Pemerintah Cari Jalan Tekan Rp26 Triliun yang Dihabiskan PLN
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Litbang ESDM melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (P3TKEBTKE) memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni ( crude palm oil/CPO ) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020.
Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Perencanaan Strategis, Yudo Dwinanda Priaadi, menyampaikan bahwa Indonesia masih memiliki banyak ruang untuk migrasi BBM ke bahan bakar nabati. Jika 50% jumlah pembangkit listrik tenga disel (PLTD) milik PLN atau lebih dari 2.000 PLTD dapat dialihkan menggunakan CPO, tentunya PT PLN dapat menekan biaya BBM cukup besar.
"Pemerintah juga diuntungkan karena dapat menghemat anggaran subsidi listrik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun" kata Yudo dikutip dalam laman Kementerian ESDM, Minggu (9/8/2020).
Lebih lanjut dijelaskan Kepala P3TKEBTKE Chrisnawan Anditya, kajian ini dilatarbelakangi masih tingginya penggunaan bahan bakar minyak (BBM) untuk PLTD dan PLTMG (pembangkit listrik tenaga minyak dan gas). Data statistik menunjukkan bahwa pemakaian BBM di pembangkit PLN pada tahun 2018 sekitar empat juta kilo liter.
"Pemakaian BBM tersebut diperkirakan akan meningkat 960 ribu kilo liter per tahun, dengan tambahan PLTMG baru dengan total kapasitas sebesar 520 MW selama 2019 hingga 2028," sambung Chrisnawan. ( Baca juga:Warga Riau Tipu Warga Yogyakarta, Janjikan Jadi Karyawan PLN )
Penggunaan BBM pada PLTD ini berdampak cukup besar pada biaya operasional PLN. Data statistik PLN tahun 2018 mencatat biaya bahan bakar di PLTD mencapai Rp26 triliun rupiah atau 16% dari total biaya bahan bakar PLN. Sedangkan listrik yang dihasilkan PLTD hanya 6% dari total listrik yang diproduksi PLN.
Walaupun begitu penggunaan PLTD masih diperlukan, terutama untuk daerah terisolir. Pemerintah mencoba mengurangi pemakaian BBM di PLTD dengan membangun pembangkit listrik EBT di beberapa PLTD, namun jumlahnya belum banyak. Penggunaan minyak nabati murni di PLTD ini diharapkan dapat mengurangi pemakaian BBM secara signifikan.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan bulan Mei 2020, terdapat 4.984 unit PLTD dengan total kapasitas 4.780,8 MW di Indonesia. Penyusunan database PLTD dilakukan dengan memetakan sebaran PLTD beserta karakteristiknya (pola operasi, usia, dan efisiensi).
Uji operasi diterapkan pada dua genset kapasitas 20 kW 4 silinder selama 500 jam. Ada lima jenis bahan bakar yang akan dianalisa, yaitu B30, CPO 100%; deminerallized CPO, industrial vegetable oil (IVO), dan degummed CPO. Sistem pemanas CPO dilakukan pada suhu 85 oC. Tim secara terus-menerus akan memantau emisi, efisiensi pemakaian bahan bakar, filter, cylinder head, nozzle, dan lain-lain.
Tahap selanjutnya adalah pemetaan sebaran lokasi industri CPO dan kapasitas produksi, pemetaan moda dan jasa transportasi, pemetaan distribusi CPO eksisting, proyeksi suplai dan permintaan CPO, hingga penentuan rute pengiriman CPO.
Ketiga tahap tersebut akan menentukan penyusunan kebijakan dan regulasi terhadap konversi bahan bakar PLTD. Tim akan menyampaikan rekomendasi terkait jadwal konversi PLTD, baik dari sisi jumlah, lokasi, serta kebutuhan investasi yang dibutuhkan. Tim juga akan menyusun syarat kualitas CPO yang dapat digunakan pada PLTD dan uji sampel CPO sebagaimana pada SNI 01-2901-2006 & SNI 8483:2018. Terakhir adalah analisis skenario pembiayaan atau pendanaan investasi termasuk pola insentif, subsidi, dan skema pembiayaan lainnya.
