PTPN Pastikan Tidak Pernah Rampas Hak Rakyat dalam Sengketa Lahan
loading...
A
A
A
JAKARTA -
Konflik agraria terkait penyerobotan Hak Guna Usaha (HGU) PTPN masih terus terjadi di berbagai daerah. Hal ini diakui dapat mengganggu upaya perseroan yang tengah fokus menjalankan transformasi bisnis untuk mengoptimalkan pengembangan aset-asetnya guna memberikan kontribusi yang besar bagi negara serta kesejahteraan masyarakat.
Kendati demikian, Direktur Umum Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) Seger Budiarjo menegaskan, selama ini dalam sengketa lahan , PTPN tidak pernah merampas hak rakyat. Semua penyelesaian, tegas dia, sudah menempuh upaya damai dan kekeluargaan dengan tetap mematuhi aturan hukum.
Bahkan, imbuh Seger, manajemen tak segan memberikan ganti rugi atau biaya kompensasi yang layak kepada petani penggarap lahan PTPN. Penyerobotan lahan HGU oleh pihak-pihak tertentu yang menganggu menjadi titik mula terjadi penggarapan yang bermuara kepada konflik pertanahan.
"Konflik pertanahan yang muncul jelas akan membawa kerugian yang diderita oleh PTPN tidak saja terbatas pada kerugian materi, tetapi juga kerugian immaterial seperti fokus perusahaan yang terbelah untuk mengatasi permasalahan konflik lahan, menurunnya hubungan dengan masyarakat sekitar yang semula harmonis menjadi terganggu yang pada akhirnya berdampak terhadap performa perusahaan," ujarnya melalui keterangan tertulis, Minggu (9/8/2020).
(Baca Juga: Holding Perkebunan Dirombak, Jumlah Direksi Dirampingkan)
Ia menambahkan, PTPN sebagai entitas bisnis BUMN Perkebunan adalah Badan Usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara sehingga pengelolaannya harus hati-hati dan tidak boleh kalah dengan oknum pihak-pihak tertentu yang ditengarai sering ada di balik setiap sengketa lahan. Oleh karena, itu dia berharap semua pemangku kepentingan dari unsur pemerintah pusat dan daerah bisa bekerja sama dengan PTPN untuk menyelesaikan masalah sengketa secara adil, musyawarah, kekeluargaan dengan tetap mematuhi hukum.
Di berbagai daerah, PTPN selalu melakukan dialog yang melibatkan pemangku kepentingan unsur Muspida dan tokoh masyarakat setempat dalam menyelesaikan setiap permasalahan sengketa lahan agar dapat mencegah konflik yang berkepanjangan yang dapat merugikan semua pihak. Namun, kata dia, seringkali PTPN sebagai korporasi dianggap semena-mena terhadap masyarakat.
"Semua sengketa lahan penyelesaiannya melalui langkah kekeluargaan dan jalur hukum untuk mencari kepastian hukum atas tanah, karena jelas sebuah sebuah korporasi besar kami terikat pada peraturan dan tata kelola yang jelas harus dipatuhi," jelasnya.
Untuk berjaga-jaga agar tetap berjalan di aturan hukum, pada 2019 PTPN III Holding (induk perusahaan PTPN I s/d XIV) bekerja sama dengan Kejagung RI (Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara) untuk mendapat pendampingan hukum dalam menghadapi sengketa lahan.
Kasus sengketa lahan di kebun bekala, Deli Serdang Sumatera Utara, jelas Seger, PTPN II memiliki dasar hukum yang kuat dan berkekuatan hukum tetap. Ia pun menjelaskan penerbitan HGU No.171/Simalingkar A seluas 854,26 Ha tersebut pernah digugat oleh masyarakat Forum Kaum Tani Lau Cih di PTUN Medan. Namun, perkara tersebut telah memperoleh putusan Kasasi di MA RI No. 5K/TUN/2020 yang pada intinya menguatkan putusan hukum PTUN Medan dan Pengadilan Tinggi TUN yang menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima atas klaim sepihak Forum Kaum Tani Lau Cih.
(Baca Juga: Andre Rosiade Dukung Perbaikan PTPN Yang Dilakukan Menteri BUMN)
Dalam hal ini PTPN II memberikan biaya kompensasi secara bertahap yang layak kepada masyarakat yang bersedia meninggalkan lahan tersebut dan menyerahkan kembali tanah tersebut kepada PTPN II sesuai dengan hasil kesepakatan dengan dengan Muspida dan DPRD Sumatera Utara.
Seger menegaskan semua pihak yang ada di belakang sengketa lahan supaya mentaati hukum dan ketentuan hukum yang berlaku. Jika salah satu pihak tidak menghormati hukum maka pasti akan terjadi permasalahan yang banyak merugikan masyarakat.
Di sisi lain, perseroan melalui program kemitraan dan bina lingkungan juga menjalankan kegiatan pemberdayaan masyarakat sekitar kebun sebagai bentuk aksi kepedulian sosial dan peningkatan kesejahteraan. Hal ini, tegas dia, merupakan wujud kepedulian perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar untuk mendukung terciptanya harmonisasi hubungan yang selama ini terjalin dengan baik.
