Mengurai Makna Konstruksi Berkelanjutan di Indonesia lewat OGRA 2023 Asia
loading...
A
A
A
TANGERANG - Konstruksi berkelanjutan di Asia khususnya Indonesia memiliki makna tersendiri bagi pembangunan masyarakat. Ini terlihat dari berbagai proyek yang memenangkan Onduline Green Roof Awards (OGRA) 2023 ASIA.
Puncak penyelenggaraan OGRA 2023 ASIA telah usai pada, Rabu (29/11/2023). Onduline Indonesia bersama Onduline Group telah memilih lima pemenang utama, yang menjadi representasi karya terbaik di antara lebih dari 700 peserta yang berpartisipasi sejak dibukanya pendaftaran pada 4 April 2023 lalu.
Kompetisi terbuka untuk arsitek perorangan dan proyek, desainer, pengembang properti dan pelaksana konstruksi yang ingin membuat perubahan besar dan inovatif di dunia arsitektur Asia.
Dihelat lewat kolaborasi Onduline dengan asosiasi besar yaitu Green Building Council Indonesia (GBCI), Philippines Green Building Council, Malaysia Green Building Council dan Indian Green Building Council, tema: Tropical Passive Roof Design for Low Energy Houses menjadi keunikan sekaligus tantangan bagi para peserta professional, untuk mengimajinasikan kembali hunian ideal dengan menempatkan kenyamanan tata cahaya dan udara, serta dekor keseluruhan interior-eksterior sebagai kesatuan yang padu dalam fungsional sebuah ruang.
OGRA 2023 ASIA adalah kompetisi dua tahunan yang mengapresiasi proyek konstruksi dan desain berkelanjutan (sustainable) berhadiah total USD9,200 atau setara hampir Rp150 juta. Sejak awal berniat mendorong pengembangan properti berkelanjutan itu, sekaligus memberikan panduan kepada konsumen dalam memilih material ramah alam.
Ini adalah sayembara OGRA keenam kalinya sepanjang 10 tahun terakhir yang diselenggarakan sebagai kompetisi regional, dan pertama kalinya diselenggarakan di level Asia, yang mencakup Indonesia, India, Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam.
“Tahun ini kami mengangkat tema kompetisi cukup sulit dan tidak familiar. Umumnya kompetisi desain dan arsitektur itu fokus pada looks, artistik dan dekorasi, namun pada kompetisi OGRA 2023 ASIA ini ada kriteria nilai tambah, yaitu fungsi," ujar Ketua Sayembara OGRA 2023 ASIA, Reissa Siregar dalam Konferensi Pers Winner Announcement OGRA 2023 ASIA di Tangerang, Rabu (29/11).
"Bagaimana desain bangunan tersebut cocok diaplikasikan untuk daerah tropis, bisa dihuni tidak. Kompetisi ini bukan sekadar sayembara, tetapi berharap ada value dan dampak terhadap hidup manusia karena hampir 80 persen hidup kita berada dalam bangunan,” sambungnya.
Penilaian proyek masih berdasarkan sejumlah kriteria yang dianggap paling mempengaruhi keberlanjutan sebuah bangunan dan kehidupan manusia di dalamnya. Yaitu, perancangan rumah tinggal yang berorientasi passive design dan clean energy, yaitu rancang bangun yang responsif terhadap iklim lokal dan memanfaatkan energi alternatif yang berasal dari energi terbarukan untuk mengurangi beban biaya energi dan dapat mendinginkan bangunan, serta penggunaan material yang bersifat renewable/reuse/ISO 14001 (environmental friendly material).
Super Ketat
Peserta dari Indonesia tercatat paling banyak memasukkan karyanya, diikuti Filipina dan Vietnam. Dari seluruh karya yang lolos seleksi, ada 15 karya desain lanjut ke babak berikutnya.
Ke-empat juri, yaitu Onduline Asia Pacific Director Onduline Olivier Guilluy, Ketua GBCI Iwan Prijanto, Prinsipal Archimetric Architect Ivan Priatman, serta Arsitek dan Perencana Kota asal Filipina Felino 'Jun' Palafox Jr., kemudian mengurasinya menjadi Top 6, hingga ditentukan lima karya desain terbaik sebagai pemenang OGRA 2023 ASIA.
