PNS Dapat Jatah Rp1 M untuk Mobil Listrik, Pengamat: Ngabisin Duit APBN!
loading...
A
A
A
JAKARTA - Besarnya anggaran yang bakal dikucurkan untuk pengadaan mobil listrik sebagai kendaraan dinas PNS eselon I dan II terus mendapat sorotan. Terlebih lagi, anggaran yang dipatok mencapai hampir Rp1 miliar per unit mobil per PNS.
Pengamat ekonomi dan energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi berpendapat rencana pengadaan kendaraan dinas listrik berbasis baterai dengan anggaran yang cukup besar tersebut kurang tepat.
"Anggaran subsidi yang akan dikeluarkan cukup besar nah kemudian yang diberikan itu tadi yang pertama PNS atau pejabat pemerintahan pusat dan pemerintah daerah, dan kalau kemudian ditambah nanti untuk konsumen perorangan maka menurut saya itu kurang tepat sasaran dan hanya menghabiskan APBN. Saya kira itu kurang tepat," tandasnya saat dihubungi MNC Portal Indonesia (MPI), Senin (29/5/2023).
Fahmy mengusulkan, akan lebih baik jika subsidi tersebut diberikan untuk kendaraan umum seperti angkot agar ikut beralih ke kendaraan listrik. Selain itu, untuk sepeda motor yang mayoritas penggunanya adalah orang menengah ke bawah
"Nah, itu berhak peroleh subsidi tapi kalau untuk pejabat pemerintah atau perorangan kayaknya kurang tepat. Bahkan, selama ini kan pejabat ada mobil kantor itu saja tidak boleh menggunakan BBM subsidi kan harus nonsubsidi, tapi kenapa sekarang diberikan subsidi dalam jumlah yang besar? (Maka) itu tidak tepat sama sekali," tandas Fahmy.
Menurut dia, pengalokasian anggaran untuk mobil dinas listrik guna menekan emisi karbon juga tidak akan terlalu signifikan. Pasalnya, hingga saat ini penggunaan kendaraan listrik di Tanah Air masih belum masif.
"Saya kira tidak berpengaruh signifikan dalam pengurangan karbon, nah kemudian kendaraan listrik tadi memang energi bersih tapi PLN kan masih pakai energi batu bara yang kotor. Jadi saya kira kurang tepat," tambah dia.
Fahmy menambahkan, jika pemerintah memang ingin mengalihkan kendaraan dinas yang semula berbasis BBM ke baterai, maka dapat menggunakan anggaran yang sudah diberikan ke kementerian masing-masing tanpa harus kembali merogoh kocek dari APBN.
"Saya justru curiga bahwa subsidi ini untuk mendorong agar perusahaan-perusahaan yang masuk di kendaraan listrik agar kendaraannya laku. Maka saya curiga juga pemilik dari kendaraan listrik tadi pabriknya dimiliki oleh pejabat-pejabat yang ambil keputusan. Nah ini lebih salah lagi, itu yang harusnya diperhatikan oleh pemerintah," cetusnya.
Untuk diketahui, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan anggaran Rp966.804.000 untuk setiap unit mobil listrik Pegawai Negeri Sipil (PNS) pejabat eselon I dan Rp746.110.000 untuk pejabat eselon II.
Angka itu sebagai batas tertinggi atau estimasi untuk komponen keluaran dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran Kementerian Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2024.
Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49 Tahun 2023 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2024. Aturan di antaranya menetapkan anggaran kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB).
"Pelaksanaan pengadaan KBLBB harus memperhitungkan kebijakan pemerintah terkait fasilitas KBLBB," bunyi aturan tersebut, dikutip Sabtu (13/5/2023) lalu.
Pengamat ekonomi dan energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi berpendapat rencana pengadaan kendaraan dinas listrik berbasis baterai dengan anggaran yang cukup besar tersebut kurang tepat.
"Anggaran subsidi yang akan dikeluarkan cukup besar nah kemudian yang diberikan itu tadi yang pertama PNS atau pejabat pemerintahan pusat dan pemerintah daerah, dan kalau kemudian ditambah nanti untuk konsumen perorangan maka menurut saya itu kurang tepat sasaran dan hanya menghabiskan APBN. Saya kira itu kurang tepat," tandasnya saat dihubungi MNC Portal Indonesia (MPI), Senin (29/5/2023).
Fahmy mengusulkan, akan lebih baik jika subsidi tersebut diberikan untuk kendaraan umum seperti angkot agar ikut beralih ke kendaraan listrik. Selain itu, untuk sepeda motor yang mayoritas penggunanya adalah orang menengah ke bawah
"Nah, itu berhak peroleh subsidi tapi kalau untuk pejabat pemerintah atau perorangan kayaknya kurang tepat. Bahkan, selama ini kan pejabat ada mobil kantor itu saja tidak boleh menggunakan BBM subsidi kan harus nonsubsidi, tapi kenapa sekarang diberikan subsidi dalam jumlah yang besar? (Maka) itu tidak tepat sama sekali," tandas Fahmy.
Menurut dia, pengalokasian anggaran untuk mobil dinas listrik guna menekan emisi karbon juga tidak akan terlalu signifikan. Pasalnya, hingga saat ini penggunaan kendaraan listrik di Tanah Air masih belum masif.
"Saya kira tidak berpengaruh signifikan dalam pengurangan karbon, nah kemudian kendaraan listrik tadi memang energi bersih tapi PLN kan masih pakai energi batu bara yang kotor. Jadi saya kira kurang tepat," tambah dia.
Fahmy menambahkan, jika pemerintah memang ingin mengalihkan kendaraan dinas yang semula berbasis BBM ke baterai, maka dapat menggunakan anggaran yang sudah diberikan ke kementerian masing-masing tanpa harus kembali merogoh kocek dari APBN.
"Saya justru curiga bahwa subsidi ini untuk mendorong agar perusahaan-perusahaan yang masuk di kendaraan listrik agar kendaraannya laku. Maka saya curiga juga pemilik dari kendaraan listrik tadi pabriknya dimiliki oleh pejabat-pejabat yang ambil keputusan. Nah ini lebih salah lagi, itu yang harusnya diperhatikan oleh pemerintah," cetusnya.
Baca Juga
Untuk diketahui, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan anggaran Rp966.804.000 untuk setiap unit mobil listrik Pegawai Negeri Sipil (PNS) pejabat eselon I dan Rp746.110.000 untuk pejabat eselon II.
Angka itu sebagai batas tertinggi atau estimasi untuk komponen keluaran dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran Kementerian Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2024.
Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49 Tahun 2023 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2024. Aturan di antaranya menetapkan anggaran kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB).
"Pelaksanaan pengadaan KBLBB harus memperhitungkan kebijakan pemerintah terkait fasilitas KBLBB," bunyi aturan tersebut, dikutip Sabtu (13/5/2023) lalu.
(ind)