Soal Proyek Kilang LNG Terpadu Banten, RI Butuh Infrastruktur Gas

Senin, 21 November 2016 - 18:53 WIB
Soal Proyek Kilang LNG Terpadu Banten, RI Butuh Infrastruktur Gas
Soal Proyek Kilang LNG Terpadu Banten, RI Butuh Infrastruktur Gas
A A A
JAKARTA - Mega proyek Land Based LNG (Liquified Natural Gas) Receiving and Regasification Terminal yang berlokasi di Bojonegara, Banten dinilai hanya merupakan proyek bisnis biasa. Tujuan pembangunan terminal LNG terpadu diterangkan demi kebutuhan ancaman terjadinya defisit gas di wilayah Jawa bagian barat.

Megaproyek tersebut merupakan kerja sama antara PT Pertamina (Persero) dengan salah satu unit usaha Kalla Group yakni PT Bumi Sarana Migas (BSM). Ketua Komite Tetap Hubungan Kelembagaan dan Regulasi Sektor Energi Minyak dan Gas Bumi Kadin Firlie Ganinduto mengatakan, sebaiknya semua pihak berpikir baik sangka terlebih dahulu terhadap proyek tersebut.

"Kita sangat membutuhkan berbagai infrastruktur yang terkait gas. Jika ternyata dikemudian hari ada sesuatu yang tidak beres, biarkan aparat penegak hukum yang turun tangan," terang dia di Jakarta, Senin (21/11).

Dia menambahkan pihaknya sangat yakin Pertamina sebelum akhirnya memutuskan kerja sama dengan pihak lain telah melakukan uji kelayakan dengan benar. "Pertamina itu perusahaan besar, tidak mungkin mereka main-main dengan perusahaan kecil yang tidak memiliki kemampuan, apalagi untuk megaproyek kilang LNG terpadu tersebut,” paparnya

Sebelumnya Vice President LNG Pertamina Didik Sasongko Widi pernah berkomentar, semula Pertamina hanya ingin membangun terminal penerima LNG. Namun, melihat perkembangannya, proyek tersebut ditingkatkan menjadi kompleks terpadu.

Menurut Didik, kompleks energi terpadu tersebut tidak sepenuhnya dimiliki perseroan. Proyek ini akan berbentuk perusahaan patungan (joint venture), di mana Pertamina hanya memperoleh saham minoritas.

Dirut Pertamina Dwi Soetjipto pada medio Mei 2016 sempat mengungkapkan, pihaknya masih mengkaji lebih jauh proyek kerja sama perseroan dengan PT BSM. Pasalnya, negosiasi harga pengantaran gas melalui pipa atau toll fee, serta biaya regasifikasi masih dalam tahap negosiasi.

Juru bicara PT BSM Nanda Sinaga pernah mengatakan, terminal itu akan dibangun dengan kapasitas 500 MMscfd atau setara lebih dari empat juta ton. Dia menjelaskan, mega proyek itu ditaksir akan membutuhkan dana investasi hingga Rp 10 triliun.

Dana tersebut akan diperoleh dari pembiayaan para pemegang saham serta pinjaman dari lembaga keuangan Jepang, baik pemerintah Jepang maupun perbankan Jepang, “Proyek ini dibangun sebagai antisipasi ancaman defisit gas di Jawa bagian Barat. Kami pun sudah memiliki lahan di lokasi tersebut sejak 1990-an,” kata dia belum lama ini.

Penjelasan Nanda, ketertarikan Kalla Group dalam membangun proyek ini diawali oleh data Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) dan kajian Wood MacKenzie mengenai Outlook Suplai Gas 2013-2030.

“Data tersebut menunjukan bahwa Jawa bagian Barat akan mengalami defisit neraca gas yang disebabkan oleh berkurangnya dan akan habisnya (depletion) cadangan gas dari Sumatera serta meningkatnya permintaan akan kebutuhan gas,” ungkap dia.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3833 seconds (0.1#10.140)