“Proses penjurian dilakukan secara transparan dan fair dengan tidak menampilkan identitas peserta kepada juri. Kami hanya lampirkan nomor peserta dan nomor karya desainnya. Jadi semua juri, tanpa terkecuali, tidak mengetahui karya yang sedang dinilai tersebut berasal dari negara mana. Negara asal baru diketahui setelah ditentukan nomor berapa saja yang masuk dalam Top 6,” ungkap Reissa.
The Green Passage, Indonesia
karya Arsitek Tobias Kea Suksmalana
Juara 2 Onduline Green Roof Awards 2023 ASIA
Jaro Ngaso, Indonesia
karya Arsitek Prayoga Arya
Mahawa-The Breathing House, Indonesia
karya Arsitek Sahlan
Juara 4 Onduline Green Roof Awards 2023 ASIA
Tropicool Roof, Indonesia
karya Arsitek Dwi Nurul Ilmih
Juara 5 Onduline Green Roof Awards 2023 ASIA
Padi Dhara, Indonesia
karya Arsitek Partogi
Karya nomor berjudul The Green Passage yang dirancang oleh Tobias Kea Suksmalana dari D.I. Yogyakarta berhasil meraih juara pertama OGRA 2023 ASIA. Tobias memanfaatkan momen renovasi sebuah rumah di Kampung Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah, sebagai studi desainnya. Arsitektur tradisional menjadi prinsip dasar rancangan desain yang mengedepankan passive design dan zero energy sebagai tema besar kompetisi.
“Titik awal desain saya adalah menyeimbangkan tanggung jawab terhadap lingkungan dan melihat keseluruhan sistem yang saling terkait, baik orientasi, bentuk, dan pemilihan bahan bangunan yang disesuaikan dengan iklim mikro di Indonesia. Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk berkreasi dengan desain pasif. Salah satunya, memanfaatkan potensi energi angin dari koridor jalanan kampung yang masuk ke dalam rumah melalui jendela dan atap,” papar Sarjana Arsitektur jebolan Universitas Gajah Mada ini.
Tobias mengkombinasikan massa bangunan dan detail arsitektur secara seksama untuk memastikan adanya ventilasi silang di dalam rumah. Sentuhan material kayu bekas pada struktur tiang dan atap rumah tak hanya melugaskan kesan rumah adat masa lampau, namun juga menghadirkan sirkulasi udara yang baik dan menciptakan privasi penghuni.
“Dengan menggunakan material kayu bekas tersebut kita dapat menghemat sekitar 50-70% biaya material kayu. Genteng tanah liat bekas juga bisa dikreasikan sebagai finishing lantai. Selain dari aspek biaya, penggunaan material ini juga merupakan upaya pengurangan emisi karbon,” jelasnya.
Lantai loteng pada area atap berfungsi sebagai instalasi pengolahan air hujan. Air hujan yang ditampung melalui talang atap akan disaring terlebih dahulu sebelum disimpan dan digunakan. “Air hujan yang telah diolah bisa digunakan untuk berkebun dan menyuplai air ke kolam ikan. Kelebihan air dialirkan ke sumur resapan dan sistem drain perancis yang terletak di sekeliling bangunan,” imbuhnya.
Atas pencapaiannya tersebut, pria kelahiran 1990 ini mendapatkan hadiah uang tunai USD 3,300 setara Rp52 jutaan (kurs 15,800), tropi Juara 1 dan akan diundang sebagai pembicara di sejumlah kegiatan Onduline Indonesia.
Indonesia Menonjol
Para juri yang merupakan jajaran arsitek internasional ternama memilih proyek yang paling menonjol. Menjadi kebanggaan, lima arsitek Indonesia berhasil memborong seluruh podium juara di ajang kompetisi OGRA 2023 ASIA. Mereka menampilkan ide dan gagasan terbaiknya demi bersaing dengan ratusan peserta dari enam negara di Asia.
Menurut Onduline Asia Pacific Director Onduline Olivier Guilluy yang menjadi salah satu anggota juri dalam OGRA 2023 ASIA ini, peserta dari Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan mutunya semakin baik dan terbukti bisa menyabet seluruh podium penghargaan kali ini.
“Siapapun bisa berkontribusi dalam mendukung pembangunan yang keberlanjutan, termasuk Indonesia. Yang terpenting kita bisa mengintegrasikan berbagai ide desain demi manfaat yang lebih besar untuk manusia dan lingkungannya,” tuturnya.
