5 Dinamika Perubahan Global Jadi Sorotan Perry Warjiyo, Intip Detailnya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menyoroti bahwa dinamika global itu sangat cepat dan sangat tidak terprediksi. Semenjak Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI bulan lalu, terjadi perubahan yang sangat cepat dalam kurun 2 minggu setelahnya.
"Ini dikonfirmasi dalam pembahasan sidang G20 dan IMF di Maroko yang dihadiri saya dan bu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati," ujar Gubernur BI , Perry dalam Konferensi Pers Hasil RDG BI di Jakarta, Kamis (19/10/2023).
Dia pun menyebut ada 5 dinamika perubahan global yang cepat. Pertama, bahwa pertumbuhan ekonomi global akan melambat.
Perry juga menyebut bahwa divergensinya Amerika Serikat (AS) tahun ini masih kuat tapi juga akan melambat tahun depan. China pun sekarang sudah melambat di tahun ini dan akan melambat pula di tahun depan.
"Ini di tahun 2024-2025 ekonomi akan melambat, di 2024 divergensi melebar, kemudian menyempit di 2025, di 2026 baru mulai stabilizing. Jadi, tahun 2024 masih dibayangi ketidakpastian oleh pertumbuhan ekonomi global yang melambat," jelas Perry.
Seluruh dunia sebut dia, harus mendorong permintaan domestik supaya pertumbuhan ekonominya tinggi sebagai konsekuensinya.
"Kedua, tensi ketegangan geopolitik ini meningkat, menyebabkan harga minyak sudah naik, harga pangan tetap tinggi, ini akan memperlambat penurunan inflasi global," tambah Perry.
Yang ketiga, sambung Perry, suku bunga di negara maju termasuk Fed Funds Rate (FFR) akan menjadi higher for longer. Bahkan, BI memproyeksikan ada probabilitas 40% FFR naik di Desember
2023.
"Tapi naik tidak naik, FFR itu masih akan tetap tinggi di paruh I 2024, baru akan menurun pada paruh II 2024," ucap Perry.
Dinamika keempat adalah Kenaikan suku bunga global tidak hanya di jangka pendek. Kebijakan moneter menaikkan suku bunga adalah untuk dijangka pendek.
"Suku bunga US Treasury, obligasi Paman Sam tinggi sekitar 5,2%, tapi tenor 10 tahun 4,8%, yang 30 tahun juga naik, ini bedanya dengan bulan lalu," kata Perry.
Dia mengatakan bahwa ini adalah bentuk itu term premia, perbedaan suku bunga tenor jangka panjang dan jangka pendek. Sekarang, term premia naik, sehingga suku bunga jangka panjang mulai bergerak naik.
"Naik karena kebutuhan pembiayaan utang pemerintah negara-negara maju dan juga negara berkembang. Utangnya buat apa? Selama COVID-19, para pemerintah berbagai negara butuh pembiayaan fiskal tinggi, utangnya tinggi, dan market sudah mulai price ini," papar Perry.
Jadi situasi higher for longer bukan hanya berlaku untuk FFR, dan sekarang juga akan higher untuk yield surat berharga obligasi pemerintah dari negara-negara maju.
"Implikasinya dari yang keempat, sehingga aliran modal dari negara emerging yang tadinya sudah mulai stabil, dan mulai masuk ke Indonesia dan negara-negara EM, sekarang kembali lagi ke negara maju dan memperkuat dolar AS," pungkas Perry.
"Ini dikonfirmasi dalam pembahasan sidang G20 dan IMF di Maroko yang dihadiri saya dan bu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati," ujar Gubernur BI , Perry dalam Konferensi Pers Hasil RDG BI di Jakarta, Kamis (19/10/2023).
Dia pun menyebut ada 5 dinamika perubahan global yang cepat. Pertama, bahwa pertumbuhan ekonomi global akan melambat.
Perry juga menyebut bahwa divergensinya Amerika Serikat (AS) tahun ini masih kuat tapi juga akan melambat tahun depan. China pun sekarang sudah melambat di tahun ini dan akan melambat pula di tahun depan.
"Ini di tahun 2024-2025 ekonomi akan melambat, di 2024 divergensi melebar, kemudian menyempit di 2025, di 2026 baru mulai stabilizing. Jadi, tahun 2024 masih dibayangi ketidakpastian oleh pertumbuhan ekonomi global yang melambat," jelas Perry.
Seluruh dunia sebut dia, harus mendorong permintaan domestik supaya pertumbuhan ekonominya tinggi sebagai konsekuensinya.
"Kedua, tensi ketegangan geopolitik ini meningkat, menyebabkan harga minyak sudah naik, harga pangan tetap tinggi, ini akan memperlambat penurunan inflasi global," tambah Perry.
Yang ketiga, sambung Perry, suku bunga di negara maju termasuk Fed Funds Rate (FFR) akan menjadi higher for longer. Bahkan, BI memproyeksikan ada probabilitas 40% FFR naik di Desember
2023.
"Tapi naik tidak naik, FFR itu masih akan tetap tinggi di paruh I 2024, baru akan menurun pada paruh II 2024," ucap Perry.
Dinamika keempat adalah Kenaikan suku bunga global tidak hanya di jangka pendek. Kebijakan moneter menaikkan suku bunga adalah untuk dijangka pendek.
"Suku bunga US Treasury, obligasi Paman Sam tinggi sekitar 5,2%, tapi tenor 10 tahun 4,8%, yang 30 tahun juga naik, ini bedanya dengan bulan lalu," kata Perry.
Dia mengatakan bahwa ini adalah bentuk itu term premia, perbedaan suku bunga tenor jangka panjang dan jangka pendek. Sekarang, term premia naik, sehingga suku bunga jangka panjang mulai bergerak naik.
"Naik karena kebutuhan pembiayaan utang pemerintah negara-negara maju dan juga negara berkembang. Utangnya buat apa? Selama COVID-19, para pemerintah berbagai negara butuh pembiayaan fiskal tinggi, utangnya tinggi, dan market sudah mulai price ini," papar Perry.
Jadi situasi higher for longer bukan hanya berlaku untuk FFR, dan sekarang juga akan higher untuk yield surat berharga obligasi pemerintah dari negara-negara maju.
"Implikasinya dari yang keempat, sehingga aliran modal dari negara emerging yang tadinya sudah mulai stabil, dan mulai masuk ke Indonesia dan negara-negara EM, sekarang kembali lagi ke negara maju dan memperkuat dolar AS," pungkas Perry.
(akr)