Aturan Baru, Taksi Online Wajib Asuransikan Penumpang

Jum'at, 20 Oktober 2017 - 10:25 WIB
Aturan Baru, Taksi Online Wajib Asuransikan Penumpang
Aturan Baru, Taksi Online Wajib Asuransikan Penumpang
A A A
JAKARTA - Para penumpang taksi online ke depan akan makin terlindungi. Dalam aturan terbarunya, pemerintah mewajibkan perusahaan penyelenggara taksi online untuk memberikan fasilitas asuransi kepada tiap penumpang.

Dengan kebijakan baru ini, otomatis besaran tarif yang bakal dikenakan kepada penumpang nantinya tak sekadar ongkos perjalanan, tetapi juga meliputi biaya untuk perlindungan asuransi. Rencananya, aturan kewajiban layanan asuransi bagi penumpang diberlakukan mulai 1 November mendatang. Aturan baru ini merupakan bagian dari revisi Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No 26/2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek (taksi online).

Selain asuransi, dalam aturan baru ini juga ada kewajiban pengemudi taksi online untuk memiliki surat izin mengemudi (SIM) A umum sesuai golongannya, bukan SIM A pribadi seperti yang berlaku selama ini. "Ada beberapa hal yang ditambahkan, sekarang itu masih ada SIM A pribadi, jadi harus ada SIM A umum yang harus dibuat. Yang kedua, harus ada asuransi,” kata Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya saat memberikan keterangan pers di Kantor Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Jakarta, kemarin.

Menurut Menhub, aturan baru kewajiban adanya asuransi ini dibuat untuk menjamin adanya keselamatan bagi penumpang. Selain asuransi, setiap taksi online juga diwajibkan menempel stiker. Stiker angkutan sewa khusus (ASK) ini wajib ditempel di kaca depan kanan atas dan belakang serta di kanan dan kiri badan kendaraan.

Stiker memuat informasi wilayah operasi, jangka waktu berlaku izin, nama badan hukum, dan latar belakang logo Kementerian Perhubungan. Pemerintah berharap aturan-aturan baru ini bisa meminimalkan benturan antara taksi online dan taksi konvensional seperti akhir-akhir ini mencuat di berbagai daerah.

Latar belakang munculnya revisi Permenhub ini juga antara lain karena Agustus lalu Mahkamah Agung (MA) membatalkan sejumlah pasal setelah ada aduan keberatan dari pengemudi taksi online. Rumusan revisi Permenhub No 26/2017 lainnya adalah soal pengaturan argometer taksi, tarif atas dan bawah, wilayah operasi, kuota/perencanaan kebutuhan, persyaratan minimal limakendaraan, bukti kepemilikan kendaraan bermotor, domisili tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB), sertifikat registrasi uji tipe (SRUT) kendaraan bermotor, dan peran aplikator.

Mengenai penentuan tarif batas bawah dan batas atas menurut Menhub dimaksudkan untuk menghindari terjadinya monopoli. "Ya, kita memang mengharapkan mengatur ini agar monopoli tidak terjadi, kesetaraan terjadi. Dan dengan kesetaraan ini, semua stakeholder bisa hidup berdampingan," ungkapnya.

Poin lainnya yang ditambahkan dalam revisi adalah kewajiban perusahaan aplikasi untuk memberikan akses digital dasbor kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika, Dirjen Perhubungan Darat, Kepala BPTJ, atau gubernur sesuai kewenangannya. Sebelum disahkan, revisi Permenhub masih menunggu masukan berbagai pihak. Setelah ditetapkan, peraturan yang menjadi payung hukum pengoperasian taksi online di Indonesia itu akan disosialisasikan selama tiga hingga enam bulan.

Dalam jumpa pers di Kemenhub kemarin, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan bahwa pemerintah merangkul semua pihak seperti taksi online, Organda, dan organisasi pengemudi untuk mengatasi persoalan di lapangan saat ini. Revisi tersebut, kata dia, masih akan mengakomodasi masukan-masukan dari berbagai pihak.

