Inovasi Logistik, Kunci Sukses Menurunkan Biaya

Rabu, 31 Oktober 2018 - 05:35 WIB
Inovasi Logistik, Kunci Sukses Menurunkan Biaya
Inovasi Logistik, Kunci Sukses Menurunkan Biaya
A A A
NENEK Moyangku Seorang Pelaut, lagu ciptaan Saridjah Niung atau yang dikenal dengan Ibu Soed itu sudah cukup terkenal di kalangan anak-anak hingga orang dewasa selama puluhan tahun. Lagu tersebut menggambarkan bagaimana nenek moyang bangsa Indonesia mengarungi samudera dengan gagah berani. Lagu itu juga menggambarkan bagaimana kejayaan bangsa Indonesia di sektor maritim.

Tak salah jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin mengembalikan kejayaan sektor maritim Tanah Air dengan visi Tol Lautnya. Dalam paparannya empat tahun silam, Presiden Jokowi menilai ketimpangan ekonomi antara wilayah barat dan timur Indonesia begitu besar. Salah satu penyebabnya, selain pendapatan masyarakat yang tak merata, juga harga-harga barang di wilayah timur Indonesia jauh lebih mahal dibandingkan harga di wilayah barat Indonesia.

Dengan visi tol laut tersebut, Presiden Jokowi ingin menurunkan biaya logistik dan meningkatkan pemerataan ekonomi melalui sistem transportasi laut yang teratur. Juga terjadwal, dan terintegrasi di seluruh wilayah Indonesia secara efektif dan efisien. Sehingga terjadi pemerataan ekonomi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tol Laut merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menyediakan jaringan angkutan laut secara teratur. Upaya tersebut akan dicapai melalui penyelenggaraan pelayanan angkutan laut yang didukung peningkatan fasilitas kepelabuhanan yang prima. Salah satunya dengan melibatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang kepelabuhanan. Program tol laut ini dirancang tak hanya sekadar konektivitas wilayah barat dan timur Indonesia saja, namun lebih dari itu. Salah satu misi besarnya adalah pemerataan pembangunan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat di seluruh Nusantara.

Program tol laut sejatinya merupakan salah satu pilar untuk menyokong Indonesia menjadi negara poros maritim dunia. Khususnya dalam rangka mewujudkan visi Indonesia Hebat. Hal ini sekaligus sebagai penegasan bahwa negara benar-benar hadir di seluruh wilayah NKRI dan untuk seluruh lapisan masyarakat melalui kapal-kapal yang terjadwal rutin berlayar.

Untuk mencapai keberhasilan program tol laut tersebut tentunya tidak serta merta semuanya menjadi beban pemerintah. Namun butuh campur tangan para stakeholder. Termasuk PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III sebagai salah satu BUMN Bidang Kepelabuhanan. Diketahui, Pelindo III mengelola sekitar 43 pelabuhan yang tersebar di 7 Provinsi yaitu di Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Tentunya, Pelindo III memiliki peran yang sangat vital. Apalagi, pemerintah akan menjadikan Surabaya sebagai hub untuk Indonesia Bagian Timur.

Artinya, kota-kota di bagian timur bahkan sampai bagian tengah Indonesia seperti Kalimantan logistiknya berasal dari Surabaya. Diharapkan dengan dijadikannya Surabaya sebagai hub, biaya logistik bisa ditekan lagi.

"Menjadikan Surabaya menjadi hub itu sangat bagus. Namun, yang juga harus diperhatikan adalah biaya bongkar barang di Indonesia Timur yang masih mahal, sebab peralatan bongkar di sana masih minim," ujar Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi kepada SINDOnews, Selasa (30/10/2018).

Dia menilai, infrastruktur yang dimiliki Pelindo III sudah mendukung visi tol laut pemerintah. Namun, perlu di imbangi dengan peningkatan infrastruktur di luar pelabuhan. Kenapa biaya logistik masih mahal, sehingga harga barang masih mahal disebabkan karena kurangnya infrastruktur di luar pelabuhan.

