Luhut Bilang, Indonesia Bisa Jadi Numero Uno dalam Pembuatan Baterai Mobil Listrik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Seiring berkembangnya teknologi, penggunaan bahan bakar minyak pada kendaraan akan semakin berkurang. Dengan munculnya kendaraan yang mengandalkan listrik tentu akan membutuhkan baterai yang tidak sedikit.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, dengan banyaknya cadangan mineral Indonesia, terutama produk nikel yang bisa menghasilkan baterai lithium pada produk turunannya, maka tidak menutup kemungkinan Indonesia menjadi negara nomor satu dalam pembuatan baterai mobil listrik.
"Cadangan mineral untuk menjadi kunci baterai lithium kita tuh 40%, nomor satu di dunia. Memang Australia besar, tapi mereka banyak di tengah-tengahnya sehingga cost-nya tinggi," ujar Luhut dalam Webinar "Investasi di Tengah Pandemi", Sabtu (25/7/2020). ( Baca juga:Tim Mobil Listrik UGM Borong 4 Penghargaan Internasional )
Tidak hanya nikel, Luhut menyebut produk mineral lainnya, bauksit, juga merupakan salah satu bahan dalam pembuatan lithium battery. Sejauh ini, Bauksit sedang berjalan di Bintan, Halmahera, dan di wilayah Kalimantan Barat.
"Jadi, selama ini kita ekspor bauksit aja. Nah sekarang kita masuk ke smelter grade alumina. Ini harus ada. Ini nanti bagian dari lithium battery, sehingga dengan semua itu kita punya lebih dari 80% bahan materialnya," kata dia.
Luhut mengatakan, pengolahan bauksit menjadi alumina juga bisa membawa nilai tambah yang besar. Jika bauksit diekspor nilainya hanya 30 dolar AS per ton.
"Setelah diproses dua jadi alumina dan alumina ingot dari 30 dolar per ton sampai 1.700 dolar per ton," ucapnya.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, dengan banyaknya cadangan mineral Indonesia, terutama produk nikel yang bisa menghasilkan baterai lithium pada produk turunannya, maka tidak menutup kemungkinan Indonesia menjadi negara nomor satu dalam pembuatan baterai mobil listrik.
"Cadangan mineral untuk menjadi kunci baterai lithium kita tuh 40%, nomor satu di dunia. Memang Australia besar, tapi mereka banyak di tengah-tengahnya sehingga cost-nya tinggi," ujar Luhut dalam Webinar "Investasi di Tengah Pandemi", Sabtu (25/7/2020). ( Baca juga:Tim Mobil Listrik UGM Borong 4 Penghargaan Internasional )
Tidak hanya nikel, Luhut menyebut produk mineral lainnya, bauksit, juga merupakan salah satu bahan dalam pembuatan lithium battery. Sejauh ini, Bauksit sedang berjalan di Bintan, Halmahera, dan di wilayah Kalimantan Barat.
"Jadi, selama ini kita ekspor bauksit aja. Nah sekarang kita masuk ke smelter grade alumina. Ini harus ada. Ini nanti bagian dari lithium battery, sehingga dengan semua itu kita punya lebih dari 80% bahan materialnya," kata dia.
Luhut mengatakan, pengolahan bauksit menjadi alumina juga bisa membawa nilai tambah yang besar. Jika bauksit diekspor nilainya hanya 30 dolar AS per ton.
"Setelah diproses dua jadi alumina dan alumina ingot dari 30 dolar per ton sampai 1.700 dolar per ton," ucapnya.
(uka)