Ekonom: Pajak Gopay dan Ovo Jangan Halangi Perkembangan Startup
A
A
A
JAKARTA - Salah satu yang menjadi kekhawatiran Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani terhadap fenomena alat pembayaran digital seperti Gopay dan Ovo diyakini terkait adanya potensi pajak yang hilang. Meski begitu Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Pieter Abdullah mengatakan jika pemerintah menerapkan pajak, maka harus adil dan tidak memberatkan perusahaan startup.
"Go pay dan Ovo atau uang digital itu kan cuma alat pembayaran, jualan sama saja. Pajaknya juga sama saja. Perusahaan Gopay juga perusahaan yang sama saja pajaknya nya, engga perlu dibedakan," ujar Ekonom Pieter Abdullah saat dihubungi SINDOnews, Rabu (13/2/2019).
Dia mengatakan, peran yang harus diantisipasi adalah bagaimana Direktorat Jendral Pajak (Ditjen Pajak) memperhitungkan pajak tersebut tanpa menghalangi perkembangan perusahaan- perusahaan digital.
"Perusahaan starup dengan perusahaan pabrik kecap kan intinya sama saja, tidak perlu ada pembedaan. Pajak penghasilan, PPN, semuanya sama saja. Kenapa harus dibedakan," jelasnya.
Sebelumnya Sri Mulyani meminta kepada seluruh pejabat dan pegawai Kementerian Keuangan untuk menyesuaikan perkembangan teknologi dalam menentukan suatu kebijakan ke depannya terkait perkembangan teknologi pembayaran digital seperti Go-Pay dan Ovo. "Kita harus memahami ini, mengantisipasi, mengelola, memanage, memanfaatkan. Kalau tidak kita ketinggalan. Ini tanggung jawab yang berat," kata Sri Mulyani.
Dari fenomena alat pembayaran digital, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini meminta pihak Kemenkeu harus memiliki kesadaran dan pemahaman tentang digital dan teknologi ini. Sehingga, jajarannya bisa ikut mengimbangi serta membuat aturan dari dua financial technology.
"Go pay dan Ovo atau uang digital itu kan cuma alat pembayaran, jualan sama saja. Pajaknya juga sama saja. Perusahaan Gopay juga perusahaan yang sama saja pajaknya nya, engga perlu dibedakan," ujar Ekonom Pieter Abdullah saat dihubungi SINDOnews, Rabu (13/2/2019).
Dia mengatakan, peran yang harus diantisipasi adalah bagaimana Direktorat Jendral Pajak (Ditjen Pajak) memperhitungkan pajak tersebut tanpa menghalangi perkembangan perusahaan- perusahaan digital.
"Perusahaan starup dengan perusahaan pabrik kecap kan intinya sama saja, tidak perlu ada pembedaan. Pajak penghasilan, PPN, semuanya sama saja. Kenapa harus dibedakan," jelasnya.
Sebelumnya Sri Mulyani meminta kepada seluruh pejabat dan pegawai Kementerian Keuangan untuk menyesuaikan perkembangan teknologi dalam menentukan suatu kebijakan ke depannya terkait perkembangan teknologi pembayaran digital seperti Go-Pay dan Ovo. "Kita harus memahami ini, mengantisipasi, mengelola, memanage, memanfaatkan. Kalau tidak kita ketinggalan. Ini tanggung jawab yang berat," kata Sri Mulyani.
Dari fenomena alat pembayaran digital, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini meminta pihak Kemenkeu harus memiliki kesadaran dan pemahaman tentang digital dan teknologi ini. Sehingga, jajarannya bisa ikut mengimbangi serta membuat aturan dari dua financial technology.
(akr)