Kinerja Ekspor dan Investasi Perlu Diperkuat

Jum'at, 14 Desember 2018 - 11:47 WIB
Kinerja Ekspor dan Investasi Perlu Diperkuat
Kinerja Ekspor dan Investasi Perlu Diperkuat
A A A
JAKARTA - Bank Dunia mengingatkan pentingnya reformasi kebijakan untuk mendukung penguatan kinerja ekspor maupun investasi yang dapat mendukung posisi Indonesia lebih kompetitif secara global dan menciptakan lapangan kerja.

”Penguatan reformasi dalam peningkatan ekspor dan investasi ini juga dapat memperkuat neraca transaksi berjalan dan meningkatkan ketahanan,” kata Ekonom Utama Bank Dunia di Indonesia Frederico Gil Sander dalam pemaparan Laporan Triwulanan Perekonomian Indonesia terbaru di Jakarta, kemarin.

Gil Sander menjelaskan, upaya memperkuat ketahanan tersebut telah dilakukan pemerintah saat ini, yaitu dengan melakukan sejumlah ratifikasi perdagangan bebas serta mendorong relaksasi terhadap peraturan Daftar Negatif Investasi.

”Kondisi ini bermanfaat untuk meningkatkan daya saing Indonesia dan menciptakan pekerjaan yang baik sehingga semakin banyak penduduk menjadi bagian dari kelas menengah,” katanya.

Dia menambahkan, upaya ini harus dilakukan karena ketidakpastian perekonomian global akibat ancaman perang dagang harus menjadi peluang. Apalagi banyak investasi modal asing mulai melakukan relokasi pabrik ke negara berkembang di Asia Tenggara.

”Momentum pertumbuhan investasi terus berlanjut pada 2019 seiring dengan pembangunan infrastruktur yang masih berjalan. Namun, Indonesia masih kalah bersaing dengan Thailand dan Vietnam yang mulai melakukan upaya menghilangkan hambatan dalam perdagangan,” ujarnya.

Peningkatan kinerja ekspor maupun investasi ini juga harus didorong oleh reformasi struktural yang dilakukan konsisten untuk mengurangi kerentanan domestik dan meningkatkan kemampuan mengelola dampak negatif dari gejolak global.

Laporan Bank Dunia ini juga memaparkan sejumlah kebijakan jangka pendek yang bisa menjadikan Indonesia lebih kompetitif dalam pasar ekspor dan investasi. Kebijakan itu antara lain adanya penurunan hambatan impor, termasuk hambatan tarif dan nontarif yang membebani konsumen dan perusahaan dengan kenaikan harga, serta adanya pelaksanaan perjanjian perdagangan bebas untuk peningkatan akses pasar produk Indonesia di luar negeri.

Kemudian adanya pengurangan pembatasan bagi investor asing dan memperlonggar persyaratan bagi tenaga asing terampil yang mempunyai keahlian langka agar mampu mengisi kesenjangan pekerja yang masih terjadi di dalam negeri.

Langkah-langkah itu bersama dengan penguatan sarana infrastruktur dan sumber daya manusia, tidak hanya memperkuat fundamental perekonomian, namun juga meningkatkan daya saing serta mempercepat pertumbuhan ekonomi dalam dekade mendatang.

Frederico Gil Sander menambahkan, ekonomi Indonesia bisa tumbuh lebih dari lima persen melalui dukungan sejumlah pembenahan struktural. ”Ekonomi Indonesia dapat tumbuh lebih potensial dengan menghilangkan sejumlah hambatan,” katanya.

Dia mengatakan, pembenahan struktural yang dilakukan harus diupayakan untuk mendorong produktivitas dan pertumbuhan terutama di sektor perdagangan serta investasi.

”Pembenahan itu antara lain dengan mendorong perbaikan iklim investasi dan ekspor serta melindungi kegiatan bisnis dari praktik persaingan tidak sehat,” ujarnya.

Selain itu, kata dia, memberikan kepastian regulasi dan hukum yang jelas serta menyediakan kebijakan energi yang tidak membebani neraca transaksi berjalan. ”Upaya ini juga harus didukung oleh investasi dalam 'human capital' serta infrastruktur untuk membuat ekonomi maju dan tumbuh lebih baik,” ujarnya.

Sinyal Positif Sektor Finansial
Tren sektor finansial global tahun 2019 diprediksi akan mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih positif dibandingkan tahun 2018. Hal ini sudah ditandai dari kondisi pasar yang mulai kondusif, yaitu kinerja pasar saham dan obligasi tumbuh masing-masing 3,85% (MoM) dan 4,17% (MoM), sedangkan nilai tukar rupiah menguat 5,93% per November 2018.

Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Katarina Setiawan mengatakan, sektor keuangan Indonesia mulai menunjukkan arah positif di pengujung tahun 2018.

Topik utama yang mempengaruhi tahun 2018 mulai dari pertumbuhan global, kenaikan suku bunga Amerika Serikat (The Fed) yang sangat agresif, dan perang dagang antara Amerika Serikat dengan mitra dagangnya, membuat pasar bergejolak dan bergerak negatif pada tahun berjalan 2018.

”Kami memprediksi IHSG tahun depan berkisar di level 6.900 hingga 7.100. Sementara nilai tukar rupiah an tara Rp14.500 sampai Rp15.200,” ujar Katarina di Jakarta, kemarin. Tahun depan, kata dia, akan diwarnai pertumbuhan ekonomi dunia yang masih positif meski cenderung mengalami moderasi.

Kemudian suku bunga global cenderung akomodatif dan perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat beserta mitra-mitranya. Dari sisi suku bunga global, ungkap Katarina, kenaikan suku bunga The Fed diperkirakan tidak akan seagresif tahun 2018.

Hal ini lantaran Amerika Serikat harus menghadapi meredanya dampak positif dari pemo tongan pajak terhadap pertumbuhan ekonominya. Sementara kenaikan suku bunga agresif selama dua tahun berturut-turut akan mulai menggerus laju pertumbuhan ekonomi negara tersebut.
(Kunthi Fahmar Sandy/ Hafid Fuad/Ant)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4892 seconds (0.1#10.140)