Ternyata, Akses Air Minum Aman bagi Masyarakat Baru 11,8%
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Diana Kusumastuti mengatakan akses air minum yang layak dan aman masih menjadi tantangan di Indonesia.
Hingga saat ini, akses air minum aman masyarakat di Indonesia baru sebesar 11,8%. Sedangkan untuk akses air layak sebesar 91%. Adapun capaian akses air minum layak hanya meningkat sekitar 1% per tahun dan laju pertumbuhan akses perpipaan tidak sampai 1% selama 5 tahun terakhir.
"Akses air minum layak saat ini baru mencapai 91%, dengan akses air minum aman sebesar 11,8%," ujar Diana dalam keterangannya, Kamis (25/1/2024).
Menurut dia kebijakan penyediaan air minum perlu dilakukan melalui beberapa hal seperti peningkatan cakupan pelayanan dan pemenuhan standar kualitas air minum, peningkatan kapasitas dan peran penyelenggaraan SPAM, serta peningkatan kemampuan pendanaan dan komitmen stakeholders terkait pendanaan.
Tantangan yang harus dihadapi dalam mencapai target 100% akses aman air minum antara lain adalah urbanisasi dan kependudukan, kewilayahan, regulasi, pemerintahan, perekonomian, dan lingkungan.
"Tantangan tersebut dapat diatasi melalui keterpaduan pembangunan berbasis penataan ruang, pembangunan infrastruktur berbasis masyarakat, dan meningkatkan pendanaan pembangunan melalui partisipasi Badan Usaha/ Swasta/ Alternatif Pembiayaan lainnya seperti Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), B-to-B, CSR, Hibah dan lainnya,” kata Dirjen Diana.
Diana juga menambahkan, dalam pengembangan infrastruktur air minum dan sanitasi, diperlukan kerja sama dan kolaborasi yang baik antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah . Dalam pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) misalnya, infrastruktur yang dibangun dari unit air baku, unit produksi, serta unit distribusi dan pelayanannya merupakan hasil kolaborasi bersama.
"Untuk kelembagaan pengelolaan SPAM, saat ini terdapat 410 BUMD Air Minum dan 85 UPTD. Sementara, di 26 Kabupaten/ Kota masih belum memiliki lembaga pengelola. Untuk kelembagaan tingkat masyarakat, terdapat 37.482 kelompok masyarakat yang tersebar di 415 Kabupaten/ Kota," jelasnya.
Upaya penyediaan air minum terkait dengan sektor sanitasi, khususnya dalam pengelolaan air limbah dan sampah. Saat ini, kondisi pelayanan air limbah domestik dan persampahan di kawasan permukiman masih belum memadai.
Salah satu penyebab karena masih terjadi pembuangan limbah secara langsung ke lingkungan (Direct Discharge), yang berimbas kepada pencemaran sungai akibat air limbah domestik sebesar 75% di Indonesia.
"Kami terus mendukung penyediaan akses sanitasi melalui pembangunan berbagai infrastruktur seperti Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT), IPAL terpusat skala regional/ kota, IPAL terpusat skala permukiman dan SANIMAS, serta tangki septik," kata Diana.
"Dalam hal ini, peran Pemerintah Daerah juga penting seperti dalam penyiapan lahan, kelembagaan pengelola, biaya operasi dan pemeliharaan serta lainnya," imbuhnya
Hingga saat ini, akses air minum aman masyarakat di Indonesia baru sebesar 11,8%. Sedangkan untuk akses air layak sebesar 91%. Adapun capaian akses air minum layak hanya meningkat sekitar 1% per tahun dan laju pertumbuhan akses perpipaan tidak sampai 1% selama 5 tahun terakhir.
"Akses air minum layak saat ini baru mencapai 91%, dengan akses air minum aman sebesar 11,8%," ujar Diana dalam keterangannya, Kamis (25/1/2024).
Baca Juga
Menurut dia kebijakan penyediaan air minum perlu dilakukan melalui beberapa hal seperti peningkatan cakupan pelayanan dan pemenuhan standar kualitas air minum, peningkatan kapasitas dan peran penyelenggaraan SPAM, serta peningkatan kemampuan pendanaan dan komitmen stakeholders terkait pendanaan.
Tantangan yang harus dihadapi dalam mencapai target 100% akses aman air minum antara lain adalah urbanisasi dan kependudukan, kewilayahan, regulasi, pemerintahan, perekonomian, dan lingkungan.
"Tantangan tersebut dapat diatasi melalui keterpaduan pembangunan berbasis penataan ruang, pembangunan infrastruktur berbasis masyarakat, dan meningkatkan pendanaan pembangunan melalui partisipasi Badan Usaha/ Swasta/ Alternatif Pembiayaan lainnya seperti Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), B-to-B, CSR, Hibah dan lainnya,” kata Dirjen Diana.
Diana juga menambahkan, dalam pengembangan infrastruktur air minum dan sanitasi, diperlukan kerja sama dan kolaborasi yang baik antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah . Dalam pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) misalnya, infrastruktur yang dibangun dari unit air baku, unit produksi, serta unit distribusi dan pelayanannya merupakan hasil kolaborasi bersama.
"Untuk kelembagaan pengelolaan SPAM, saat ini terdapat 410 BUMD Air Minum dan 85 UPTD. Sementara, di 26 Kabupaten/ Kota masih belum memiliki lembaga pengelola. Untuk kelembagaan tingkat masyarakat, terdapat 37.482 kelompok masyarakat yang tersebar di 415 Kabupaten/ Kota," jelasnya.
Upaya penyediaan air minum terkait dengan sektor sanitasi, khususnya dalam pengelolaan air limbah dan sampah. Saat ini, kondisi pelayanan air limbah domestik dan persampahan di kawasan permukiman masih belum memadai.
Salah satu penyebab karena masih terjadi pembuangan limbah secara langsung ke lingkungan (Direct Discharge), yang berimbas kepada pencemaran sungai akibat air limbah domestik sebesar 75% di Indonesia.
"Kami terus mendukung penyediaan akses sanitasi melalui pembangunan berbagai infrastruktur seperti Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT), IPAL terpusat skala regional/ kota, IPAL terpusat skala permukiman dan SANIMAS, serta tangki septik," kata Diana.
"Dalam hal ini, peran Pemerintah Daerah juga penting seperti dalam penyiapan lahan, kelembagaan pengelola, biaya operasi dan pemeliharaan serta lainnya," imbuhnya
(nng)