Pembentukan Lembaga Pengawas Penting untuk Awasi 18.157 Koperasi Simpan Pinjam
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Koperasi dan UKM ( KemenKopUKM ) menyatakan pentingnya keberadaan Lembaga Pengawas Simpan Pinjam Koperasi (LPK) untuk membangun industri simpan pinjam koperasi yang sehat dan kuat di masyarakat.
“Kehadiran lembaga pengawas nantinya akan meningkatkan efektivitas pengawasan usaha simpan pinjam koperasi di Indonesia,” kata Deputi Bidang Perkoperasian KemenKopUKM Ahmad Zabadi dalam keterangan tertulis, Rabu (13/12/2023).
Zabadi menegaskan, kehadiran LPK untuk memperkokoh sistem pengawasan dengan mengonsolidasi penyelenggaraan pengawasan pada satu lembaga khusus. Tujuannya untuk mengurangi arbitrase regulasi sebagaimana yang terjadi saat ini.
“Arbitrase regulasi dapat dihilangkan atau diminimalkan mengacu pada konstitusi bahwa sektor keuangan merupakan kewenangan pemerintah pusat,” katanya.
Jumlah koperasi simpan pinjam (KSP) di Indonesia, menurut Zabadi, ada kecenderungan berkurang dari sisi kuantitas dari tahun ke tahun. Tercatat jumlah KSP saat ini sebanyak 18.157 unit.
“Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah menitikberatkan pada peningkatan kualitas. Peningkatan kualitas koperasi dilakukan dengan berbagai strategi kebijakan, di antaranya mendorong restrukturisasi serta modernisasi koperasi,” ucapnya.
Di negara maju, pengawasan usaha simpan pinjam koperasi dilakukan oleh Bank Sentral (Eropa) atau Otoritas Jasa Keuangan. Atau oleh lembaga pengawas khusus seperti di Amerika Serikat (AS), yang dilakukan oleh NCUA (National Credit Union Administration) yang berdiri sejak 1934.
“Model NCUA dianggap sebagai pilihan yang baik, karena membuka peluang dan meningkatkan partisipasi gerakan koperasi atau industri dalam pengawasan. Pola seperti itu yang kita ingin adopsi di masa mendatang,” ujar Zabadi.
Usaha simpan pinjam dipahami sebagai usaha berisiko tinggi, sehingga diperlukan pengawasan dari pemerintah untuk menjamin akuntabilitas, transparansi, prudensial dan kepatuhan.
“Kehadiran lembaga pengawas nantinya akan meningkatkan efektivitas pengawasan usaha simpan pinjam koperasi di Indonesia,” kata Deputi Bidang Perkoperasian KemenKopUKM Ahmad Zabadi dalam keterangan tertulis, Rabu (13/12/2023).
Zabadi menegaskan, kehadiran LPK untuk memperkokoh sistem pengawasan dengan mengonsolidasi penyelenggaraan pengawasan pada satu lembaga khusus. Tujuannya untuk mengurangi arbitrase regulasi sebagaimana yang terjadi saat ini.
“Arbitrase regulasi dapat dihilangkan atau diminimalkan mengacu pada konstitusi bahwa sektor keuangan merupakan kewenangan pemerintah pusat,” katanya.
Jumlah koperasi simpan pinjam (KSP) di Indonesia, menurut Zabadi, ada kecenderungan berkurang dari sisi kuantitas dari tahun ke tahun. Tercatat jumlah KSP saat ini sebanyak 18.157 unit.
“Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah menitikberatkan pada peningkatan kualitas. Peningkatan kualitas koperasi dilakukan dengan berbagai strategi kebijakan, di antaranya mendorong restrukturisasi serta modernisasi koperasi,” ucapnya.
Di negara maju, pengawasan usaha simpan pinjam koperasi dilakukan oleh Bank Sentral (Eropa) atau Otoritas Jasa Keuangan. Atau oleh lembaga pengawas khusus seperti di Amerika Serikat (AS), yang dilakukan oleh NCUA (National Credit Union Administration) yang berdiri sejak 1934.
“Model NCUA dianggap sebagai pilihan yang baik, karena membuka peluang dan meningkatkan partisipasi gerakan koperasi atau industri dalam pengawasan. Pola seperti itu yang kita ingin adopsi di masa mendatang,” ujar Zabadi.
Usaha simpan pinjam dipahami sebagai usaha berisiko tinggi, sehingga diperlukan pengawasan dari pemerintah untuk menjamin akuntabilitas, transparansi, prudensial dan kepatuhan.