BI Perlu Jaga Suku Bunga di Level 6%, Ekonom Ungkap Pertimbangannya

Rabu, 20 Maret 2024 - 09:52 WIB
loading...
BI Perlu Jaga Suku Bunga...
Bank Indonesia (BI) dinilai perlu mempertahankan BI Rate pada level 6,00% pada bulan ini. Ekonom mengungkapkan, apa saja pertimbangannya. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) dinilai perlu mempertahankan BI Rate pada level 6,00% pada bulan ini. Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI, Teuku Riefky mengatakan, kondisi inflasi dan nilai tukar saat ini dinilai membenarkan bahwa tidak ada keperluan mendesak untuk BI mengubah suku bunga acuannya.

"Oleh karena itu, kami berpandangan bahwa BI perlu menahan suku bunga acuan nya di 6,00% pada Rapat Dewan Gubernur Maret ini," ungkap Riefky dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (20/3/2024).



Secara keseluruhan, kondisi suku bunga acuan di berbagai negara berkembang cukup tergantung dari pergerakan yang akan diambil oleh the Fed. Untuk menghindari risiko terjadinya arus modal keluar secara masif, bank sentral di negara berkembang kemungkinan tidak akan menurunkan suku bunga acuannya sebelum the Fed mengambil langkah tersebut. Indonesia juga tidak terkecuali.

Di sisi lain, Rupiah cenderung stabil dalam beberapa minggu terakhir setelah sempat terdepresiasi dan inflasi domestik masih dalam rentang target BI. Adapun saran LPEM FEB UI meminta BI untuk menahan suku bunga dengan beberapa pertimbangan, seperti inflasi umum di Indonesia hingga potensi penundaan penurunan suku bunga oleh The Fed.



Pertimbangan pertama adalah inflasi umum meningkat ke 2,75% (yoy) di Februari 2024 menyusul peningkatan harga bahan pangan akibat kombinasi tekanan dari sisi permintaan dan produksi. Selain itu, meningkatnya intensitas El-Nino mendisrupsi kecukupan pasokan komoditas pangan.

Sejak September lalu, Indeks Nino telah mencapai tingkat di atas 0,5 (mengindikasikan terjadinya El-Nino) dan saat ini berada di angka 1,80. Berlangsungnya fenomena El-Nino memicu mundurnya musim panen dan mendisrupsi kecukupan pasokan beras.

"Namun, tekanan pada daya beli masyarakat relatif termoderasi dengan adanya pemberian subsidi dan bantuan sosial dari Pemerintah dan Partai Politik menjelang Pemilu Nasional," jelasnya.

Lebih lanjut, naiknya inflasi AS secara tidak terduga memicu sentimen bahwa the Fed perlu menunda penurunan suku bunga acuan dari titik tertingginya dalam 23 tahun terakhir. Kondisi ini cukup memengaruhi terjadinya arus modal keluar dari pasar obligasi Indonesia.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1877 seconds (0.1#10.140)