"Ongkos logistik dari pelabuhan ke pelabuhan itu tidak mahal, misalnya dari Tanjung Perak ke Fakfak, untuk kontainer ukuran 20 feet hanya Rp7 juta. Nah, dari pelabuhan Fakfak ke lokasi akhir, misalnya pasar itu yang mahal, sehingga biaya logistik masih tinggi. Selain infrastruktur kurang baik juga sedikit truk yang mengangkut," paparnya.

Meskipun dwelling time berhasil ditekan, namun proses pengurusan dokumen masih lama. "Sehingga barang hanya dipindahkan dari lapangan penumpukan ke lapangan lain. Ini tentu menimbulkan biaya lagi. Jika barang banyak bergerak di pelabuhan, biayanya semakin besar," tegasnya. Pengurusan dokumen yang lama tersebut, disebabkan masih adanya prosedur pemeriksaan visual.

Selain itu, tidak ada standar baku untuk pengurusan dokumen. Juga kurangnya koordinasi antar instansi pemerintah, sehingga memperlambat proses pengurusan dokumen. "Dwelling time berhasil diatasi, tapi masalah-masalah lainnya belum," tegas Siswanto.

Mahalnya biaya logistik sempat dikeluhkan oleh Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin). Kadin merilis data, rasio ongkos logistik di Tanah Air mencapai 24% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2016. Rasio tersebut masih sangat tinggi dibandingkan dengan negara lain seperti Malaysia (15%), Korsel (16,3%), Jepang (10,6%), China (14,9%) dan Amerika Serikat (9,9%).

Meskipun masih tinggi, namun Kadin mengakui, biaya logistik cenderung turun dibandingkan sebelum dicanangkannya program tol laut oleh pemerintahan Presiden Jokowi. Gencarnya pembangunan infrastruktur termasuk pelabuhan menjadi salah satu penyebab berangsur turunnya biaya logistik. Hal ini tercermin dari data yang dipublikasikan Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

Kesenjangan harga di beberapa daerah di Indonesia Timur berhasil ditekan. Selama program tol laut bergulir, di kawasan Tahuna, Sulawesi Utara,misalnya, harga semen dan beras turun sebesar 5%. Sedangkan di di Namlea, Maluku. Harga beras dan semen bisa turun 22%, bahkan, harga telur ayam turun sebesar 49%.

Bahkan, data dari Logistic Performance Index (LPI) 2018 yang di lansir Bank Dunia, Indonesia berhasil menduduki posisi ke-46 dengan skor 3,15. Padahal, pada LPI 2017, Indonesia masih berada di peringkat ke-63 dengan skor 2,98.

Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita mengungkapkan, meskipun dihantui oleh biaya tinggi, namun pertumbuhan industri logistik di Tanah Air pada 2018 akan mencapai sekitar 12%. "Untuk tahun depan kami optimistis bisa mencapai 10%," ujarnya.

Namun, Zaldy menyoroti masih banyaknya peraturan yang tidak dijalankan secara konsisten. Seperti aturan overload untuk truk pengangkut barang. "Juga masih maraknya pungli," tegasnya.

Peran BUMN Kepelabuhanan, kata dia, juga harus dioptimalkan, sehingga tidak menimbulkan biaya tinggi bagi industri logistik. Pemerintah juga diminta untuk konsisten terhadap Sistem Logistik Nasional (Sislognas) dan konsisten menerapkan aturan yang sudah ada dengan tegas sehingga memberikan kepastian kepada pelaku usaha logistik.

Zaldi mengatakan, pelaku usaha logistik sedang dihadapkan pada situasi kurang menguntungkan akibat melemahnya kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Sebab, dengan pelemahan kurs tersebut, biaya pelabuhan otomatis ikut naik. "Tarif pelabuhan perlu diturunkan. Sebaiknya menggunakan (patokan) kurs rupiah tidak dengan dolar AS. Selain itu, pelabuhan harus berorientasi pada service," ujarnya.

Keluhan para pelaku usaha logistik itu sejatinya sudah diakomodir oleh BUMN Kepelabuhanan. PT Pelindo III misalnya, sebagai salah satu ujung tombak kesuksesan program tol laut telah melakukan beragam inovasi. Untuk meningkatkan kinerja dan pelayanan, Pelindo III mengembangkan aplikasi home terminal service yang mengusung teknologi Internet of Things (IoT).

