Biaya Logistik Tinggi Bisa Jadi Biang Kerok Kenaikan Harga Pangan, Begini Penjelasannya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Panjangnya rantai logistik beras dan kedelai membuat biaya logistik kedua komoditas pangan tersebut menjadi besar. Biaya logistik mencakup biaya pengangkutan hingga biaya administrasi seperti ongkos pelabuhan.
Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) dan Samudera Indonesia mengungkapkan, biaya logistik menyumbang 28–40% dari Margin Perdagangan dan Pengangkutan (MPP) beras.
Selanjutnya, biaya transportasi merupakan penyumbang terbesar biaya logistik beras, yaitu sebesar 84,62% dari total biaya logistik di tingkat produsen dan 90,77% dari total biaya logistik di tingkat distributor/grosir/pengecer, berdasarkan Data Kementerian Perdagangan 2021.
“Sementara itu, untuk kedelai impor, biaya logistik menguasai proporsi MPP tertinggi untuk importir (88,96%) dibandingkan grosir dan pengecer (78,54%),” ujar Head of Agriculture Research CIPS, Aditya Alta dalam keterangannya, Jumat (2/6/2023).
Menurut dia, biaya transportasi merupakan sebagian besar biaya logistik untuk grosir dan pengecer (78,14%), tetapi hanya 29,20% dari biaya importir.
Dia menambahkan, selain biaya pengangkutan, biaya logistik juga meliputi biaya administrasi, seperti ongkos pelabuhan.
Biaya administrasi ini berkontribusi kurang dari 6%, sehingga imbasnya biaya logistik yang tinggi dibebankan kepada konsumen, dengan menaikkan harga barang, termasuk makanan pokok.
Dia menerangkan, transportasi darat (truk) merupakan kontributor terbesar untuk biaya transportasi, yang dapat dikaitkan dengan biaya moneter dan waktu akibat pelaksanaan peraturan yang berkaitan dengan proses pengiriman barang menggunakan transportasi darat (truk).
Guna mengurangi dampak regulasi terhadap biaya logistik beras dan kedelai, Ekonom PT Samudera Indonesia, Adithya Prabowo merekomendasikan beberapa perubahan.
Dia memandang perlu upaya untuk integrasi sistem dengan otoritas kepabeanan di negara pengekspor kedelai untuk mempersingkat waktu penerbitan surat keterangan asal dalam proses impor dan bea cukai.
"Selain itu, metode karantina khusus yang menggunakan kapal karantina atau laboratorium terapung harus ditetapkan oleh Kementerian Pertanian agar proses dapat dimulai sebelum kapal memasuki pelabuhan," terang dia.
Kemudian, kewajiban penggunaan jasa angkutan barang lokal harus dilonggarkan untuk memungkinkan perusahaan di luar daerah setempat untuk melakukan pengiriman barang ketika layanan tidak tersedia di daerah tersebut.
Selain itu adalah insentif, seperti subsidi bunga, untuk membeli atau melepaskan stok pangan yang harus disediakan baik untuk publik (Bulog dan BUMN pangan) dan swasta, dalam kebijakan cadangan pangan.
Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) dan Samudera Indonesia mengungkapkan, biaya logistik menyumbang 28–40% dari Margin Perdagangan dan Pengangkutan (MPP) beras.
Selanjutnya, biaya transportasi merupakan penyumbang terbesar biaya logistik beras, yaitu sebesar 84,62% dari total biaya logistik di tingkat produsen dan 90,77% dari total biaya logistik di tingkat distributor/grosir/pengecer, berdasarkan Data Kementerian Perdagangan 2021.
“Sementara itu, untuk kedelai impor, biaya logistik menguasai proporsi MPP tertinggi untuk importir (88,96%) dibandingkan grosir dan pengecer (78,54%),” ujar Head of Agriculture Research CIPS, Aditya Alta dalam keterangannya, Jumat (2/6/2023).
Menurut dia, biaya transportasi merupakan sebagian besar biaya logistik untuk grosir dan pengecer (78,14%), tetapi hanya 29,20% dari biaya importir.
Dia menambahkan, selain biaya pengangkutan, biaya logistik juga meliputi biaya administrasi, seperti ongkos pelabuhan.
Biaya administrasi ini berkontribusi kurang dari 6%, sehingga imbasnya biaya logistik yang tinggi dibebankan kepada konsumen, dengan menaikkan harga barang, termasuk makanan pokok.
Dia menerangkan, transportasi darat (truk) merupakan kontributor terbesar untuk biaya transportasi, yang dapat dikaitkan dengan biaya moneter dan waktu akibat pelaksanaan peraturan yang berkaitan dengan proses pengiriman barang menggunakan transportasi darat (truk).
Guna mengurangi dampak regulasi terhadap biaya logistik beras dan kedelai, Ekonom PT Samudera Indonesia, Adithya Prabowo merekomendasikan beberapa perubahan.
Dia memandang perlu upaya untuk integrasi sistem dengan otoritas kepabeanan di negara pengekspor kedelai untuk mempersingkat waktu penerbitan surat keterangan asal dalam proses impor dan bea cukai.
"Selain itu, metode karantina khusus yang menggunakan kapal karantina atau laboratorium terapung harus ditetapkan oleh Kementerian Pertanian agar proses dapat dimulai sebelum kapal memasuki pelabuhan," terang dia.
Kemudian, kewajiban penggunaan jasa angkutan barang lokal harus dilonggarkan untuk memungkinkan perusahaan di luar daerah setempat untuk melakukan pengiriman barang ketika layanan tidak tersedia di daerah tersebut.
Selain itu adalah insentif, seperti subsidi bunga, untuk membeli atau melepaskan stok pangan yang harus disediakan baik untuk publik (Bulog dan BUMN pangan) dan swasta, dalam kebijakan cadangan pangan.
(ind)