Konflik agraria terkait penyerobotan Hak Guna Usaha (HGU) PTPN masih terus terjadi di berbagai daerah. Hal ini diakui dapat mengganggu upaya perseroan yang tengah fokus menjalankan transformasi bisnis untuk mengoptimalkan pengembangan aset-asetnya guna memberikan kontribusi yang besar bagi negara serta kesejahteraan masyarakat.
Kendati demikian, Direktur Umum Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) Seger Budiarjo menegaskan, selama ini dalam sengketa lahan , PTPN tidak pernah merampas hak rakyat. Semua penyelesaian, tegas dia, sudah menempuh upaya damai dan kekeluargaan dengan tetap mematuhi aturan hukum.
Bahkan, imbuh Seger, manajemen tak segan memberikan ganti rugi atau biaya kompensasi yang layak kepada petani penggarap lahan PTPN. Penyerobotan lahan HGU oleh pihak-pihak tertentu yang menganggu menjadi titik mula terjadi penggarapan yang bermuara kepada konflik pertanahan.
"Konflik pertanahan yang muncul jelas akan membawa kerugian yang diderita oleh PTPN tidak saja terbatas pada kerugian materi, tetapi juga kerugian immaterial seperti fokus perusahaan yang terbelah untuk mengatasi permasalahan konflik lahan, menurunnya hubungan dengan masyarakat sekitar yang semula harmonis menjadi terganggu yang pada akhirnya berdampak terhadap performa perusahaan," ujarnya melalui keterangan tertulis, Minggu (9/8/2020).
(Baca Juga: Holding Perkebunan Dirombak, Jumlah Direksi Dirampingkan)
Ia menambahkan, PTPN sebagai entitas bisnis BUMN Perkebunan adalah Badan Usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara sehingga pengelolaannya harus hati-hati dan tidak boleh kalah dengan oknum pihak-pihak tertentu yang ditengarai sering ada di balik setiap sengketa lahan. Oleh karena, itu dia berharap semua pemangku kepentingan dari unsur pemerintah pusat dan daerah bisa bekerja sama dengan PTPN untuk menyelesaikan masalah sengketa secara adil, musyawarah, kekeluargaan dengan tetap mematuhi hukum.
Di berbagai daerah, PTPN selalu melakukan dialog yang melibatkan pemangku kepentingan unsur Muspida dan tokoh masyarakat setempat dalam menyelesaikan setiap permasalahan sengketa lahan agar dapat mencegah konflik yang berkepanjangan yang dapat merugikan semua pihak. Namun, kata dia, seringkali PTPN sebagai korporasi dianggap semena-mena terhadap masyarakat.
"Semua sengketa lahan penyelesaiannya melalui langkah kekeluargaan dan jalur hukum untuk mencari kepastian hukum atas tanah, karena jelas sebuah sebuah korporasi besar kami terikat pada peraturan dan tata kelola yang jelas harus dipatuhi," jelasnya.
Untuk berjaga-jaga agar tetap berjalan di aturan hukum, pada 2019 PTPN III Holding (induk perusahaan PTPN I s/d XIV) bekerja sama dengan Kejagung RI (Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara) untuk mendapat pendampingan hukum dalam menghadapi sengketa lahan.
Kasus sengketa lahan di kebun bekala, Deli Serdang Sumatera Utara, jelas Seger, PTPN II memiliki dasar hukum yang kuat dan berkekuatan hukum tetap. Ia pun menjelaskan penerbitan HGU No.171/Simalingkar A seluas 854,26 Ha tersebut pernah digugat oleh masyarakat Forum Kaum Tani Lau Cih di PTUN Medan. Namun, perkara tersebut telah memperoleh putusan Kasasi di MA RI No. 5K/TUN/2020 yang pada intinya menguatkan putusan hukum PTUN Medan dan Pengadilan Tinggi TUN yang menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima atas klaim sepihak Forum Kaum Tani Lau Cih.
(Baca Juga: Andre Rosiade Dukung Perbaikan PTPN Yang Dilakukan Menteri BUMN)
Dalam hal ini PTPN II memberikan biaya kompensasi secara bertahap yang layak kepada masyarakat yang bersedia meninggalkan lahan tersebut dan menyerahkan kembali tanah tersebut kepada PTPN II sesuai dengan hasil kesepakatan dengan dengan Muspida dan DPRD Sumatera Utara.
Seger menegaskan semua pihak yang ada di belakang sengketa lahan supaya mentaati hukum dan ketentuan hukum yang berlaku. Jika salah satu pihak tidak menghormati hukum maka pasti akan terjadi permasalahan yang banyak merugikan masyarakat.
Di sisi lain, perseroan melalui program kemitraan dan bina lingkungan juga menjalankan kegiatan pemberdayaan masyarakat sekitar kebun sebagai bentuk aksi kepedulian sosial dan peningkatan kesejahteraan. Hal ini, tegas dia, merupakan wujud kepedulian perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar untuk mendukung terciptanya harmonisasi hubungan yang selama ini terjalin dengan baik.
(fai)