Belajar Value Investing 8.0

Senin, 10 April 2017 - 06:01 WIB
Belajar Value Investing 8.0
Belajar Value Investing 8.0
A A A
LUKAS SETIA ATMAJA
Financial Expert-Universitas Prasetiya Mulya
Vice Chairman-Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD)

SYAHDAN
, ada seorang investor saham bernama Lo Kheng Hong (LKH). Ia berasal dari keluarga yang tidak mampu. Tahun 1989 saat berusia 30 tahun, ia mulai berinvestasi saham sembari bekerja di bank.

Tujuh tahun kemudian ia berhenti bekerja dan fokus berinvestasi saham. Kini ia telah sukses dan dijuluki Warren Buffett of Indonesia. Mari kita belajar sejurus dua jurus dari ”pendekar saham” yang rendah hati ini.

Ciaaaaat! Minggu lalu kita sudah belajar bagaimana LKH membeli kembali saham BUMI pada tahun 2012 dan mengalami penurunan harga yang tajam dan lama. Namun, kesabaran LKH dan kemampuan memegang saham untuk jangka panjang menyelamatkannya. LKH tampaknya suka membeli saham-saham di sektor tambang, khususnya batu bara, atau yang berhubungan dengan batu bara.

Ia diketahui memiliki saham PT Petrosea Tbk (PTRO) dalam jumlah banyak dan masih menyimpannya hingga sekarang. PTRO adalah perusahaan publik yang berdiri tahun 1972 dan bergerak di bidang jasa kontrak pertambangan, engineering & project management serta oil & gas services. PTRO merupakan perusahaan EPC (engineering, procurement and construction ) pertama yang melantai di bursa saham, yakni tahun 1990.

Pemegang saham utama PTRO adalah PT Indika Energy Tbk (INDY). PTRO memiliki reputasi sebagai perusahaan nasional yang memiliki standar dan kapabilitas kelas internasional, serta kontraktor EPC terkemuka di Indonesia.

LKH mulai membeli saham PTRO sejak tahun 2013. Pada akhir 2013, LKH memiliki 77.557.000 saham PTRO atau 7,7% dari total saham PTRO. Artinya, LKH adalah pemegang saham substansial (memiliki lebih dari 5% saham). Harga saham PTRO naik tinggi dari Rp400 pada awal 2009 hingga Rp4.775 pada akhir Maret 2012 .

Setelah itu, harga saham PTRO anjlok ke Rp900 pada awal November 2012. Pada tahun 2013, harga rata-rata saham PTRO sebesar Rp1.400 per saham. Saat harga turun inilah, LKH mulai memborong saham PTRO. Namun, bukannya segera pulih, harga saham PTRO justru melanjutkan tren penurunan. Pada Oktober 2015, harga saham PTRO menyentuh Rp300 per saham.

”Saat itulah saya menambah kepemilikan saham saya di Petrosea,” ujar Lo Kheng Hong.

Pada awal 2014 total kepemilikan saham PTRO LKH adalah 9,2%. Setahun kemudian, kepemilikannya naik menjadi 10,2%. Pada awal Maret 2017, LKH memiliki 118,4 juta saham atau 11,7% dari total saham PTRO.

Sejak Maret 2016, harga saham PTRO mulai bergerak naik dari Rp300 menjadi Rp1.300 pada awal April 2017. Kesabaran LKH berbuah manis. Dari 20 Maret 2017 hingga 3 April 2017, saham PTRO naik 63%. Dalam kurun waktu dua minggu tersebut, LKH ”tambah kaya” Rp60 miliar (dari 118,4 juta x Rp800 x 63%).

Namun, LKH tidak tergoda untuk melepas sahamnya. ”Harga pasar saham PTRO masih jauh di bawah nilai intrinsiknya,” kata LKH dengan yakin.

Mengapa LKH tertarik membeli saham PTRO? Pasti karena ia yakin saham PTRO salah harga. Menurut LKH, modal ekuitas (nilai buku ekuitas) PTRO sekitar USD170 juta. Dengan asumsi kurs rupiah Rp13.000 per dolar AS pada tahun 2015, ekuitas PTRO sebesar Rp2,2 miliar. Jumlah saham PTRO adalah 1 miliar saham sehingga nilai buku per saham PTRO adalah Rp2.200. Padahal harga pasar saham ini pada tahun 2015 hanya Rp300.

Saat LKH membeli saham PTRO pada tahun 2013 dan 2014 pun harga pasar saham ini masih di bawah Rp2.200. LKH juga yakin bahwa PTRO memiliki manajemen yang profesional dan tata kelola yang amanah. ”Selama ini tidak ada transaksi afiliasi yang merugikan investor minoritas,” kata LKH.

Lebih lanjut LKH membandingkan PTRO dengan saham PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID) yang memiliki usaha yang sama dengan PTRO, yakni kontraktor tambang batu bara.

Harga saham DOID naik 2.100% dari Rp50 pada awal 2016 menjadi Rp1.100 pada awal April 2017. Sedangkan pada kurun waktu yang sama, saham PTRO hanya naik 350%. Padahal, menurut LKH, PTRO punya tiga keunggulan atas DOID.

Pertama, jumlah saham DOID 8,3 miliar, sedang PTRO hanya 1 miliar. ”Semakin sedikit jumlah saham beredar, semakin bernilai sahamnya,” sebut LKH.

Kedua , nilai buku per saham DOID Rp200, sedang nilai buku per saham PTRO Rp2.200. Ketiga, utang DOID sebesar USD600 juta, sedangkan utang PTRO hanya USD70 juta.

”Utang besar membuat beban bunga juga besar setiap tahunnya,” tegas LKH. ”Kalau harga DOID bisa naik 2.100%, semoga PTRO bisa mengikuti jejaknya.” Amin.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7277 seconds (0.1#10.140)