Ini Tantangan Perbankan di Era Revolusi Industri 4.0

Rabu, 06 Maret 2019 - 04:02 WIB
Ini Tantangan Perbankan di Era Revolusi Industri 4.0
Ini Tantangan Perbankan di Era Revolusi Industri 4.0
A A A
SURABAYA - Revolusi industri 4.0 mempengaruhi beragam pola hidup masyarakat dunia, termasuk industri perbankan. Menggunakan teknologi, semua menjadi serba mudah, praktis dan cepat. Hal itu menuntut perbankan untuk terus berinovasi mengikuti perkembangan supaya tidak tertinggal.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Jawa Timur Difi Ahmad Johansyah, mengatakan saat ini konsumen menginginkan yang murah, efisien dan gampang. Hal itu sangat dimungkinkan dengan kehadiran digital sekarang.

"Tantangan perbankan sekarang kedepan ya bagaimana istilahnya mengembangkan produk-produk yang semakin memanjakan konsumen", katanya seusai menjadi pembicara dalam diskusi Perbankan Syariah Menyongsong Digital Era, di Surabaya, Selasa (5/3/2019). Kemudahan layanan itu kata dia, bisa melalui IT maupun service yang tetrus ditingkatkan.

Terkait regulasi, Bank Indonesia terus mendorong perbankan melakukan inovasi supaya terus berkembang. Apalagi bank juga berhadapan dengan industri Financial dan Technology (fintech) yang terus berkembang. "Kan makin bersaing makin bagus kan itu," ujarnya.

Selain industri perbankan, masyarakat juga dituntut untuk meningkatkan pengetahuan mengenai literasi keuangan. Kemudahan-kemudahan yang ada harus dipelajari karena tidak ada untung besar tanpa resiko besar.

"Kemudahan-kemudahan ini harus dipelajari, makin mudah bisa jadi risiko besar. Jadi nasabah dituntut makin pintar", katanya.

Kepala OJK Regional 4 Jawa Timur Heru Cahyono menjelaskan, dengan adanya perkembangan fintech, industri perbankan dianjurkan untuk melakukan kolaborasi. OJK akan melakukan kajian-kajian lebih mendalam seberapa jauh regulasi itu dengan mempertimbangkan manfaat dan risikonya.

"Ini kan sesuatu yang baru, kalau mau kolaborasi disitu kita mempertimbangkan seberapa besar manfaat dan resikonya bagi perbankan," tegasnya.

Menurutnya, jika bank sudah tahu resikonya maka dapat mengukur dan memantau serta melakukan mitigasi risiko. "Sendainya pada akhirnya akan diatur gak terlalu jauh dari aturan manajemen resiko, kalau mereka ingin melakukan kolaborasi dengan fintech," ucapnya

Ia mengatakan, saat ini perbankan mau tak mau harus mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang menguasai teknologi, mengetahui keinginan nasabah dan berorientasi kebutuhan nasabah.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Jawa Timur Gunawan Arif Hartoyo mengakui, bahwa sebagai seorang banker selain menjalankan tugasnya setiap hari juga harus siap menghadapi tantangan kedepan.

"Kalau kita tidak segera bergerak, maka mungkin ke depan kita akan lewat semuanya," ungkapnya usai memperkenalkan pengurus Asbisindo jatim periode 2019-2021.

Sedangkan diskusi yang tentang Perbankan Syariah Menyongsong Digital Era ini, untuk membangun kesadaran anggotanya supaya dapat meningkatkan pelayanan pada nasabah dan menjadi lebih efisien dengan memanfaatkan teknologi.

"Biar bank Syariah tidak dianggap tradisional lagi, lebih modern lagi dan memberikan costamer experience yang lebih bagus bagi nasabah bank Syariah," terangnya.

Menanggapi gempuran fintech yang semakin massif, Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Jawa Timur, Imron Mawardi tetap optimis karena hingga saat ini bank masih bertahan. Hanya saja, kedepan bukan bersaing antar bank tapi membangun kolaborasi industri bank. Konektivitas dan membangun ekosistem community digital juga harus dilakukan.

"Dulu dengan munculnya GO-JEK dan lainnya, dianggap sebagai ancaman. Tapi ternyata tidak, malah melahirkan wirausahawan-wirausahawan baru. Teknologi adalah peluang besar," tandasnya.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6973 seconds (0.1#10.140)