2 Tahun Jokowi-JK, Pembangunan Tol Laut Masih Kocar-kacir

Rabu, 19 Oktober 2016 - 00:00 WIB
2 Tahun Jokowi-JK, Pembangunan Tol Laut Masih Kocar-kacir
2 Tahun Jokowi-JK, Pembangunan Tol Laut Masih Kocar-kacir
A A A
SEBAGAI negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia sudah semestinya menjadi bangsa maritim yang kuat dan sejahtera. Namun, pada kenyataannya masih jauh dari harapan. Ketimpangan pembangunan terjadi di mana-mana, terutama di pulau-pulau terluar.

Hal ini menjadi isu utama yang diangkat Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (Jokowi-JK) sejak masa kampanye. Bahkan, kedua pasangan tersebut berambisi menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, yang salah satunya diwujudkan melalui pembangunan tol laut.

Jokowi berharap melalui kebijakannya tersebut disparitas harga kebutuhan pokok antara Indonesia bagian barat dengan wilayah timur dapat dipangkas. Lantas, bagaimana nasib tol laut setelah Jokowi-JK berkuasa dua tahun?

Menteri Koordinator (Menko) bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengemukakan, saat ini pembangunan tol laut masih terus dikembangkan pemerintah. Hal tersebut dilakukan dengan membangun daerah penghubung (economic hub) baru agar kapal-kapal dapat berlayar.

Dia menjelaskan, economic hub yang dibangun akan disesuaikan dengan tingkat kekayaan daerah masing-masing. Saat ini, salah satu economic hub yang telah selesai dibangun berada di Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB). Selanjutnya, pemerintah akan membangun economic hub di sekitar Blok Masela, Maluku.

"Mungkin nanti pulau apa yang akan diputuskan untuk jadi economic hub. Karena kegiatan ekonomi di sana sangat besar," ujarnya di Gedung BPPT, Jakarta, Selasa (18/10/2016).

Pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2017, Kemenko bidang Kemaritiman juga masih memasukkan anggaran untuk pengembangan tol laut. Salah satunya untuk pembangunan kapal feeder berukuran besar.

"Pendalaman alur juga akan kita lakukan, sehingga di pantai timur Sumatera itu kapal bisa masuk juga. Dengan demikian cost bisa lebih murah, termasuk di pantai barat Sumatera," terangnya.

Menurut Luhut, pembangunan tol laut telah membuat disparitas harga kebutuhan pokok di Indonesia timur dan barat semakin berkurang. Namun, mantan Kepala Staf Kepresidenan ini tak memungkiri masih ada masalah-masalah dalam pengembangan tol laut ini.

"Tapi kalau dari hasil survei di lapangan kemajuan sangat signifikan. Dan itu bukan dari saya saja, tapi saya tanya juga di lapangan," katanya.

Di pihak lain, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Herman Khaeron melihat, definisi tol laut yang dimaksud Presiden Jokowi selama ini belum ditafsirkan secara terukur. Sebab, jika konsepnya adalah membangun konektivitas antar daerah maka konsep tol laut tak jauh berbeda dengan pemerintahan sebelumnya.

"Definisinya kan belum ditafsirkan secara terukur berkaitan dengan tol laut. Kalau berkaitan dengan membangun interkoneksi antar daerah dan antar wilayah kan sejak presiden-presiden sebelumnya sudah dilakukan sebagai konsekuensi negara kepulauan," ujarnya.

Menurut Herman, saat ini disparitas harga antara timur dan barat masih sangat kentara. Jika demikian, maka tol laut yang dicita-citakan Presiden Jokowi belum terwujud. "‎Semangatnya kita apresiasi, namun jika mengacu pada murahnya biaya distribusi dan kesamaan harga di seluruh wilayah kan belum dapat diwujudkan‎," tegasnya.

Direktur Nasional Maritime Institute Siswanto Rusdi memandang pembangunan tol laut saat ini masih jauh dari harapan. Bahkan, tol laut yang diidamkan Jokowi cenderung tak terarah alias kocar-kacir.

Menurutnya, gagasan yang diinginkan Jokowi dalam tol laut berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di lapangan. Rute kapal yang dirancang untuk tol laut kurang banyak diminati.‎

"Tol laut ini saya lihat sudah kocar-kacir ya. Jalannya itu enggak terarah. Tol laut itu kan diluncurkan awal tahun kedua, tapi tidak seperti yang diharapkan," ujarnya, kepada SINDOnews.

‎‎Tidak hanya itu, Siswanto menganggap pemerintah terlalu berlebihan mengejar pembangunan pelabuhan baru. Padahal, kapasitas pelabuhan yang ada di Tanah Air masih berlebihan. Seharusnya, pemerintah lebih fokus pada kapal yang terlalu banyak menganggur di pelabuhan.

"‎Hanya Pelni yang dapat subsidi sementara yang lain enggak dapat. Akhirnya kapal berlabuh di pelabuhan. Kalau kapal punya jam layar yang cukup, enggak perlu bangun dermaga," katanya.

Dia menyebutkan produktivitas pelabuhan di daerah-daerah Indonesia hingga saat ini juga masih lemah. Hanya pelabuhan besar, seperti Tanjung Priok atau Belawan yang sudah jauh lebih optimal produktivitasnya.

