Kesadaran Pentingnya Asuransi di Indonesia Masih Rendah, AAJI Ungkap Penyebabnya

Selasa, 11 Juni 2024 - 07:21 WIB
loading...
Kesadaran Pentingnya...
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu menjelaskan, kesadaran masyarakat Indonesia atas kepemilikan asuransi masih rendah sampai saat ini. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu menjelaskan, kesadaran masyarakat Indonesia atas kepemilikan asuransi masih rendah sampai saat ini. Dia menyebutkan, banyak calon nasabah asuransi yang masih menggunakan skema 'wait and see' sehingga edukasi pentingnya asuransi tidak berpengaruh secara signifikan.



Togar menjelaskan, hal tersebut berdasarkan acuan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahwa tingkat penetrasi asuransi di Indonesia pada tahun 2022 masih cukup rendah, yaitu pada level 2,27% apabila dibandingkan dengan beberapa peer countries di ASEAN.



Sejalan dengan hal tersebut, tingkat densitas asuransi juga masih berada pada level yang belum optimal, yaitu pada akhir tahun 2022 baru mencapai Rp1.923.380 per penduduk.

"Kesadaran masyarakat tentang pentingnya asuransi di Indonesia, memang ini bisa diakui cukup rendah. Padahal di Indonesia ini ada lebih dari 50-an perusahaan asuransi jiwa. Mestinya sih, dan jumlah agen 500 ribu lebih," jelas Togar selepas konferensi pers Million Dollar Round Table (MDRT) Day Indonesia 2024 di Jakarta, Senin (10/6/2024).

Togar menjelaskan, penurunan nasabah asuransi ini dikarenakan skema wait and see, yang selain dipengaruhi ketidakpastian ekonomi global, penjualan asuransi saat ini mayoritas berasal dari penjualan via digitalisasi.

"Banyak nasabah atau calon nasabah yang wait and see. Karena situasi pemahaman masyarakat masih rendah. Lalu disuruh jual pakai digital, tidak mempan. Dia harus face to face. Jadi harus gunakan agen," tutur Togar.

Untuk itu, dia mengatakan penetrasi asuransi di Indonesia masih harus dilakukan melalui skema penjualan via agen secara tatap muka.

“Jadi penjualan melalui digital menurut kami mungkin belum efektif. Bukan saya bilang belum ada, sudah ada, tapi enggak efektif. Lebih efektif pun gunakan agen atau bancassurance. Tapi kalau operasional dan sebagainya, itu semua sudah digital. Itu efisien banget sih,” jelas Togar.

Sekadar informasi, Dari perspektif konsumen, berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan OJK, literasi dan inklusi pada sektor asuransi masih di bawah level lembaga jasa keuangan yang lain.

Di samping itu, terdapat gap antara tingkat literasi pada sektor perasuransian pada tahun 2022 yang berada pada level 31,7% namun tingkat inklusinya pada level 16,6%.

Hal ini merupakan salah satu indikasi bahwa masih ada faktor tertentu yang menurunkan minat masyarakat untuk berasuransi, walaupun sebagian dari masyarakat tersebut memahami manfaat produk asuransi untuk mengelola risiko individu dan risiko bisnis.

Selain itu, pada industri perasuransian masih terdapat beberapa isu strategis, yang diantaranya terkait dengan dukungan permodalan perusahaan perasuransian, penyelesaian permasalahan perusahaan asuransi bermasalah, digitalisasi untuk mendukung efektivitas dan efisiensi proses bisnis asuransi, dan jangkauan layanan perusahaan perasuransian.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1272 seconds (0.1#10.140)