PBNU Beberkan Soal Halal Haram Terima Jatah Tambang dari Jokowi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ( PBNU ) Yahya Cholil Staquf buka suara soal menerima Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) dari pemerintah. Pemberian tambang kepada ormas keagamaan sejatinya merupakan jalan pemerintah untuk mencegah kebekuan dari asymmetric distribution of resourcess.
Sebab, ada ketimpangan distribution resource, di mana sudah banyak perusahaan-perusahaan yang terlanjur menikmati tambang di Indonesia sampai jutaan hektar.
"Nah, itu terus gimana caranya supaya ada distribusinya lebih adil? Nah, di sini pemerintahan Jokowi lalu cari akal. Mereka (pengusaha) dikasih deadline harus bisa menggarap lahan yang menjadi haknya sebagai izin, yang izinnya sudah dia dapat sampai batas waktu tertentu. Kalau tidak memenuhi target, maka lahan yang sudah dikasih izin itu akan dipotong. Itu namanya relinquish dan akhirnya dipotong beneran," ujar Gus Yahya dikutip dari akun Instagram resmi @nahdlatululama, Kamis (13/6/2024).
Baca Juga: Ketum PBNU Ucapkan Terima Kasih ke Jokowi Terkait Konsesi Tambang untuk Ormas Keagamaan
Dia menjelaskan setelah lahan diciutkan maka pemerintah tidak mungkin untuk melakukan lelang lagi karena takut jatuh ke tangan perusahaan-perusahaan yang sama. Maka, terjadi redistribusi yang kemudian diberikan kepada Ormas-ormas Keagamaan.
"Itu artinya dijadikan sasaran. Tapi ya sasaran masuk akal, karena kalau ormas pasti dia pakai untuk urusan agamanya dan sampai kepada umatnya. Itu pikirannya itu. Kalau diserang ya biar nyerang ormas agamanya, jangan nyerang pemerintahan, gitu kan maksudnya," tegas Yahya.
Sehingga bagi ormas yang ditawarkan WIUPK dan ingin mengelola pihaknya mempersilakan untuk mengajukan permohonan.
"Nah, barang sudah ditawarkan begini, masa gak mau? Sampaen ditawani getuk aja mau. Kita maulah, kita ajukan. Kita jelas butuh nih Desperate ini. Ini udah melarat berapa lama ini? Sampai imajinasi kaya aja gak punya," tegas Gus Yahya.
Terkait pengelolaan tambang, Yahya menekankan bahwa PBNU memiliki kapasitas profesional. Dia berseloroh untuk membuktikan ke depan pengelolaan tambang akan dikelola secara profesional.
"Ini bukan orang goblok-goblok ini. Kita sudah punya kapasitas profesional untuk itu. Nggak percaya? Nanti lihat masa kita belum jalankan udah dibilang nggak profesional. Nggak profesional gimana," jelasnya.
Dia mengatakan pengelolaan tambang harus dilihat dari fiqih. Yahya bilang, pernyataan yang mengatakan bahwa tambang haram itu karena cara pengelolaan dan penggunaannya.
"Jadi asal-usul cara kelola dan penggunaan yang buat haram. Tapi memanfaatkan batubara tidak otomatis haram. Kalau soal asal usul cara kelola dan penggunaan tidak cuman batubara, ayam goreng pun bisa haram kalau ayamnya nyolong, nyembelihnya tidak benar," katanya.
Seperti diketahui, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Berdasarkan aturan tersebut Pasal 83 A, Ormas Keagamaan mendapatkan prioritas pengelolaan tambang. Nah, untuk NU pemerintah menyatakan menyiapkan lahan batu bara hasil penciutan lahan dari tambang PT Kaltim Prima Coal (KPC).
Sebab, ada ketimpangan distribution resource, di mana sudah banyak perusahaan-perusahaan yang terlanjur menikmati tambang di Indonesia sampai jutaan hektar.
"Nah, itu terus gimana caranya supaya ada distribusinya lebih adil? Nah, di sini pemerintahan Jokowi lalu cari akal. Mereka (pengusaha) dikasih deadline harus bisa menggarap lahan yang menjadi haknya sebagai izin, yang izinnya sudah dia dapat sampai batas waktu tertentu. Kalau tidak memenuhi target, maka lahan yang sudah dikasih izin itu akan dipotong. Itu namanya relinquish dan akhirnya dipotong beneran," ujar Gus Yahya dikutip dari akun Instagram resmi @nahdlatululama, Kamis (13/6/2024).
Baca Juga: Ketum PBNU Ucapkan Terima Kasih ke Jokowi Terkait Konsesi Tambang untuk Ormas Keagamaan
Dia menjelaskan setelah lahan diciutkan maka pemerintah tidak mungkin untuk melakukan lelang lagi karena takut jatuh ke tangan perusahaan-perusahaan yang sama. Maka, terjadi redistribusi yang kemudian diberikan kepada Ormas-ormas Keagamaan.
"Itu artinya dijadikan sasaran. Tapi ya sasaran masuk akal, karena kalau ormas pasti dia pakai untuk urusan agamanya dan sampai kepada umatnya. Itu pikirannya itu. Kalau diserang ya biar nyerang ormas agamanya, jangan nyerang pemerintahan, gitu kan maksudnya," tegas Yahya.
Sehingga bagi ormas yang ditawarkan WIUPK dan ingin mengelola pihaknya mempersilakan untuk mengajukan permohonan.
"Nah, barang sudah ditawarkan begini, masa gak mau? Sampaen ditawani getuk aja mau. Kita maulah, kita ajukan. Kita jelas butuh nih Desperate ini. Ini udah melarat berapa lama ini? Sampai imajinasi kaya aja gak punya," tegas Gus Yahya.
Terkait pengelolaan tambang, Yahya menekankan bahwa PBNU memiliki kapasitas profesional. Dia berseloroh untuk membuktikan ke depan pengelolaan tambang akan dikelola secara profesional.
"Ini bukan orang goblok-goblok ini. Kita sudah punya kapasitas profesional untuk itu. Nggak percaya? Nanti lihat masa kita belum jalankan udah dibilang nggak profesional. Nggak profesional gimana," jelasnya.
Dia mengatakan pengelolaan tambang harus dilihat dari fiqih. Yahya bilang, pernyataan yang mengatakan bahwa tambang haram itu karena cara pengelolaan dan penggunaannya.
"Jadi asal-usul cara kelola dan penggunaan yang buat haram. Tapi memanfaatkan batubara tidak otomatis haram. Kalau soal asal usul cara kelola dan penggunaan tidak cuman batubara, ayam goreng pun bisa haram kalau ayamnya nyolong, nyembelihnya tidak benar," katanya.
Seperti diketahui, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Berdasarkan aturan tersebut Pasal 83 A, Ormas Keagamaan mendapatkan prioritas pengelolaan tambang. Nah, untuk NU pemerintah menyatakan menyiapkan lahan batu bara hasil penciutan lahan dari tambang PT Kaltim Prima Coal (KPC).
(nng)