‎Di banyak daerah, pelabuhan masih belum beroperasi 24 jam. Layaknya jam kantor, pelabuhan di beberapa daerah di Indonesia hanya aktif hingga pukul 17.00 WIB. "‎Yang namanya kapal kan harus tetap dilayani. Kadang sering kejadian kapal dilayani kayak jam kerja biasa, jam 5 bubar kantor. Ini yang tidak terpegang di tol laut," bebernya.

Siswanto tidak memungkiri pembangunan tol laut yang dicanangkan pemerintah dapat membuat perbedaan harga kebutuhan pokok di daerah barat dan timur berkurang. Namun, permasalahannya ongkos logistik di Tanah Air masih sangat tinggi.

Menurutnya, hal ini terjadi lantaran tidak ada kepastian waktu bagi pengusaha untuk mengangkut barang-barang yang mengendap di pelabuhan. "‎Ini kan enggak pernah pasti. Akhirnya, pengusaha atau pabrikan itu mematok penyimpanan atau inventory day-nya tinggi di pelabuhan," jelasnya.

tol
Sementara itu, Indonesia National Shipowners Association (INSA) mendukung penuh program tol laut yang dicanangkan Jokowi. Tol laut merupakan program untuk mendorong konektivitas dan terjadinya pengurangan jurang harga antara wilayah barat Indonesia dan wilayah timur.

"Tentunya kami mendukung program pemerintah ini. Hanya saja untuk implementasinya kita harus duduk bersama karena evaluasi tol laut harusnya tidak hanya dilihat dari satu sisi, tapi harus memperhatikan dampak ekonomi, potensi pasar, dan sistem operasional kapal," ujar Ketua INSA Carmelita Hartoto saat dihubungi SINDOnews.

Hal lain yang perlu diperhatikan, kata dia, adalah pentingnya kehadiran pemerintah mengontrol harga barang di daerah, mengingat belum terbangunnya industri di kawasan timur Indonesia.

Dia menyebutkan jika tol laut berjalan bisa meningkatkan bisnis pelayaran di Indonesia. Trayek tol laut akan memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi baru di daerah yang dilaluinya. Hal ini sejalan dengan tujuan konektivitas antar pulau yang ada dalam program tol laut.

Terkait masalah waktu bongkar muat di pelabuhan (dwelling time), Carmelita memandang dwelling time tidak termasuk dalam hambatan tol laut. Untuk hambatan tol laut sebenarnya terdiri dari banyak faktor, seperti infrastruktur, trayek yang tepat, jumlah galangan kapal yang masih minim, muatan barang, jumlah kapal yang beroperasi, dan jangkauan distribusi.

Melihat situasi saat ini, dia memandang pelabuhan di Indonesia tidak bisa disandingkan dengan Singapura. Di mana pelabuhan di Singapura sudah menjadi pelabuhan singgah atau transit internasional.

"Potensi kita besar. Namun untuk menyaingi Singapura itu kita harus perbaiki kelemahan kita. Jika ingin menjadikan hub misalnya di Kuala Tanjung, harus benar-benar itu menjadikan hub untuk main liner. Sehingga muatan ekspor kita melalui sana," terangnya.

Untuk itu, lanjut Carmelita, seluruh pihak harus mendukung baik dari sisi regulasi maupun fasilitas ekspor. "Perbaikan-perbaikan yang ada tentu kita apresiasi, seperti pengembangan pelabuhan yang dilakukan pemerintah. Hanya memang masih ada beberapa catatan untuk mengembangkan industri pelayaran nasional," ujarnya.

Dia mengungkapkan, pelabuhan yang ada saat ini belum diintegrasikan dengan akses rel kereta api atau jalan raya yang memadai, tidak hanya di kota-kota besar, tetapi masih banyak terjadi di daerah. Jumlah galangan kapal yang ada di Indonesia juga masih sangat minim.

"Padahal kita negara maritim. Selain itu, industri pelayaran belum mendapatkan perlakuan setara di bidang moneter, seperti yang diterapkan pada kebijakan moneter di negara tetangga," bebernya.

Janji pembangunan tol laut sendiri sejatinya telah dijewantahkan pemerintahan Jokowi-JK dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, di antaranya dengan akan dikembangkan sebanyak 24 pelabuhan yang ditargetkan rampung pada 2019, 210 pelabuhan penyeberangan, pembangunan/penyelesaian 48 pelabuhan baru pada 2016.

Direktur Utama Pelindo II Elvyn G Masassya berharap pembangunan infrastruktur kepelabuhan akan lengkap pada 2019. Dia berpendapat di era Presiden Jokowi lah laut bisa memberi peran lebih banyak dalam arus barang, arus manusia, yang pada akhirnya bisa menurunkan biaya dari satu tempat ke tempat lain.

"Saya kira pemerintah sudah bekerja. Beberapa pembangunan dan pembenahan pelabuhan terus dilakukan pemerintah, termasuk pelabuhan dan terminal di bawah naungan Pelindo II," tandasnya.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4437 seconds (0.1#10.140)