Aplikasi ini memiliki empat fitur layanan yakni vessel service, port activities, logistics dan container management. Aplikasi yang dikembangkan Pelindo III ini menjadi aplikasi pertama di sektor kepelabuhanan.

Inovasi Logistik, Kunci Sukses Menurunkan Biaya


Dengan fitur-fitur yang dimiliki, pengguna jasa kepelabuhanan bisa memantau pergerakan kapal dan barang secara real time. Selain itu, dalam aplikasi yang dikembangkan Pelindo III, pengguna jasa bisa menggunakan layanan lanjutan. Seperti pengurusan dokumen maupun port clearance yang bisa dilakukan terintegrasi.

Pengembangan aplikasi ini juga melibatkan para stakeholder seperti Main Line Operator (MLO), Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda), pengelola depo, freight forwarder, hingga perusahaan dan agen pelayaran.

Aplikasi Home Terminal ini, diyakini mampu memotong rantai birokrasi yang selama ini harus dihadapi oleh para pelaku usaha logistik sehingga pada akhirnya akan menghasilkan efisiensi biaya.

Aplikasi ini juga memiliki kemampuan untuk melakukan monitoring terhadap pegerakan kapal dan peti kemas. Sehingga bisa digunakan untuk mengendalikan dan melakukan evaluasi terhadap tingkat dwelling time di pelabuhan. Dengan melakukan inovasi tersebut, Pelindo III mengakomodir berbagai layanan secara terintegrasi. Sehingga tercipta simplifikasi proses bisnis yang pada akhirnya menurunkan biaya logistik.

Tak hanya menghadirkan aplikasi Home Terminal, Pelindo III juga melakukan inovasi dengan menghadirkan peti kemas mini (MiniCon). Dengan ukuran sepertiga lebih kecil dari ukuran normal, satu peti kemas ukuran 20 TEUs mampu diisi tiga unit MiniCon, sehingga lebih efisien.

Inovasi dengan menghadirkan MiniCon ini, dilakukan untuk menyikapi permasalahan yang kerap terjadi di lapangan. Dengan menggunakan MiniCon, biaya bisa ditekan lebih rendah sehingga lebih efisien. Sebab, peti kemas bisa langsung dibongkar di distribution center dan bisa langsung diangkut ke truk. Hal ini bisa mengurangi, bahkan menghilangkan biaya pekerja dan handling di gudang lokal. Selain itu, dengan MiniCon, proses distribusi menjadi lebih cepat.

Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowners Association (INSA), Carmelita Hartoto, memberikan apresiasi terhadap inovasi yang dilakukan oleh Pelindo III tersebut. Bahkan, Carmelita berharap, langkah Pelindo III tersebut diikuti oleh pengelola pelabuhan yang lain. "Sehingga target agar biaya logistik turun bisa tercapai," ujarnya.

Hal senada diungkapkan Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria. Menurut dia, yang dilakukan oleh Pelindo III merupakan langkah maju untuk mendukung penurunan biaya logistik di Tanah Air. "Jika pelabuhan dikelola secara profesional seperti yang dilakukan oleh Pelindo III tentu sangat positif bagi perekonomian bangsa," paparnya.

Meski belum setahun diluncurkan, namun serangkaian inovasi tersebut mulai membuahkan hasil positif bagi kinerja Pelindo III. Hal ini bisa dilihat dari kinerjanya hingga kuartal III 2018. Berdasarkan data yang di rilis oleh Pelindo III, arus peti kemas tercatat sebesar 3,14 juta boks atau setara dengan 3,89 TEUs.

Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (year on year), terjadi peningkatan sebesar 8%. "Sebagian besar berasal dari bongkar muat peti kemas dalam negeri," kata Corporate Secretary PT Pelindo III Faruq Hidayat. Hal ini juga merupakan salah indikator bahwa terjadi pertumbuhan di daerah-daerah yang dilayani oleh Pelindo III.

Peningkatan arus peti kemas terjadi di Terminal Peti Kemas Banjarmasin (TPKB) karena adanya peningkatan permintaan pangan di wilayah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Kenaikan arus peti kemas juga terjadi di Pelabuhan Bima dan Badas di Nusa Tenggara Barat (NTB) akibat adanya kenaikan volume pengiriman komoditas jagung dari Sumbawa.

