Pebisnis Indonesia Paling Optimistis di Dunia

Senin, 30 Juli 2018 - 21:36 WIB
Pebisnis Indonesia Paling Optimistis di Dunia
Pebisnis Indonesia Paling Optimistis di Dunia
A A A
JAKARTA - Tingkat optimisme pelaku bisnis global terhadap prospek ekonomi cenderung menurun, sejak realisasi perang dagang antara dua kekuatan ekonomi dunia, Amerika Serikat dan China. Namun, pelaku bisnis di Indonesia justru tinggi, bahkan mencatat tingkat optimisme tertinggi di dunia di level 98%.

Hal tersebut terungkap dari survei Grant Thornton International Business Report (IBR) per kuartal II 2018. Data untuk rilis ini diperoleh melalui wawancara dengan lebih 2.500 pejabat di jenjang eksekutif, managing director, chairman atau eksekutif senior lain dari semua sektor industri yang dilakukan pada Mei-Juni 2018.

Survei rutin ini sudah berlangsung sejak 1992 di sembilan negara Eropa yang memberikan wawasan dan pandangan bisnis lebih dari 10.000 perusahaan per tahun di 36 negara.

"Beberapa pihak berpendapat perekonomian global 2018 mungkin sama baiknya dengan tahun-tahun sebelumnya. Namun pola optimisme bisnis jelas berubah, setelah tren kenaikan dua tahun terakhir. Saat ini kita bersiap memasuki fase berikutnya dari siklus ekonomi global, pelaku bisnis dan pembuat kebijakan harus mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk berbagai skenario," ungkap Francesca Lagerberg, global leader network development Grant Thornton, dalam keterangan pers, Senin (30/7/2018).

Dia mencontohkan perbedaan mencolok yang ditunjukkan kedua negara yang berseteru. Yang mana optimisme pelaku bisnis Amerika Serikat turun 11% menjadi 78% di kuartal II. Sebaliknya, China justru mencatat kenaikan 14% ke level 79%. Berdasar Grant Thornton IBR ini, kali pertama pelaku bisnis China meraih optimisme bisnis lebih tinggi dibanding Amerika Serikat sejak akhir 2012.

Menilik angka optimisme pada kuartal II 2018, terlihat perbedaan respons pelaku bisnis di kedua negara terhadap perang dagang ini. Seperti diketahui, pemerintahan Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump menaikkan tarif bea masuk 1.300 produk teknologi industri, transportasi, dan medis dari China, yang langsung direspons pemerintah China dengan menerapkan tambahan tarif bea masuk untuk 106 produk impor dari Amerika, terutama produk pertanian, mobil, hingga pesawat terbang.

Prediksi pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat tahun ini yang berada di kisaran 2%-3%, diyakini para ekonom justru merasakan imbas yang lebih buruk akan adanya perang dagang dibandingkan pelaku bisnis di China dengan pertumbuhan ekonomi 6%-7%.

Optimisme Pelaku Bisnis
Sementara itu, kabar baik datang dari Indonesia. Berdasarkan hasil IBR tersebut, terlihat optimisme pelaku bisnis di Indonesia bertahan di angka 98%, yang menjadikannya sebagai tingkat optimisme bisnis tertinggi di dunia. Optimisme pelaku bisnis di Indonesia juga jauh di atas rata-rata ASEAN, yang berada di angka 64% dan Asia Pasifik di angka 55%.

"Kenaikan optimisme bisnis di kuartal kedua cukup dipengaruhi banyaknya festive season, seperti bulan Ramadhan dan Lebaran yang mempengaruhi tingginya konsumsi masyarakat dan berpengaruh positif terhadap perputaran bisnis berbagai sektor industri," ujar Johanna Gani, managing partner Grant Thornton Indonesia.

Untuk mempertahankan tingkat pertumbuhan, pemerintah Indonesia berkomitmen membangun industri manufaktur berdaya saing global melalui percepatan implementasi revolusi industri ke-4 atau Industri 4.0 yang diluncurkan di awal kuartal II tahun ini. Implementasi Industri 4.0 akan ditopang lima teknologi utama, yaitu Internet of Things, Artificial Intelligence, Human-Machine Interface, teknologi robotic dan sensor, serta teknologi 3D Printing.

"Pelaku bisnis di Indonesia dapat memanfaatkan komitmen pemerintah tersebut untuk menentukan strategi investasi jangka panjang demi menjaga pertumbuhan secara berkelanjutan. Dan tentu tetap waspada terhadap dampak perang dagang untuk pasar dalam dan luar negeri," pungkas Johanna.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6598 seconds (0.1#10.140)