"Sambil kita melihat di lapangan seperti apa. Yang jelas, revisi akan selesai pada 1 November 2017," terang dia.

Soal tarif taksi online, penetapannya menjadi kewenangan Direktur Jenderal atas usulan kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek/gubernur. Usulan tarif tersebut juga wajib dibahas terlebih dahulu bersama pemangku kepentingan.

Sekretaris Jenderal Organisasi Gabungan Angkutan Darat (Organda) Ateng Haryono mengatakan, pihaknya akan menunggu penerapan aturan revisi tersebut di lapangan. Menurutnya, jika bisa diterapkan dengan baik, revisi Permenhub tersebut bisa membantu mengatasi persoalan selama ini.

"Tapi kalau tidak jalan, terus bagaimana sanksinya. Selama ini, ya mereka bikin kacau karena tidak nurut. Yang jelas, mari kita lihat lagi penerapan aturan ini," ujarnya.

Sementara itu, kalangan perusahaan taksi online mengapreasi pemerintah melakukan revisi Permenhub No 27 ini. Head of Public Affairs Grab Indonesia Tri Sukma menilai, pemerintah yang telah mengambil bagian dari proses panjang perjalanan taksi online di Indonesia.

"Kalau saya bilang, ini adalah bagian dari proses perubahan. Jadi masyarakat berubah, dan yang paling cepat memang Jakarta bisa menerima. Kalau daerah mungkin memerlukan waktu lebih lama," katanya.

Namun, Tri Sukma juga masih ragu terhadap penerapan revisi aturan ini, khususnya soal pengembalian aturan tarif yang kewenangannya dikembalikan ke daerah. Menurutnya, koordinasi penentuan tarif dengan daerah tampaknya bakal sulit dilakukan.

Tak Sekadar Tarif Murah

Soal penentuan tarif ini, pengamat transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata Semarang Djoko Setijowarno menilai transportasi online dipilih masyarakat karena sifatnya yang mudah dan efisien. Meski begitu, tarif murah saja tidak akan cukup karena perlu ada perhitungan biaya yang wajar.

"Jika transportasi online dijalankan apa adanya tanpa subsidi dan gimmick marketing, sebetulnya berapa? Sebab tanpa subsidi dan gimmick marketing, tak mungkin harganya bisa semurah itu," ujar dia.

Dia menyimpulkan bahwa jika taksi online menjalankan bisnis dengan subsidi tidak wajar maka bisa dianggap sebagai praktik bisnis yang tak sehat. "Jadi perlu ada audit untuk model bisnis macam ini. Sebab nyatanya, bisnis yang sejenis di luar negeri tarifnya tak jauh berbeda dengan taksi resmi," jelasnya.

Menurutnya, pemerintah hendaknya menyosialisasikan pentingnya tarif wajar, bukan tarif murah. "Selebihnya baru kita perhatikan yang lain, mau kuota, pelayanannya, dan sebagainya. Yang lebih penting adalah tarifnya dulu yang dilihat," pungkas dia.

Seperti diketahui, mengacu Permenhub No 27 yang berlaku hingga 1 November mendatang, tarif batas bawah per kilometernya untuk wilayah I ditetapkan Rp3.500 dan batas atasnya Rp6.000. Untuk wilayah II, tarif batas bawahnya Rp3.700 dan batas atasnya Rp6.500.

Anggota Komisi V DPR Moh Nizar Zahro meminta Menhub segera memberlakukan aturan baru tentang transportasi online sejak Permenhub 26/2017 dibatalkan oleh MA akhir Agustus lalu, karena kekosongan hukum beberapa bulan ini cukup membuat kegelisahan bagi penyedia jasa transportasi.

"Agar ada kepastian hukum sebagai pedoman bagi transportasi online sehingga bisa segera dilaksanakan dan dipatuhi,” kata Nizar.

Sementara itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga S Uno mengaku akan mengikuti keputusan tentang aturan Menhub mengenai transportasi online. "Pada prinsip nya, kita akan mengikuti aturan yang ada. Kita akan dukung aturan itu,” ucapnya singkat.
(amm)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4530 seconds (0.1#10.140)