Country Director Onduline Indonesia, Esther Pane, turut memberikan dua jempol untuk rancang bangun rumah tinggal yang menonjolkan respons atas berbagai isu teknologi, lingkungan, sosial ekonomi, dan budaya yang memengaruhi konstruksi kontemporer, dan menawarkan solusi visioner terhadap cara kita membangun.
“Arsitek dan profesi arsitektur lainnya merupakan bagian penting untuk pertumbuhan bisnis kami. Mereka sangat memahami komitmen kami mengenai bangunan dan material ramah lingkungan yang membawa dampak positif terhadap bumi. Tujuan akhir kompetisi ini bukan award melainkan membangun dunia lebih baik. Maka itu, kami memilih karya desain bangunan yang memihak pada alam dan manusia, dengan tetap mempertahankan sisi estetiknya,” katanya di tengah-tengah seremoni penghargaan OGRA 2023 ASIA.
Ketua GBCI Iwan Prijanto menyatakan, penilaian karya sangat mempertimbangkan potensi rancang atap yang mudah diterapkan, selain memenuhi kriteria sehat, nyaman, estetik dan ramah lingkungan.
Menurutnya sudah semestinya para arsitek dan desainer Indonesia melahirkan solusi perancangan yang tidak hanya berputar di situ-situ saja. Sebab, kota-kota dunia tidak lagi berlomba untuk menunjukkan kemegahan, melainkan menunjukkan kecerdasan khususnya dalam menggunakan dan mengelola sumber daya.
Upaya total NetZero tidak akan tercapai bila perilaku dan desain bangunan kita masih boros sumber daya. Ide yang terlahir dari seluruh peserta OGRA ini diharapkan dapat menjadi pilihan solusi untuk mewujudkan Net Zero Healthy Building yang efektif sehingga mampu mengurangi laju pertumbuhan emisi karbon ke lingkungan,” pungkasnya.
“Sustainable itu perlu upaya sistemik dan komprehensif multidisiplin yang harus dilakukan sejak penentuan dan perancangan tapak, pemilihan material bangunan, hingga merancang massa bangunannya agar menghasilkan nilai tambah dan estetika tinggi namun dengan sumber daya konstruksi dan operasi serendah mungkin. Kemenangan para arsitek Indonesia ini tentu akan menaikkan kualitas desain arsitektur Tanah Air di skala Asia, dan otomatis juga akan membawa semangat bertumbuhnya dunia arsitektur nasional,” paparnya.
Sementara itu Prinsipal Architect Archimetric, Ivan Priatman mengatakan, mentransformasi peradaban Indonesia menuju pembangunan yang hemat energi dan berdampak rendah adalah sebuah keniscayaan. Selama ini paling besar penggunaan energi pada bangunan disebabkan oleh proses-proses menciptakan iklim buatan dalam ruangan melalui pemanasan, pendinginan, ventilasi dan pencahayaan. Konsumsi energi umumnya memakan minimal 25% dari total biaya operasional.
Manifestasinya bisa dimulai dari pengendalian diri konsumsi energi dilanjutkan dengan pemanfaatan metode dan teknologi efisensi energi dan memaksimalkan penggunaan renewable energy.
“Konsep bangunan hemat energi memang memungkinkan biaya pembangunan besar di awal, namun dengan mendorong penghuni untuk menggunakan analis biaya siklus, mereka dapat melihat keuntungan dari rumah hemat energi dalam jangka panjang, baik secara biaya operasional maupun biaya pemeliharaan,” ujarnya.
Di sisi lain, Arsitek dan Perencana Kota asal Filipina, Felino 'Jun' Palafox Jr mengatakan, pihaknya telah diminta Onduline untuk menilai secara profesional dan keilmuan desain rumah tinggal yang fokus pada solusi atap berkelanjutan. Ia memuji kualitas peserta.
“Karya yang masuk sangat beragam. Potensinya luar biasa. Artinya lomba desain Onduline Green Roof Awards ini sudah memberikan ruang bagi karya inovatif dan kreatif profesional arsitek yang konsen dengan bangunan respek terhadap green architecture. Karya peserta harus mampu menerjemahkan muatal lokal, cara-cara efektif untuk mengurangi kebutuhan energi seperti orientasi tempat yang baik, kekedapan udara, jendela berperforma tinggi, peralatan hemat energi dan sebagainya,” tandasnya.
