Waduh! Bursa Karbon Bikin Tarif Listrik Berpeluang Naik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah kalangan menyambut positif peresmian Bursa Karbon Indonesia (I DX Karbon ) yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa pekan lalu (26/9/2023). Reforminer Institute mengungkap, ada tiga sektor di Indonesia yang paling banyak menghasilkan emisi karbon , yakni kelistrikan, transportasi dan Industri.
Menurut Reforminer, dengan adanya bursa karbon maka akan ada konsekuensi yang perlu di antisipasi lantaran nantinya berdampak pada biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik.
"Ada impact ke BPP tenagalistrik. Kalau sebelumnya tidak ada biaya tambahan, dengan adanya bursa karbon tentu akan ada tambahan. Tergantung cappingnya di batasan berapa. Kalau lebih akan ada biaya yang harus keluar," jelas Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, dikutip Kamis (5/10/2023).
Ia menambahkan, sebelum ada bursa karbon, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah mengeluarkan standar baku mutu ke semua sektor. Untuk memenuhi standar yang ditetapkan KLHK, kata dia, berdasarkan kajian PLN, terdapat tambahan Rp115-Rp120 per KWh.
"Nanti tergantung cappingnya mau ditetapkan di berapa, lalu selisihnya berapa akan jadi additional cost bagi teman-teman di sektor kelistrikan," urainya.
"Belum lagi, sejauh ini sebesar 70% produksi listrik di Indonesia masih berbasis fosil sehingga hal ini masih harus dicermati oleh pemerintah," imbuhnya.
Untuk itu Komaidi pun meminta hal ini tidak hanya perlu dilihat dari sisi lingkungan namun juga perlu menyeimbangkan dengan sudut pandang sosial, ekonomi dan daya beli masyarakat.
"Betul kalau perspektif dari sudut pandang lingkungan sangat bagus. Kita kan harus balance karena ada aspek sosial, ekonomi dan daya beli masyarakat termasuk kelangsungan bisnis IPP jadi harus dilihat dari semua aspek," tutup Komaidi.
Menurut Reforminer, dengan adanya bursa karbon maka akan ada konsekuensi yang perlu di antisipasi lantaran nantinya berdampak pada biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik.
"Ada impact ke BPP tenagalistrik. Kalau sebelumnya tidak ada biaya tambahan, dengan adanya bursa karbon tentu akan ada tambahan. Tergantung cappingnya di batasan berapa. Kalau lebih akan ada biaya yang harus keluar," jelas Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, dikutip Kamis (5/10/2023).
Ia menambahkan, sebelum ada bursa karbon, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah mengeluarkan standar baku mutu ke semua sektor. Untuk memenuhi standar yang ditetapkan KLHK, kata dia, berdasarkan kajian PLN, terdapat tambahan Rp115-Rp120 per KWh.
"Nanti tergantung cappingnya mau ditetapkan di berapa, lalu selisihnya berapa akan jadi additional cost bagi teman-teman di sektor kelistrikan," urainya.
"Belum lagi, sejauh ini sebesar 70% produksi listrik di Indonesia masih berbasis fosil sehingga hal ini masih harus dicermati oleh pemerintah," imbuhnya.
Untuk itu Komaidi pun meminta hal ini tidak hanya perlu dilihat dari sisi lingkungan namun juga perlu menyeimbangkan dengan sudut pandang sosial, ekonomi dan daya beli masyarakat.
"Betul kalau perspektif dari sudut pandang lingkungan sangat bagus. Kita kan harus balance karena ada aspek sosial, ekonomi dan daya beli masyarakat termasuk kelangsungan bisnis IPP jadi harus dilihat dari semua aspek," tutup Komaidi.
(uka)