Sejahterakan Petani, Rumah Sawit Indonesia Dideklarasikan

Jum'at, 23 Juni 2023 - 16:15 WIB
loading...
Sejahterakan Petani, Rumah Sawit Indonesia Dideklarasikan
Kian bertumbuhnya sektor sawit di Tanah Air menggugah sejumlah pelaku sawit mendeklarasikan Rumah Sawit Indonesia (RSI) di Medan, Sumatera Utara (Sumut). Foto/Dok
A A A
MEDAN - Kian bertumbuhnya industri sawit di Tanah Air menggugah sejumlah pelaku sawit mendeklarasikan Rumah Sawit Indonesia (RSI) di Medan, Sumatera Utara (Sumut) pada Jumat (23/6/2023). RSI dideklarasikan karena menguatnya ide integrasi sektor sawit dari hulu hingga ke hilir dalam rangka mensejahterakan para petani sawit .



Ketua Umum (Ketum) RSI, Kacuk Sumarto mengatakan, ide integrasi dari hulu ke hilir pada sektor sawit sudah dirasakan sejak 2019 saat beberapa perusahaan termasuk Paya Pinang Group (PPG) bekerja sama untuk penelitian tanaman sela di peremajaan sawit rakyat (PSR), yang terdiri dari singkong dan sorgum.



Kebutuhan integrasi makin dirasakan, setelah melihat perkembangan kesertaan PSR sangat lambat dan tidak ada kemitraannya, juga saat keterlibatan PT. Kemurgi Indonesia (PTKI) dalam kegiatan kemitraan petani, dengan memperkenalkan pabrik pengolah TBS menjadi CPO premium serta berbagai kejadian lain setelahnya.

"Dari beberapa kegiatan tersebut di atas menggambarkan bahwa Integrasi yang dipakai model RSI ini sudah dimulai sejak 4-5 tahun yang lalu," kata Kacuk dalam keterangannya.

Untuk itu Kacuk menjelaskan, kemunculan RSI bertujuan untuk keberlanjutan sawit Indonesia dan meningkatnya kesejahteraan petani dan juga perusahaan. Keprihatinan lenggagas RSI atas lambatnya pelaksanaan PSR yang menjadi program utama pemerintah untuk meningkatkan produktivitas dan mutu buah dari petani yang kemudian berujung pada kesejahteraan petani, meski diakuinya persoalan ini tidak sederhana.

"Pada pertemuan dengan Ibu Musdhalifah, hari Kamis (15/06/2023), saya sampaikan RSI siap menjadi mitra pemerintah untuk percepatan dan perluasan PSR, sejak penataan ulang Peraturan-peraturan Pemerintah yang mengatur PSR sampai dengan juklak dan juknisnya, sampai dengan pola-pola pengamanan lapangannya dengan menjalin kerja sama dengan pihak Kejaksaan, Kepolisian, Satgas PSR, Ditjendbun, ATR/BPN, KLHK, BPDPKS dan pihak-pihak manapun yang terkait," ujarnya.

Kemudian dia melanjutkan, keprihatinan penggagas RSI atas banyaknya kondisi petani sawit yang tidak beranjak kesejahteraannya meskipun kebun sawitnya sudah harus diremajakan kembali.

Sehingga perlu perbaikan di dalam budi dayanya, serta pola pengusahaanya, sehingga petani tidak lagi mudah dipermaikan harga produksinya, dan bahkan mendapatkan tambahan pendapatan dengan adanya pabrik pengolahan tersebut, sehingga perlu adanya industrialisasi.

Kacuk menjelaskan, kerpihatinan penggagas RSI ini atas isu sutainability atas pengelolaan kebun sawit oleh petani dan sebenarnya juga pengelolaan oleh perusahaan, yang kemudian berdampak pada pandangan negatif banyak pihak luar negeri dan bahkan dalam negeri.

Melalui integrasi kemitraan ini, bukan hanya masalah industrialisasi, tetapi juga pembinaan masalah sustainability, dan ini sudah dilakukan di Poktan Mitra PPG dengan pendampingan dari IDH (Industri Dagang Hijau), yang diharapkan pada khir tahun 2023 ini sudah tersertifikasi ISPO (dan juga RSPO).

Selain itu, kata dia, meprihatinkan penggagas RSI atas tidak sinkronnya program PSR diantara pelaku yang terkait, sejak pengajuan proposal PSR yang melibatkan kementerian/lembaga dan dinas-dinas terkait, perbenihan, penyediaan pupuk dan herbisida, perusahaan mitra, poktan, dan termasuk perbankan, sehingga banyak hambatan sepanjang perjalanan pengajuan proposal sampai dengan pelaksanaan.

Hal ini diperparah oleh oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan situasi bahwa dana PSR adalah ‘hibah’ dan banyak juga petani yang bermata gelap, atau tidak mempunyai keberdayaan.

"Kesadaran Penggagas RSI bahwa dengan berhimpun melalui korporatisasi berkelanjutan akan mempunyai posisi tawar yang tinggi, sehingga mudah untuk mendapatkan prosi pendapatan/ penghasilan yang lebih tinggi," tegasnya.

Kacuk menerangkan, RSI merupakan organisasi yang keanggotaannya adalah terbuka dan harus dalam bentuk badan hukum yang bersifat korporasi bidang perkelapa sawitan yang memiliki kebutuhan untuk bersinergi dalam usaha bersama terintegrasi, dengan cara ‘resource sharing’ berbagi sumber daya, dan untuk itu juga berbagi keuntungan sesuai dengan kontribusinya.

"Jadi RSI ini adalah untuk komunitas ini berisi pihak-pihak yang membutuhkan, bukan pihak-pihak yang merasa dibutuhkan (karena merasa diatas angin dan tak perlu pihak lain)," terangnya.

Menurut Kacuk, RSI sebagai organisasi terbuka juga membuka kolaborasi positif dengan asosiasi lain untuk mensukseskan tujuan-tujuan yang harapkan oleh RSI, tidak perlu membuka ruang perdebatan dengan pihak manapun mengenai mana yang benar, apalagi menyalahkan pihak lain.

"Positioning RSI adalah mitra pemerintah, sehingga harus mempunyai lobby yang kuat di lemerintah untuk menjayakan dan menjaga kejayaan sawit Indonesia," tuturnya.

Untuk itu Kacuk menuturkan, penyebaran mengenai visi, misi, tujuan dan gambaran lingkup bisnis RSI harus disebarkan seluas-luasnya agar bisa diketahui oleh publik perkelapasawitan Indonesia dan luar negeri.

"Segera setelah deklarasi ini, perlu dilakukan roadshow kepada unsur pemerintah (pusat dan daerah) untuk menyusun kolaborasi baik lingkup peraturan perundangan (pusat dan daerah), penyusunan program-program dan pelaksanan lapangan jika sudah ada yang siap dieksekusi," pungkasnya.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1643 seconds (0.1#10.140)