Beras Masih Mahal, Padahal Harga Gabah Turun! Bos Bulog Buka Suara
loading...
A
A
A
JAKARTA - Harga beras di pasar Tanah Air tercatat masih mahal, padahal harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani turun 15,58%. Sedangkan harga gabah di tingkat penggilingan anjlok 15,20% pada April 2024.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat rata-rata harga beras di penggilingan pada April 2024 untuk kualitas premium, medium, submedium, dan pecah masing-masing mengalami kenaikan sebesar 15,76%, 15,47%, 15,12%, dan 27,87%, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Merespon hal tersebut, Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan harga beras di pasar ritel masih tinggi. Seperti perkiraan bila musim panen masih akan berisiko atau tidak sebaik yang diharapkan.
“Mungkin semua pedagang juga memiliki pengetahuan yang semakin terbuka, dia bisa melihat proyeksi ke depan kira-kira seperti apa,” ujar Dirut Bulog , Bayu saat ditemui wartawan di kelurahan Pela Mampang, Jakarta Selatan, Jumat (3/5/2024).
“Itu saya kira satu faktor ya, kalau kita sekarang bisa memperkirakan bahwa pada musim yang akan datang mungkin panen tidak sebaik yang diharapkan atau berisiko tidak sebaik yang diharapkan, berarti pedagang juga tahu,” paparnya.
Gesekan geopolitik global hingga menguatnya USD terhadap nilai tukar rupiah pun membuat sejumlah harga komoditas di dalam negeri bergejolak naik, termasuk beras.
Bayu menyebut, harga komoditas di pasar internasional masih fluktuatif, sehingga berpengaruh besar terhadap pasar lokal. Dinamika ini menjadi pertimbangan bagi pelaku pasar ritel di Indonesia.
“Kedua, masalah situasi internasional dengan ketegangan geopolitik, plus kurs (USD) itu akan membuat juga harga internasional masih akan fluktuasi. Pedagang juga tahu itu, jadi tampaknya teman-teman di ritel itu memperhitungkan faktor-faktor tadi,” beber dia.
“Itulah sebabnya ke depan saya kira dalam usaha untuk menstabilkan pangan, khususnya beras harus lebih punya lagi kemampuan di ritel ya,” lanjut Bayu.
Kendati begitu, Bulog berkomitmen menyusun program strategis agar bisa merespons kondisi pasar di tingkat global dan lokal. Sehingga harga beras ditingkat petani masih tetap stabil.
“Pemerintah juga punya instrumen untuk melakukan intervensi di ritel ya. Jadi kita amankan harga petani jangan sampai mereka menjadi merugi, tapi pada saat yang sama punya intervensi yang non bantuan pangan. Karena bantuan pangan itu adalah untuk kelompok masyarakat yang relatif berpendapatan rendah,” tukasnya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat rata-rata harga beras di penggilingan pada April 2024 untuk kualitas premium, medium, submedium, dan pecah masing-masing mengalami kenaikan sebesar 15,76%, 15,47%, 15,12%, dan 27,87%, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Merespon hal tersebut, Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan harga beras di pasar ritel masih tinggi. Seperti perkiraan bila musim panen masih akan berisiko atau tidak sebaik yang diharapkan.
“Mungkin semua pedagang juga memiliki pengetahuan yang semakin terbuka, dia bisa melihat proyeksi ke depan kira-kira seperti apa,” ujar Dirut Bulog , Bayu saat ditemui wartawan di kelurahan Pela Mampang, Jakarta Selatan, Jumat (3/5/2024).
“Itu saya kira satu faktor ya, kalau kita sekarang bisa memperkirakan bahwa pada musim yang akan datang mungkin panen tidak sebaik yang diharapkan atau berisiko tidak sebaik yang diharapkan, berarti pedagang juga tahu,” paparnya.
Gesekan geopolitik global hingga menguatnya USD terhadap nilai tukar rupiah pun membuat sejumlah harga komoditas di dalam negeri bergejolak naik, termasuk beras.
Bayu menyebut, harga komoditas di pasar internasional masih fluktuatif, sehingga berpengaruh besar terhadap pasar lokal. Dinamika ini menjadi pertimbangan bagi pelaku pasar ritel di Indonesia.
“Kedua, masalah situasi internasional dengan ketegangan geopolitik, plus kurs (USD) itu akan membuat juga harga internasional masih akan fluktuasi. Pedagang juga tahu itu, jadi tampaknya teman-teman di ritel itu memperhitungkan faktor-faktor tadi,” beber dia.
“Itulah sebabnya ke depan saya kira dalam usaha untuk menstabilkan pangan, khususnya beras harus lebih punya lagi kemampuan di ritel ya,” lanjut Bayu.
Kendati begitu, Bulog berkomitmen menyusun program strategis agar bisa merespons kondisi pasar di tingkat global dan lokal. Sehingga harga beras ditingkat petani masih tetap stabil.
“Pemerintah juga punya instrumen untuk melakukan intervensi di ritel ya. Jadi kita amankan harga petani jangan sampai mereka menjadi merugi, tapi pada saat yang sama punya intervensi yang non bantuan pangan. Karena bantuan pangan itu adalah untuk kelompok masyarakat yang relatif berpendapatan rendah,” tukasnya.
(akr)