Selain menggandeng BPDPKS, kajian ini juga melibatkan beberapa mitra lain, yakni Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, PLN Litbang, dan Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung.
Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Perencanaan Strategis, Yudo Dwinanda Priaadi, menyampaikan bahwa Indonesia masih memiliki banyak ruang untuk migrasi BBM ke bahan bakar nabati. Jika 50% jumlah pembangkit listrik tenga disel (PLTD) milik PLN atau lebih dari 2.000 PLTD dapat dialihkan menggunakan CPO, tentunya PT PLN dapat menekan biaya BBM cukup besar.
"Pemerintah juga diuntungkan karena dapat menghemat anggaran subsidi listrik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun" kata Yudo dikutip dalam laman Kementerian ESDM, Minggu (9/8/2020).
Lebih lanjut dijelaskan Kepala P3TKEBTKE Chrisnawan Anditya, kajian ini dilatarbelakangi masih tingginya penggunaan bahan bakar minyak (BBM) untuk PLTD dan PLTMG (pembangkit listrik tenaga minyak dan gas). Data statistik menunjukkan bahwa pemakaian BBM di pembangkit PLN pada tahun 2018 sekitar empat juta kilo liter.
"Pemakaian BBM tersebut diperkirakan akan meningkat 960 ribu kilo liter per tahun, dengan tambahan PLTMG baru dengan total kapasitas sebesar 520 MW selama 2019 hingga 2028," sambung Chrisnawan. ( Baca juga:Warga Riau Tipu Warga Yogyakarta, Janjikan Jadi Karyawan PLN )
Penggunaan BBM pada PLTD ini berdampak cukup besar pada biaya operasional PLN. Data statistik PLN tahun 2018 mencatat biaya bahan bakar di PLTD mencapai Rp26 triliun rupiah atau 16% dari total biaya bahan bakar PLN. Sedangkan listrik yang dihasilkan PLTD hanya 6% dari total listrik yang diproduksi PLN.
Walaupun begitu penggunaan PLTD masih diperlukan, terutama untuk daerah terisolir. Pemerintah mencoba mengurangi pemakaian BBM di PLTD dengan membangun pembangkit listrik EBT di beberapa PLTD, namun jumlahnya belum banyak. Penggunaan minyak nabati murni di PLTD ini diharapkan dapat mengurangi pemakaian BBM secara signifikan.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan bulan Mei 2020, terdapat 4.984 unit PLTD dengan total kapasitas 4.780,8 MW di Indonesia. Penyusunan database PLTD dilakukan dengan memetakan sebaran PLTD beserta karakteristiknya (pola operasi, usia, dan efisiensi).
Uji operasi diterapkan pada dua genset kapasitas 20 kW 4 silinder selama 500 jam. Ada lima jenis bahan bakar yang akan dianalisa, yaitu B30, CPO 100%; deminerallized CPO, industrial vegetable oil (IVO), dan degummed CPO. Sistem pemanas CPO dilakukan pada suhu 85 oC. Tim secara terus-menerus akan memantau emisi, efisiensi pemakaian bahan bakar, filter, cylinder head, nozzle, dan lain-lain.
Tahap selanjutnya adalah pemetaan sebaran lokasi industri CPO dan kapasitas produksi, pemetaan moda dan jasa transportasi, pemetaan distribusi CPO eksisting, proyeksi suplai dan permintaan CPO, hingga penentuan rute pengiriman CPO.
Ketiga tahap tersebut akan menentukan penyusunan kebijakan dan regulasi terhadap konversi bahan bakar PLTD. Tim akan menyampaikan rekomendasi terkait jadwal konversi PLTD, baik dari sisi jumlah, lokasi, serta kebutuhan investasi yang dibutuhkan. Tim juga akan menyusun syarat kualitas CPO yang dapat digunakan pada PLTD dan uji sampel CPO sebagaimana pada SNI 01-2901-2006 & SNI 8483:2018. Terakhir adalah analisis skenario pembiayaan atau pendanaan investasi termasuk pola insentif, subsidi, dan skema pembiayaan lainnya.
Selain menggandeng BPDPKS, kajian ini juga melibatkan beberapa mitra lain, yakni Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, PLN Litbang, dan Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung.
(uka)