BI Beberkan Tekanan Global yang Bakal Menerjang Indonesia
loading...
A
A
A
LABUAN BAJO - Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia ( BI ) Erwindo Kolopaking menjelaskan, sejumlah kondisi ekonomi global yang perlu diwaspadai Indonesia. Pertama, ketidakpastian perekonomian global kembali meningkat.
Pergeseran komposisi pertumbuhan ekonomi global 2023 semakin kuat, meskipun secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi global sama dengan prakiraan sebelumnya di 2,7%.
"Di satu sisi, pertumbuhan ekonomi China lebih rendah akibat keyakinan pelaku ekonomi yang melemah, serta utang rumah tangga yang tinggi sehingga menurunkan konsumsi dan kinerja properti yang turun, yang kemudian berdampak pada investasi," ujar Erwindo dalam pelatihan wartawan Bank Indonesia (BI) di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sabtu (9/9/2023).
Tak hanya itu, ekonomi Eropa juga melemah dipicu oleh dampak eskalasi ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) lebih baik dari prakiraan semula.
"Ini dipengaruhi oleh konsumsi yang membaik, ditopang kenaikan upah dan pemanfaatan tabungan yang tinggi (excess saving)," tambah Erwindo.
Erwindo juga menggingatkan bahwa tekanan inflasi negara maju masih tinggi, dipengaruhi oleh perekonomian yang kuat dan pasar tenaga kerja yang ketat, sedangkan inflasi di negara berkembang telah menurun.
"Hal ini diperkirakan mendorong berlanjutnya kenaikan suku bunga kebijakan moneter di negara maju, termasuk Fed Funds Rate (FFR) AS," kata Erwindo.
Masalah lainnya adalah ketidakpastian pasar keuangan global juga meningkat. Aliran modal ke negara berkembang lebih selektif dan tekanan nilai tukar negara berkembang meningkat.
Erwindo menyampaikan, berbagai perkembangan terkini perekonomian global semakin menaikkan ketidakpastian pasar keuangan dan mendorong aliran modal ke negara berkembang lebih selektif.
"Tekanan nilai tukar di negara berkembang meningkat, sehingga memerlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi risiko rambatan global tersebut, termasuk di Indonesia," pungkasnya.
Pergeseran komposisi pertumbuhan ekonomi global 2023 semakin kuat, meskipun secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi global sama dengan prakiraan sebelumnya di 2,7%.
"Di satu sisi, pertumbuhan ekonomi China lebih rendah akibat keyakinan pelaku ekonomi yang melemah, serta utang rumah tangga yang tinggi sehingga menurunkan konsumsi dan kinerja properti yang turun, yang kemudian berdampak pada investasi," ujar Erwindo dalam pelatihan wartawan Bank Indonesia (BI) di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sabtu (9/9/2023).
Tak hanya itu, ekonomi Eropa juga melemah dipicu oleh dampak eskalasi ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) lebih baik dari prakiraan semula.
"Ini dipengaruhi oleh konsumsi yang membaik, ditopang kenaikan upah dan pemanfaatan tabungan yang tinggi (excess saving)," tambah Erwindo.
Erwindo juga menggingatkan bahwa tekanan inflasi negara maju masih tinggi, dipengaruhi oleh perekonomian yang kuat dan pasar tenaga kerja yang ketat, sedangkan inflasi di negara berkembang telah menurun.
"Hal ini diperkirakan mendorong berlanjutnya kenaikan suku bunga kebijakan moneter di negara maju, termasuk Fed Funds Rate (FFR) AS," kata Erwindo.
Masalah lainnya adalah ketidakpastian pasar keuangan global juga meningkat. Aliran modal ke negara berkembang lebih selektif dan tekanan nilai tukar negara berkembang meningkat.
Erwindo menyampaikan, berbagai perkembangan terkini perekonomian global semakin menaikkan ketidakpastian pasar keuangan dan mendorong aliran modal ke negara berkembang lebih selektif.
"Tekanan nilai tukar di negara berkembang meningkat, sehingga memerlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi risiko rambatan global tersebut, termasuk di Indonesia," pungkasnya.
(uka)