AS Resesi, Indonesia Berharap Kuartal III Tumbuh

Sabtu, 01 Agustus 2020 - 06:45 WIB
loading...
AS Resesi, Indonesia Berharap Kuartal III Tumbuh
Foto/dok
A A A
JAKARTA - Perlahan tapi pasti negara-negara dengan perekonomian raksasa jatuh ke jurang resesi akibat pandemi corona (Covid-19). Setelah Singapura, Jerman, dan Korea Selatan, kini giliran Amerika Serikat (AS) yang melaporkan pertumbuhan ekonominya terkontraksi 32,9% pada kuartal II/2020. Kondisi ini lebih buruk bila dibandingkan dengan kuartal I/2020 yang pertumbuhan ekonominya minus 5%.

Fakta ini semakin menegaskan bahwa Covid-19 telah memakan korban di bidang ekonomi di samping korban jiwa yang mencapai 670.000 orang lebih di seluruh dunia. AS yang disebut-sebut sebagai salah satu penguasa ekonomi dunia pun tidak bisa terhindar dari krisis.

Data ekonomi Negeri Paman Sam ini pun patut diwaspadai mengingat AS adalah salah satu mitra dagang utama Indonesia di samping China. Sentimen negatif dari resesi AS juga harus menjadi alarm bagi ekonomi Indonesia yang saat ini juga terimbas pandemi. (Baca: Amrika Resesi: Harga Minyak, Kurs Dolar, dan Wall Street Amburadul)

"Potensi adanya efek negatif dari resesi AS ke Indonesia karena negara itu adalah salah satu tujuan ekspor penting dan salah satu sumber investasi terbesar di kawasan Asia," kata Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja saat dihubungi SINDO Media di Jakarta kemarin.

Dia menambahkan, AS adalah salah satu tujuan ekspor terbesar Indonesia. Untuk itu Pemerintah Indonesia seharusnya memberikan insentif kepada pengusaha Indonesia yang terkena dampak. Pemberian insentif itu dimaksudkan agar bisa meringankan kerugian bagi pengusaha Indonesia, khususnya para eksportir.

"Pemerintah juga harus memberikan stimulus industri yang memadai dan efektif dalam meredam laju resesi agar efek negatif resesi AS terhadap Indonesia bisa hilang sama sekali," kata dia.

Seperti dilansir Reuters, penurunan kinerja ekonomi AS merupakan yang terbesar sejak 1945 ketika data ekonomi pertama kali direkam negara itu. Kontraksi ekonomi hingga 32,9% itu sejalan dengan survei ekonom Dow Jones yang memperkirakan kontraksi 34,7%. (Baca juga: AS Ledek Iran karena Merudal Replika Kapal Induk Amerika)

“Data ini menggarisbawahi betapa dalam dan gelapnya ekonomi pada kuartal II. Kami akan keluar dari lubang itu, tetapi akan memakan waktu lama,” ujar Chief Economist Moody’s Analitics Mark Zandi seperti dikutip CNBC.

Menurut laporan Kementerian Perdagangan AS, kontraksi tajam perekonomian AS disebabkan anjloknya konsumsi pribadi, ekspor, investasi, dan pengeluaran pemerintah negara bagian. Di AS, konsumsi pribadi secara historis menyumbang sekitar dua pertiga dari semua aktivitas ekonomi negara itu, sedangkan sektor lainnya berasal dari jasa dan manufaktur.

Di bagian lain, pengamat ekonomi dari CORE Indonesia Piter Abdullah mengatakan resesi yang terjadi di AS bukanlah kabar buruk bagi perekonomian nasional. Pasalnya pengaruh perlambatan ekonomi global sudah dirasakan sejak ekspor menurun jauh beberapa bulan lalu sehingga diperkirakan tidak akan berdampak lebih besar lagi di masa mendatang.

Dia melanjutkan, semua negara tinggal menunggu waktu untuk menyatakan secara resmi mengalami resesi. Hal ini karena secara kasatmata proses resesi tersebut sudah berlangsung sejak awal tahun.

"Negara-negara tertentu yang sangat bergantung pada ekspor akan terseret lebih dalam karena selain terjadi wabah di domestik, ekspornya juga turun akibat penurunan ekonomi global. Tapi Indonesia bukan negara seperti itu, kita tidak bergantung ekspor," tandasnya.

Adapun Ekonom Indef Bhima Yudhistira menilai resesi ekonomi AS bisa mengubah kepercayaan investor untuk berinvestasi di setiap negara, termasuk Indonesia. Di antaranya pada sektor investasi berisiko tinggi seperti saham. “Perubahan prilaku investor semakin mengincar safe haven seperti emas dan government bond," ujar Bhima.

Dia melanjutkan, apabila investor enggan berinvestasi di Indonesia, hal itu akan membuat aliran modal asing banyak keluar dari pasar modal. (Baca juga: Baru Pertama Potong Hewan Kurban, Ustaz Abdul Somad Dibimbing Juleha)

"Artinya capital outflow dari pasar modal kemungkinan besar terjadi. Dalam sepekan terakhir nett sell atau penjualan bersih saham di Indonesia naik Rp1,86 triliun. Aksi jual terus berlanjut," katanya.

Sebelumnya Ketua Satgas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional Budi Gunadi Sadikin mengatakan ekonomi Indonesia pada kuartal III memiliki kesempatan untuk tumbuh positif. Hal ini, menurut dia, bisa terjadi asalkan rasa aman di masyarakat kembali tumbuh.

"Satgas ekonomi diberi pesan khusus oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar bisa menjaga pertumbuhan ekonomi, terutama karena pada kuartal III sampai akhir bulan September ini penting sekali dijaga agar pertumbuhannya sebisa mungkin jangan sampai negatif," ungkap Budi dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Rabu (29/7/2020).

Apa yang disampaikan Budi tidak lepas dari kekhawatiran pertumbuhan ekonomi kuartal II/2020 yang diramalkan bakal terkontraksi -3 hingga -5%. Kinerja ekonomi periode April–Juni itu diperkirakan lebih buruk bila dibandingkan dengan kuartal I/2020 yang tumbuh 2,97% (year on year). (Lihat Videonya: Terlibat Prostitusi Online, Artis VS Diringkus Polisi)

Menurut Budi Gunadi, faktor rasa aman di masyarakat merupakan kunci agar pertumbuhan ekonomi pada kuartal III tidak negatif. Dengan adanya rasa aman, masyarakat bisa berani keluar, melakukan kontak fisik, dan aktivitas ekonomi berputar kembali.

“Kontak fisik yang digantikan dengan kontak virtual belum bisa menyamai level aktivitas ekonomi layaknya kontak fisik yang biasanya," tambah Budi. (Rina Anggraeni/Michelle Natalia/Yanto Kusdiantono)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1372 seconds (0.1#10.140)