Puncak penyelenggaraan OGRA 2023 ASIA telah usai pada, Rabu (29/11/2023). Onduline Indonesia bersama Onduline Group telah memilih lima pemenang utama, yang menjadi representasi karya terbaik di antara lebih dari 700 peserta yang berpartisipasi sejak dibukanya pendaftaran pada 4 April 2023 lalu.
Kompetisi terbuka untuk arsitek perorangan dan proyek, desainer, pengembang properti dan pelaksana konstruksi yang ingin membuat perubahan besar dan inovatif di dunia arsitektur Asia.
Dihelat lewat kolaborasi Onduline dengan asosiasi besar yaitu Green Building Council Indonesia (GBCI), Philippines Green Building Council, Malaysia Green Building Council dan Indian Green Building Council, tema: Tropical Passive Roof Design for Low Energy Houses menjadi keunikan sekaligus tantangan bagi para peserta professional, untuk mengimajinasikan kembali hunian ideal dengan menempatkan kenyamanan tata cahaya dan udara, serta dekor keseluruhan interior-eksterior sebagai kesatuan yang padu dalam fungsional sebuah ruang.
OGRA 2023 ASIA adalah kompetisi dua tahunan yang mengapresiasi proyek konstruksi dan desain berkelanjutan (sustainable) berhadiah total USD9,200 atau setara hampir Rp150 juta. Sejak awal berniat mendorong pengembangan properti berkelanjutan itu, sekaligus memberikan panduan kepada konsumen dalam memilih material ramah alam.
Ini adalah sayembara OGRA keenam kalinya sepanjang 10 tahun terakhir yang diselenggarakan sebagai kompetisi regional, dan pertama kalinya diselenggarakan di level Asia, yang mencakup Indonesia, India, Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam.
“Tahun ini kami mengangkat tema kompetisi cukup sulit dan tidak familiar. Umumnya kompetisi desain dan arsitektur itu fokus pada looks, artistik dan dekorasi, namun pada kompetisi OGRA 2023 ASIA ini ada kriteria nilai tambah, yaitu fungsi," ujar Ketua Sayembara OGRA 2023 ASIA, Reissa Siregar dalam Konferensi Pers Winner Announcement OGRA 2023 ASIA di Tangerang, Rabu (29/11).
"Bagaimana desain bangunan tersebut cocok diaplikasikan untuk daerah tropis, bisa dihuni tidak. Kompetisi ini bukan sekadar sayembara, tetapi berharap ada value dan dampak terhadap hidup manusia karena hampir 80 persen hidup kita berada dalam bangunan,” sambungnya.
Penilaian proyek masih berdasarkan sejumlah kriteria yang dianggap paling mempengaruhi keberlanjutan sebuah bangunan dan kehidupan manusia di dalamnya. Yaitu, perancangan rumah tinggal yang berorientasi passive design dan clean energy, yaitu rancang bangun yang responsif terhadap iklim lokal dan memanfaatkan energi alternatif yang berasal dari energi terbarukan untuk mengurangi beban biaya energi dan dapat mendinginkan bangunan, serta penggunaan material yang bersifat renewable/reuse/ISO 14001 (environmental friendly material).
Super Ketat
Peserta dari Indonesia tercatat paling banyak memasukkan karyanya, diikuti Filipina dan Vietnam. Dari seluruh karya yang lolos seleksi, ada 15 karya desain lanjut ke babak berikutnya.
Ke-empat juri, yaitu Onduline Asia Pacific Director Onduline Olivier Guilluy, Ketua GBCI Iwan Prijanto, Prinsipal Archimetric Architect Ivan Priatman, serta Arsitek dan Perencana Kota asal Filipina Felino 'Jun' Palafox Jr., kemudian mengurasinya menjadi Top 6, hingga ditentukan lima karya desain terbaik sebagai pemenang OGRA 2023 ASIA.
“Proses penjurian dilakukan secara transparan dan fair dengan tidak menampilkan identitas peserta kepada juri. Kami hanya lampirkan nomor peserta dan nomor karya desainnya. Jadi semua juri, tanpa terkecuali, tidak mengetahui karya yang sedang dinilai tersebut berasal dari negara mana. Negara asal baru diketahui setelah ditentukan nomor berapa saja yang masuk dalam Top 6,” ungkap Reissa.
