KSPI Minta Hak Pekerja di UU Ketenagakerjaan Tak Diotak-atik

Jum'at, 20 Oktober 2017 - 13:23 WIB
KSPI Minta Hak Pekerja di UU Ketenagakerjaan Tak Diotak-atik
KSPI Minta Hak Pekerja di UU Ketenagakerjaan Tak Diotak-atik
A A A
JAKARTA - Usulan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) agar pemerintah merevisi Undang-Undang (UU) No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan menuai reaksi kalangan pekerja. Kalaupun direvisi, pekerja meminta agar pasal-pasal yang berkaitan dengan hak karyawan tidak diotak-atik.

"Isu mengenai ketenagakerjaan merupakan hal yang sensitif, harus hati-hati. Kami memahami dan melihat alasan pengusaha mengusulkan revisi UU Ketenagakerjaan itu sah-sah saja. Tapi kami juga minta hak pekerja tidak diotak-atik," ujar Wakil Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Djumhur Hidayat dalam diskusi di Hotel Mercure Jakarta, Jumat (20/10/2017).

Sebelumnya, beberapa usulan revisi dikaitkan dengan formulasi pesangon, upah minimum, serta perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Menanggapi usualn tersebut, Djumhur bersikukuh bahwa ketentuan mengenai pesangon seharusnya tetap disesuaikan dengan masa kerja. Mengenai masalah upah minimum, kata dia, hal itu juga perlu dikaji lebih lanjut. Sebab, kata dia, bila dibandingkan dengan sejumlah negara ASEAN lainnya, upah minimum di Indonesia termasuk yang terendah.

Menurut dia, buruh yang bekerja di Malaysia mendapatkan gaji lebih besar ketimbang buruh di Indonesia untuk pekerjaan yang sama. Kendati begitu, kata dia, hal itu tidak menghalangi investor untuk tetap masuk ke Negeri Jiran tersebut. "Karena itu, masalah ketenagakerjaan di Indonesia sebetulnya lebih pada pada detail penerapannya," kata dia.

Mengenai jaminan sosial, Djumhur menyebut Indonesia pun masih tertinggal dibandingkan negara ASEAN lainnya. Negara seperti Singapura dan Malaysia, kata dia, menyisihkan kira-kira 23% dan 15% dari upah untuk dana pensiun, sementara di Indonesia hanya 7%. "Makanya, tidak adil bila dikatakan sudah ada UU Pensiun, mengingat jumlahnya sangat kecil," ujarnya.

Djumhur juga menilai bahwa kesenjangan sosial saat ini semakin besar dibanding sebelum era reformasi. Karena itu, dia berharap pemerintah hadir melakukan pengawasan.

"Selama ini pengawasan sangat lemah. Bahkan, biasanya serikat pekerja tidak pernah dilibatkan dalam pembicaraan antara pemerintah dan pengusaha," cetusnya.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6059 seconds (0.1#10.140)