Seperti ini Strategi Nyeleneh Korporasi Dunia, Bertahan Di Tengah Pandemi

Senin, 03 Agustus 2020 - 09:05 WIB
loading...
Seperti ini Strategi Nyeleneh Korporasi Dunia, Bertahan Di Tengah Pandemi
strategi perusahaan dunia bertahan di tengah pandemi.Ilustrasi:SINDONews
A A A
JAKARTA - Di tengah ancaman resesi yang dihadapi hampir seluruh negara di dunia, para pelaku bisnis pun mengantisipasinya dengan strategi yang tidak biasa. Disebut tidak biasa, karena memang strategi bisnis yang dilancarkan beberapa korporasi skala dunia ini tidak lazim, di luar bisnis intinya (core business).

Seperti yang dilakukan oleh Eastman Kodak Company, perusahaan kelas dunia yang memproduksi peralatan fotografi, pekan lalu mengumumkan segera merambah bisnis farmasi melalui perusahaan, Kodak Pharmaceuticals.

Perang dagang dan dilanjutkan dengan pandemi Virus Corona (Covid -19), membuat Kodak makin terpuruk. Pemerintah Amerika pun mengulurkan bantuannya kepada perusahaan yang sudah menjadi salah satu ikon Amerika itu.

Pemerintah Donald Trump mengucurkan pinjaman kepada perusahaan yang sudah berdiri sejak 1888 ini sebesar USD765 juta atau sekitar Rp11,2 triliun.

Untuk mengucurkan kredit ini pemerintah USA meminta syarat kepada Kodak. Perusahaan itu harus mau memproduksi obat untuk penderita Corona. Syarat itu, suka tidak suka disetujui oleh Kodak. Mereka pun bersedia memproduksi bahan baku obat, diantaranya hydroxychloroquine, obat malaria yang akan digunakan oleh Pemerintah Amerika dalam pengobatan Covid-19.
Pemerintah Amerika memang tengah pusing tujuh keliling menghadapi pandemi Corona. Pasalnya, jumlah penderita virus ini, baik yang terkonfirmasi positif maupun meninggal dunia terus bertambah. Sudah lebih dari 4,7 juta warga Amerika yang positif Corona dan lebih dari 157 ribu diantaranya meninggal dunia.

Berbagai upaya pun dilakukan Amerika Serikat untuk mengatasi pandemi ini. Termasuk memberikan insentif kepada perusahaan yang ikut membantu pemerintah memerangi Corona.

Jim Continenza, Executive Chair Kodak ,jelas saja merasa beruntung dengan tawaran dari Pemerintah Amerika Serikat itu. Ia pun mengatakan, pihaknya bakal memanfaatkan semaksimal mungkin infrastruktur yang dimiliki perusahaan. Serta keahlian di bidang pembuatan bahan kimia, untuk meningkatkan inovasi dan kualitas dari produk-produk yang diluncurkan Kodak Pharmaceuticals.

Pemerintah Amerika Serikat menjelaskan bantuan kredit untuk Kodak ini dikucurkan berdasarkan Undang-Undang Produksi Pertahanan. Dari UU tersebut pun memungkinkan mengubah produsen film fotografi ternama di dunia menjadi pembuat bahan-bahan farmasi.

Presiden Donal Trump pun mengatakan, ini merupakan salah satu kesepakatan paling penting dalam sejarah industri farmasi Amerika. Selain dapat memproduksi obat Corona dalam jumlah yang banyak dan cepat, kesepakatan ini juga akan menciptakan ratusan lapangan kerja untuk penduduk Amerika.

Menurut Gedung Putih, begitu beroperasi penuh, Kodak akan mampu memproduksi 25% bahan-bahan aktif obat generik yang diperlukan semua obat nonbiologis dan nonantibakteri yang ada di Amerika.

Kodak Company, bukan perusahaan penyedia peralatan fotografi pertama yang banting setir jadi produsen obat. Sebelumnya Fujifilm sudah lebih dahulu merambah dunia farmasi.

Perusahaan asal Jepang yang juga terkenal memproduksi kamera ini, telah resmi membuat obat flu bermerek Avigan, yang dinyatakan efektif melawan virus Corona melalui anak perusahaannya Fujifilm Toyama Chemical.

Avigan sebenarnya sudah dikembangkan sejak 2014 dan kini obat tersebut telah diberikan pada pasien corona di Jepang sejak Februari. Uji klinis juga sudah dilakukan pada 200 pasien di rumah sakit Wuhan dan Shenzhen.

Anak perusahaan Fujifilm di Texas Amerika, yakni Fujifilm Holdings Corp, dikabarkan juga telah mendapat kontrak senilai USD 265 juta dollar AS atau setara dengan Rp 3,8 triliun dari Pemerintah Amerika Serikat. Kontrak tersebut digunakan untuk meningkatkan produksi vaksin potensial Covid-19.

Sebelumnya, anak perusahaan Fujifilm yang lain, yakni Fujifilm Diosynth, telah berhasil memproduksi secara massal bahan dasar vaksin virus Novavax, NVX-CoV2373. Atas keberhasilan ini pabrik Fujifilm di Amerika pun didorong untuk juga bisa mengembangkan vaksin antivirus Corona.

Dengan keberhasilan ini boleh jadi ke depan Fujifilm akan lebih banyak lagi memproduksi Avigan dan terus menyempurnakan vaksin antivirus yang telah dikembangkannya itu. Di saat pandemi tentunya obat dan vaksin akan jadi produk yang lebih menguntungkan daripada menjual kamera.