Berikut karya-karya arsitek dan desainer yang memenangkan OGRA 2023 ASIA.
Juara 1 Onduline Green Roof Awards 2023 ASIAThe Green Passage, Indonesia
karya Arsitek Tobias Kea Suksmalana
Juara 2 Onduline Green Roof Awards 2023 ASIA
Jaro Ngaso, Indonesia
karya Arsitek Prayoga Arya
Mahawa-The Breathing House, Indonesia
karya Arsitek Sahlan
Juara 4 Onduline Green Roof Awards 2023 ASIA
Tropicool Roof, Indonesia
karya Arsitek Dwi Nurul Ilmih
Juara 5 Onduline Green Roof Awards 2023 ASIA
Padi Dhara, Indonesia
karya Arsitek Partogi
Karya nomor berjudul The Green Passage yang dirancang oleh Tobias Kea Suksmalana dari D.I. Yogyakarta berhasil meraih juara pertama OGRA 2023 ASIA. Tobias memanfaatkan momen renovasi sebuah rumah di Kampung Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah, sebagai studi desainnya. Arsitektur tradisional menjadi prinsip dasar rancangan desain yang mengedepankan passive design dan zero energy sebagai tema besar kompetisi.
“Titik awal desain saya adalah menyeimbangkan tanggung jawab terhadap lingkungan dan melihat keseluruhan sistem yang saling terkait, baik orientasi, bentuk, dan pemilihan bahan bangunan yang disesuaikan dengan iklim mikro di Indonesia. Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk berkreasi dengan desain pasif. Salah satunya, memanfaatkan potensi energi angin dari koridor jalanan kampung yang masuk ke dalam rumah melalui jendela dan atap,” papar Sarjana Arsitektur jebolan Universitas Gajah Mada ini.
Tobias mengkombinasikan massa bangunan dan detail arsitektur secara seksama untuk memastikan adanya ventilasi silang di dalam rumah. Sentuhan material kayu bekas pada struktur tiang dan atap rumah tak hanya melugaskan kesan rumah adat masa lampau, namun juga menghadirkan sirkulasi udara yang baik dan menciptakan privasi penghuni.
“Dengan menggunakan material kayu bekas tersebut kita dapat menghemat sekitar 50-70% biaya material kayu. Genteng tanah liat bekas juga bisa dikreasikan sebagai finishing lantai. Selain dari aspek biaya, penggunaan material ini juga merupakan upaya pengurangan emisi karbon,” jelasnya.
Lantai loteng pada area atap berfungsi sebagai instalasi pengolahan air hujan. Air hujan yang ditampung melalui talang atap akan disaring terlebih dahulu sebelum disimpan dan digunakan. “Air hujan yang telah diolah bisa digunakan untuk berkebun dan menyuplai air ke kolam ikan. Kelebihan air dialirkan ke sumur resapan dan sistem drain perancis yang terletak di sekeliling bangunan,” imbuhnya.
Atas pencapaiannya tersebut, pria kelahiran 1990 ini mendapatkan hadiah uang tunai USD 3,300 setara Rp52 jutaan (kurs 15,800), tropi Juara 1 dan akan diundang sebagai pembicara di sejumlah kegiatan Onduline Indonesia.
Indonesia Menonjol
Para juri yang merupakan jajaran arsitek internasional ternama memilih proyek yang paling menonjol. Menjadi kebanggaan, lima arsitek Indonesia berhasil memborong seluruh podium juara di ajang kompetisi OGRA 2023 ASIA. Mereka menampilkan ide dan gagasan terbaiknya demi bersaing dengan ratusan peserta dari enam negara di Asia.
Menurut Onduline Asia Pacific Director Onduline Olivier Guilluy yang menjadi salah satu anggota juri dalam OGRA 2023 ASIA ini, peserta dari Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan mutunya semakin baik dan terbukti bisa menyabet seluruh podium penghargaan kali ini.
“Siapapun bisa berkontribusi dalam mendukung pembangunan yang keberlanjutan, termasuk Indonesia. Yang terpenting kita bisa mengintegrasikan berbagai ide desain demi manfaat yang lebih besar untuk manusia dan lingkungannya,” tuturnya.