Dalam catatan Pelindo III, lonjakan arus peti kemas juga terjadi di Pelabuhan Lembar, Lombok. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan pengiriman kebutuhan bahan pokok, serta material bahan bangunan untuk membangun kembali kawasan tersebut pascagempa beberapa waktu lalu. Hal yang sama terjadi di Pelabuhan Waingapu, NTT dan Pelabuhan Tenau Kupang, NTT. Dimana peningkatan arus peti kemas terjadi karena adanya kegiatan pembangunan infrastruktur pembangkit listrik dan migas.

Menurut Faruq, kenaikan arus peti kemas juga terjadi di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Kenaikan arus peti kemas di Tanjung Perak karena kinerja anak perusahaan Pelindo III yakni Terminal Petikemas Surabaya (TPS) yang positif. TPS berhasil mendapatkan dua pengguna jasa baru yakni Mariana Express Line dan Emirate Shipping Line. Kenaikan arus peti kemas di TPS juga terjadi karena adanya peningkatan kegiatan bongkar muat oleh pelanggan eksisting.

Vice President Corporate Communication PT Pelindo III R. Suryo Khasabu mengungkapkan, peningkatan efektivitas operasional pelayanan kapal bisa menambah pengguna jasa. Pelindo III, kata dia, memberikan layanan jasa pandu khusus untuk TPS dan optimalisasi program window kapal. Hal ini membuat waktu tunggu kapal untuk bersandar semakin singkat. "Ini berakibat pada produktivitas terminal yang semakin meningkat," tegasnya.

Agen pelayaran Meratus Line, Tanto Intim Line, dan Salam Pacific Indonesia Line yang melakukan kerja sama joint slot kapal peti kemas sehingga memiliki layanan kapal rute Belawan, Medan, juga membuat arus peti kemas di Terminal Teluk Lamong (TTL) mengalami peningkatan signifikan. Peningkatan arus peti kemas di TTL juga terjadi karena meningkatnya kunjungan kapal untuk rute pendulum.

Di Berlian Port yang dioperasikan oleh PT Berlian Jasa Terminal Indonesia (BJTI Port) peningkatan volume peti kemas disebabkan adanya percepatan siklus bongkar muat dan kegiatan tambat kapal. Dengan adanya penambahan sejumlah peralatan baru dan adanya peningkatan kemampuan pekerja, kegiatan bongkar muat di Berlian Port mencapai 20 boks per kapal per jam dari sebelumnya hanya 15.

Dengan capaian Pelindo III tersebut, Siswanto Rusdi, yang juga menjabat Senior Advisor di The Indonesia Maritime Security Sharing Center (PIKMI) itu menilai, pemerintah perlu memberikan dukungan penuh agar Pelindo III bisa berkembang lebih baik lagi. "Untuk meningkatkan inovasi perlu investasi, dan itu butuh biaya. Pelindo III perlu diberikan insentif, seperti insentif pajak dan sebagainya agar bisa memiliki daya saing," tegasnya.

Inovasi yang dilakukan oleh Pelindo III juga harus disempurnakan lagi. Tidak terbatas pada layanan jasa kepelabuhanan saja tetapi juga pengurusan dokumen. "Pengurusan dokumen juga sudah waktunya menggunakan sistem elektronik tidak lagi manual dan dilakukan pemeriksaan visual," paparnya.

Selain itu, Pelindo juga didorong untuk melakukan ekspansi bisnis dan melakukan marketing ke luar negeri misalnya ke Vietnam dan Laos. "Jangan hanya berkutat di domestik, harus ada keberanian ke luar negeri," paparnya.

Hal ini dimaksudkan agar kinerja Pelindo III terus meningkat sehingga memiliki anggaran untuk melakukan investasi. Sebab, Pelindo III tidak bisa mengharapkan investasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Pelindo harus memiliki kewenangan lebih besar lagi agar kegiatan kepelabuhanan bisa terintegrasi. "Jika Pelindo diberikan kewenangan lebih besar lagi tentu akan semakin menopang kinerjanya. Sebab, semua sumber daya sektor kemaritiman khususnya kepelabuhanan itu adanya di Pelindo," tegas Siswanto.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4873 seconds (0.1#10.140)