo Taiwan.
"Tidak ada dasar hukum untuk klaim maritim ekspansif China di Laut China Selatan, dan kami menentang kegiatan militerisasi China di kawasan itu," kata mereka.
Noci juga mengungkapkan, "kita akan melampaui dunia unipolar" yang memiliki AS sebagai negara adidayanya, dan memasuki dunia bipolar atau multipolar.
Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak mengatakan China adalah tantangan terbesar dunia untuk keamanan dan kemakmuran. Kedutaan Besar China di London menggambarkan ini sebagai "fitnah jahat yang mengabaikan fakta," seperti dilansir Reuters.
Tujuh ekonomi terbesar di dunia sepakat pada pertemuan puncak G7 di Hiroshima, Jepang untuk mengurangi ketergantungan dan mendiversifikasi rantai pasokan dari China di tengah kekhawatiran pengaruh China. Ada kesadaran yang berkembang di antara negara-negara Barat bahwa ekonomi mereka sangat bergantung pada China.
Pandemi virus corona menjelaskan, pentingnya rantai pasokan, tetapi perang yang sedang berlangsung di Ukraina semakin memperburuk kenyataan ini.
Dalam pernyataan bersama setelah KTT, G7 mengatakan: "Pendekatan kebijakan kami tidak dirancang untuk merugikan China dan kami juga tidak berusaha untuk menggagalkan kemajuan dan pembangunan ekonomi China. ... Pada saat yang sama, kami menyadari bahwa ketahanan ekonomi membutuhkan pengurangan risiko dan diversifikasi."
Setelah pernyataan G-7, China memanggil duta besar mereka di Jepang dan memerintahkan perusahaan untuk berhenti membeli dari pembuat chip Amerika Micron.
Wakil Rektor Politeknik di Milan, Giuliano Noci mengatakan, kepada CNBC bahwa G-7 menunjukkan perspektif "unitarian" terhadap China.
"(Presiden Joe) Biden berbicara de-risking dan bukan dalam hal decoupling. Decoupling adalah kata ajaib Amerika Serikat sebulan yang lalu, tetapi sangat jelas bahwa, mengingat peran yang dimainkan oleh pasar China untuk beberapa produk, mengingat tingkat keterkaitan di antara rantai pasokan, hampir tidak mungkin untuk dipisahkan," kata Noci.
De-risking mengacu pada upaya mengurangi beberapa ketergantungan pada China, daripada benar-benar memutuskan hubungan. "Harus jelas bahwa mengisolasi China tidak hanya di satu sisi tidak mungkin, tetapi juga di sisi lain, berbahaya," kata Noci.
Pergeseran dari pemerintahan Biden mungkin menyoroti kesadaran bahwa akan membutuhkan banyak upaya dan kesulitan ekonomi yang harus dihadapu untuk memisahkan ekonominya dari China.
Angka dari Biro Sensus Amerika Serikat menunjukkan bahwa AS mencatat defisit perdagangan barang dengan China sekitar USD383 miliar pada tahun 2022. Data dari tahun lalu menunjukkan rekor tertinggi dalam perdagangan antara negara-negara dan merupakan bukti kesulitan memisahkan ekonomi mereka.
Sementara itu para pemimpin G-7 melangkah lebih jauh dalam mengungkapkan keprihatinan mereka tentang situasi di Laut Cina Timur dan Selatan dan dalam mendukung "tidak ada perubahan" dalam status quo Taiwan.
"Tidak ada dasar hukum untuk klaim maritim ekspansif China di Laut China Selatan, dan kami menentang kegiatan militerisasi China di kawasan itu," kata mereka.
Noci juga mengungkapkan, "kita akan melampaui dunia unipolar" yang memiliki AS sebagai negara adidayanya, dan memasuki dunia bipolar atau multipolar.
Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak mengatakan China adalah tantangan terbesar dunia untuk keamanan dan kemakmuran. Kedutaan Besar China di London menggambarkan ini sebagai "fitnah jahat yang mengabaikan fakta," seperti dilansir Reuters.
(akr)