Pemerintah Beri Alasan Operasi Pasar Tak Mempan Turunkan Harga Beras
loading...
A
A
A
JAKARTA - Harga beras di pasaran terus melambung tinggi. Berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), rata-rata harga beras nasional hari ini berada di angka Rp14.450 per kilogram (kg).
Angka tersebut lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk zona satu yang ditetapkan pemerintah yakni Rp 10.900 per kg untuk beras medium dan Rp 13.900 per kg untuk premium. Adapun zona satu meliputi Jawa, Lampung, Sumsel, Bali, NTB, dan Sulawesi.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi mengatakan, tingginya harga Gabah Kering Panen (GKP) menjadi sebab tingginya harga beras di pasar saat ini. "Kita kalau hari ini, seperti ini artinya penggiling padi tidak dapat proper GKP, Karena GKP harganya tinggi maka harga beras tinggi," ujar Arief saat ditemui di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta Timur, Rabu (4/10/2023).
Dia mengatakan, operasi pasar atau Stabilisasi Pasokan dan Harga Pasar (SPHP) yang dilakukan Perum Bulog baik di pasar ritel dan tradisional harus dibarengi dengan penekanan harga GKP, sehingga membuat harga pangan dasar di pasar lebih murah atau stabil.
"Jadi mesti simultan seluruhnya. Harga ya itu pastinya, kemudian SPHP di modern market, traditional market juga jalan seharusnya harga itu bisa tertahan, sambil menunggu panen karena bagaimanapun juga perlu sinergi menjadi kunci utama," ucapnya.
Mahalnya harga pangan, terutama beras ikut menyumbang inflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi komoditas beras pada September 2023 lebih disebabkan karena penurunan luas tanam padi dan penurunan produksi gabah yang menyebabkan tingginya harga gabah dan beras baik di tingkat petani, penggilingan, maupun pedagang.
Kenaikan tertinggi harga beras terjadi di tingkat penggilingan dengan rata-rata nasional di harga Rp 12.708 per kg atau memberikan andil 27,43 persen (yoy) terhadap inflasi. Adapun komponen harga pangan bergejolak (volatile food) kerap menjadi faktor penyumbang inflasi terbesar. Pada September tahun ini saja, komoditas beras memiliki andil inflasi 0,18 persen (month to month/mtm) dan 0,55 persen (year on year/yoy).
Sebab itu, penguatan stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) terus dilakukan agar dapat leluasa melakukan intervensi harga. Dikatakan Arief, kondisi produksi dalam negeri yang mengalami penurunan harus diantisipasi dengan penguatan cadangan beras melalui optimalisasi panen dalam negeri, maupun pengadaan beras dari luar negeri.
Berdasarkan laporan BPS, kondisi neraca beras pada tiga bulan akhir 2023 dalam kondisi defisit, sehingga diperlukan penguatan stok CBP untuk menguatkan stok CBP melalui percepatan realisasi pengadaan dari luar negeri.
Angka tersebut lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk zona satu yang ditetapkan pemerintah yakni Rp 10.900 per kg untuk beras medium dan Rp 13.900 per kg untuk premium. Adapun zona satu meliputi Jawa, Lampung, Sumsel, Bali, NTB, dan Sulawesi.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi mengatakan, tingginya harga Gabah Kering Panen (GKP) menjadi sebab tingginya harga beras di pasar saat ini. "Kita kalau hari ini, seperti ini artinya penggiling padi tidak dapat proper GKP, Karena GKP harganya tinggi maka harga beras tinggi," ujar Arief saat ditemui di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta Timur, Rabu (4/10/2023).
Dia mengatakan, operasi pasar atau Stabilisasi Pasokan dan Harga Pasar (SPHP) yang dilakukan Perum Bulog baik di pasar ritel dan tradisional harus dibarengi dengan penekanan harga GKP, sehingga membuat harga pangan dasar di pasar lebih murah atau stabil.
"Jadi mesti simultan seluruhnya. Harga ya itu pastinya, kemudian SPHP di modern market, traditional market juga jalan seharusnya harga itu bisa tertahan, sambil menunggu panen karena bagaimanapun juga perlu sinergi menjadi kunci utama," ucapnya.
Mahalnya harga pangan, terutama beras ikut menyumbang inflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi komoditas beras pada September 2023 lebih disebabkan karena penurunan luas tanam padi dan penurunan produksi gabah yang menyebabkan tingginya harga gabah dan beras baik di tingkat petani, penggilingan, maupun pedagang.
Kenaikan tertinggi harga beras terjadi di tingkat penggilingan dengan rata-rata nasional di harga Rp 12.708 per kg atau memberikan andil 27,43 persen (yoy) terhadap inflasi. Adapun komponen harga pangan bergejolak (volatile food) kerap menjadi faktor penyumbang inflasi terbesar. Pada September tahun ini saja, komoditas beras memiliki andil inflasi 0,18 persen (month to month/mtm) dan 0,55 persen (year on year/yoy).
Sebab itu, penguatan stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) terus dilakukan agar dapat leluasa melakukan intervensi harga. Dikatakan Arief, kondisi produksi dalam negeri yang mengalami penurunan harus diantisipasi dengan penguatan cadangan beras melalui optimalisasi panen dalam negeri, maupun pengadaan beras dari luar negeri.
Berdasarkan laporan BPS, kondisi neraca beras pada tiga bulan akhir 2023 dalam kondisi defisit, sehingga diperlukan penguatan stok CBP untuk menguatkan stok CBP melalui percepatan realisasi pengadaan dari luar negeri.
(nng)