Komentar Masyarakat Soal Biaya Isi Ulang E-Money

Senin, 18 September 2017 - 17:06 WIB
Komentar Masyarakat Soal Biaya Isi Ulang E-Money
Komentar Masyarakat Soal Biaya Isi Ulang E-Money
A A A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) dalam waktu dekat akan mengeluarkan aturan terkait pembebanan biaya isi ulang (top up) uang elektronik ( e-money ) kepada konsumen. Besaran biaya tersebut berkisar antara Rp1.500 hingga Rp2.000 per satu kali pengisian.

(Baca Juga: Top Up Kena Biaya Bikin E-Money Tidak Menarik)

Deny (28) mengungkapkan bahwa e-money sejatinya sangat membantu masyarakat yang intens menggunakan transportasi kereta api ataupun untuk transaksi di jalan tol. Namun, dia berharap masyarakat tidak dikenakan biaya tambahan saat pengisian ulang.

"Kalau bisa jangan dikenakan biaya untuk top-up," harapnya saat berbincang dengan SINDOnews di Jakarta, Senin (18/9/2017).

Bahkan, dia justru menginginkan agar konsumen diberikan insentif seperti potongan harga jika menggunakan uang elektronik. Hal tersebut juga akan membantu menyukseskan program gerakan nontunai (cashless society).

"Misalnya, bagi pengguna e-money diberikan potongan diskon 25% untuk kereta atau tol, dengan demikian masyarakat tertarik untuk menggunakam emoney dalam setiap transaksinya," imbuh dia.

(Baca Juga: Ombudsman Akan Panggil Gubernur BI Soal Biaya Isi Ulang E-Money)

Sementara itu, Kurniasih (24) mengungkapkan, pada dasarnya sejak awal top up e-money telah dikenakan biaya tambahan. Misalnya, saat dirinya mengisi ulang e-money di Indomaret maka dikenakan biaya Rp1.000 per satu kali transaksi.

"Misal saya isi Rp50 ribu bayarnya jadi Rp51 ribu. Saya sih enggak tahu ini kebijakan dari Bank Mandiri atau Indomaretnya," jelas dia.

Menurutnya, pembebanan biaya isi ulang e-money kepada konsumen sangat memberatkan. Terlebih , untuk konsumen yang hanya menggunakannya untuk naik kereta atau busway.

"Misal dia isi Rp20 ribu di shelter busway, taruh lah biayanya Rp2.500. kalau seminggu sekali isi Rp20 ribu, sebulan 4 kali, kenanya Rp2.500 kali 4 itu Rp10.000. Lumayan juga kan," tuturnya.

Komentar berbeda dari karyawan swasta bernama Novita (26). Dia mengaku tak masalah dengan rencana BI memberlakukan biaya tambahan isi ulang e-money. Sepanjang, biayanya masih terjangkau dan tidak memberatkan.

"Anggap aja seperti beli pulsa, ada biaya tambahan, sama halnya kita makan ke restoran pasti kena pajak, dan itu tidak masalah selagi masih relevan biaya tambahannya," ungkap dia.

Karena menurut dia, suka atau tidak suka masyarakat akan membeli uang elektronik tersebut. Sebab, itu sudah menjadi kebutuhan terutama bagi para pekerja.

"Suka enggak suka pasti beli kok e-money, karena memang sudah menjadi kebutuhan transportasi umum terutama bagi pekerja," imbuhnya.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4134 seconds (0.1#10.140)