Lain lagi strategi yang dilakukan oleh raksasa otomotif Amerika, Ford Motor Co. Sejumlah pabrik Ford yang ada di Eropa di tutup, di Amerika, Ford juga tengah memertimbangkan untuk menutup pabriknya. Perusahaan asal Amerika Serikat itu memprediksi bakal mengalami kerugian USD5 miliar atau sekitar Rp77 triliun pada kuartal II 2020 ini.

Untuk memperkecil kerugian yang diderita, Ford Motor pun kini mlai memroduksi alat vrntilator. Alat bantu pernafasan ini sekarang amat dibutuhkan, ketika saat wabah corna menerjang. Apalagi saat ini di Eropa dan Amerika mereka yang terjangkit virus mematikan ini jumlahnya terus bertambah.

Bekerjasama dengan 3M dan GE Elctronic, Ford Motor pun memproduksi ventilator. Jumlah yang diproduksi juga tidak sedikit. Targetnya Ford ingin memproduksi sekitar 50 ribu ventilator dalam sebulan.

Perusahan asal Taiwan, Foxconn, yang memproduksi berbagai komponen untuk iPhone, kini mulai menjadi produsen masker kesehatan. Hal yang sama juga dilkukan oleh perusahaan elektronik Sharp, serta Yinghe Technology, perusahaan penghasil baterai lithium.

Pandemi Corona membuat kegiatan ekspor impor terhenti, kebutuhan masker kesehatan terus meningkat. Para raksasa teknologi ini pun memanfaatkan peluang yang ada untuk memproduksi masker guna memenuhi kebutuhan produk ini di negara mereka masing-masing.

Menolak Menyerah

Lalu bagaimana dengan di Indonesia? Kondisi bisnis memang hampir sama di seluruh dunia, tengah merana karena Corona. Meski demikian, para pelaku pebisnis memang tidak mau menyerah begitu saja oleh keadaan. Bahkan sebaliknya di mata entrepreneur di tengah kondisi sulit seperti saat ini, banyak menghadirkan peluang bisnis baru yang menjanjikan.

Buktinya saja Maspion Group, perusahaan yang terkenal dengan produk-produk perkakas rumah tangga ini mencoba berinovasi. Di saat masa pandemi ini malah menjual sabun batangan.

Meski terkesan produk sederhana, Maspion Group merasa perlu untuk mendirikan perusahaan yang khusus memproduksi sabun, yakni PT Shanghai Maspion Oleo Chemical Industry. Perusahaan ini merupakan perusahaan patungan antara PT Maspion Investindo dan Shanghai Soap (Group) Co. Ltd Cina, yang khusus bergerak dalam bisnis sabun.

Salah satu produknya adalah sabun cendana dengan merek Bee and Flower. Selain itu yang terbaru Maspion memproduksi sabun yang diberi merek CT 19. Sabun batangan diarahkan untuk digunakan oleh konsumen dalam upaya untuk menjaga kebesihan, memutus rantai penularan virus Covid 19. “Dengan hanya uang Rp1.600 bisa cuci tangan hingga 1000 kali untuk mencegah virus Corona, “ujar Ali Markus, pemilik Maspion Group.

Lain lagi upaya yang dilakukan oleh PT Pindad (Persero), BUMN yang memproduksi berbagai peralatan perang, termasuk kendaraan taktis lapis baja untuk keperluan militer. Dari sumberdaya yang mereka miliki, mereka berhasil memproduksi ventilator portable yang diberinama Convent-20.

Covent-20 merupakan ventilator darurat dengan siklus waktu dan volume konstan yang dirancang untuk digunakan dalam menangani penderita yang sulit bernafas, Sebelum dibawa ke rumah sakit (pra-rumah sakit), atau saat dipindahkan dari rumah sakit yang satu ke rumah sakit yang lain (antar-rumah sakit).

Pindad juga menjual ventilator tipe VRM yang dibandrol dengan harga Rp 10 juta – Rp 15 juta. Lebih murah dibandingkan dengan ventilator impor yang umumnya dijual dengan harga Rp 700 juta. Pindad bisa menjual ventilator dengan harga bersaing, karena memang menggunakan bahan baku dan komponen dari dalam negeri.

Perusahaan tekstil dan produk tekstil (TPT), PT Sri Rejeki Isman Tbk atau yang lebih popular dengan sebutan Sritex, tengah menghadapi kondisi sulit, karena ekspor yang turun. Padahal pasar eskpor menyumbang sekitar 65% pendapatan perusahaan. Kebijakan lockdown di beberapa negara membuat pendapatan perusahaan pun merosot.

Untuk mencegah kemosotan yang lebih jauh, perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia ini sekarang mengambil strategi diversifikasi tersebut dengan produk-produk seperti masker dan perlengkapan APD untuk dipasarkan di dalam negeri.

Langkah tersebut diambil sebagai antisipasi meluasnya dampak penurunan ekspor terhadap pendapatan perusahaan. Ditambah lagi saat ini produk-produk tersebut, baik masker dan APD merupakan produk yang paling banyak permintaan di Indonesia.

Menurut Direktur Utama Sritex, Iwan Setiawan Lukminto, upaya ini dilakukan agar pendapatan perusahaan tidak terlalu turun banyak dan menggenjot produk-produk yang kini banyak permintaannya.

Meski dianggap nyeleneh, upaya dari perusahaan-perusahaan ini bisa menjadi inspirasi. Mereka terus berusaha dan berinovasi, menolak untuk menyerah, saat kondisi bisnis terus tertekan akibat pandemi.
(eko)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3352 seconds (0.1#10.140)