Country Director Onduline Indonesia, Esther Pane, turut memberikan dua jempol untuk rancang bangun rumah tinggal yang menonjolkan respons atas berbagai isu teknologi, lingkungan, sosial ekonomi, dan budaya yang memengaruhi konstruksi kontemporer, dan menawarkan solusi visioner terhadap cara kita membangun.
“Arsitek dan profesi arsitektur lainnya merupakan bagian penting untuk pertumbuhan bisnis kami. Mereka sangat memahami komitmen kami mengenai bangunan dan material ramah lingkungan yang membawa dampak positif terhadap bumi. Tujuan akhir kompetisi ini bukan award melainkan membangun dunia lebih baik. Maka itu, kami memilih karya desain bangunan yang memihak pada alam dan manusia, dengan tetap mempertahankan sisi estetiknya,” katanya di tengah-tengah seremoni penghargaan OGRA 2023 ASIA.
Ketua GBCI Iwan Prijanto menyatakan, penilaian karya sangat mempertimbangkan potensi rancang atap yang mudah diterapkan, selain memenuhi kriteria sehat, nyaman, estetik dan ramah lingkungan.
Menurutnya sudah semestinya para arsitek dan desainer Indonesia melahirkan solusi perancangan yang tidak hanya berputar di situ-situ saja. Sebab, kota-kota dunia tidak lagi berlomba untuk menunjukkan kemegahan, melainkan menunjukkan kecerdasan khususnya dalam menggunakan dan mengelola sumber daya.
Upaya total NetZero tidak akan tercapai bila perilaku dan desain bangunan kita masih boros sumber daya. Ide yang terlahir dari seluruh peserta OGRA ini diharapkan dapat menjadi pilihan solusi untuk mewujudkan Net Zero Healthy Building yang efektif sehingga mampu mengurangi laju pertumbuhan emisi karbon ke lingkungan,” pungkasnya.
“Sustainable itu perlu upaya sistemik dan komprehensif multidisiplin yang harus dilakukan sejak penentuan dan perancangan tapak, pemilihan material bangunan, hingga merancang massa bangunannya agar menghasilkan nilai tambah dan estetika tinggi namun dengan sumber daya konstruksi dan operasi serendah mungkin. Kemenangan para arsitek Indonesia ini tentu akan menaikkan kualitas desain arsitektur Tanah Air di skala Asia, dan otomatis juga akan membawa semangat bertumbuhnya dunia arsitektur nasional,” paparnya.
Sementara itu Prinsipal Architect Archimetric, Ivan Priatman mengatakan, mentransformasi peradaban Indonesia menuju pembangunan yang hemat energi dan berdampak rendah adalah sebuah keniscayaan. Selama ini paling besar penggunaan energi pada bangunan disebabkan oleh proses-proses menciptakan iklim buatan dalam ruangan melalui pemanasan, pendinginan, ventilasi dan pencahayaan. Konsumsi energi umumnya memakan minimal 25% dari total biaya operasional.
Manifestasinya bisa dimulai dari pengendalian diri konsumsi energi dilanjutkan dengan pemanfaatan metode dan teknologi efisensi energi dan memaksimalkan penggunaan renewable energy.
“Konsep bangunan hemat energi memang memungkinkan biaya pembangunan besar di awal, namun dengan mendorong penghuni untuk menggunakan analis biaya siklus, mereka dapat melihat keuntungan dari rumah hemat energi dalam jangka panjang, baik secara biaya operasional maupun biaya pemeliharaan,” ujarnya.
Di sisi lain, Arsitek dan Perencana Kota asal Filipina, Felino 'Jun' Palafox Jr mengatakan, pihaknya telah diminta Onduline untuk menilai secara profesional dan keilmuan desain rumah tinggal yang fokus pada solusi atap berkelanjutan. Ia memuji kualitas peserta.
“Karya yang masuk sangat beragam. Potensinya luar biasa. Artinya lomba desain Onduline Green Roof Awards ini sudah memberikan ruang bagi karya inovatif dan kreatif profesional arsitek yang konsen dengan bangunan respek terhadap green architecture. Karya peserta harus mampu menerjemahkan muatal lokal, cara-cara efektif untuk mengurangi kebutuhan energi seperti orientasi tempat yang baik, kekedapan udara, jendela berperforma tinggi, peralatan hemat energi dan sebagainya,” tandasnya.
(akr)