10 Negara Termiskin di Dunia versi IMF 2024, Ada Fakta yang Tak Terduga
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dunia mempunyai kekayaan dan sumber daya yang melimpah ruah untuk menjamin seluruh umat manusia menikmati standar hidup layak. Namun, masyarakat di negara-negara seperti Burundi, Sudan Selatan, dan Republik Afrika Tengah masih hidup dalam kemiskinan parah.
Bagi negara-negara yang berpotensi menjadi negara termiskin di dunia seperti Afghanistan, Suriah, dan Eritrea ketidakstabilan politik dan konflik selama bertahun-tahun mustahil untuk melakukan penilaian karena kurangnya angka ekonomi yang dapat diandalkan.
Lantas bagaimana menentukan negara-negara termiskin di dunia? Meski PDB per kapita sering kali dianggap sebagai metrik standar, mengoompensasi perbedaan biaya hidup dan tingkat inflasi dengan menggunakan paritas daya beli (PPP) dapat menilai daya beli seseorang di suatu negara dengan lebih baik.
Sulit untuk menentukan penyebab tunggal kemiskinan jangka panjang. Pemerintahan yang korup dapat membuat negara yang sangat kaya menjadi negara miskin. Begitu juga dengan sejarah kolonisasi yang eksploitatif, lemahnya supremasi hukum, perang dan kerusuhan sosial, kondisi iklim yang buruk, atau negara tetangga yang bermusuhan dan agresif. Negara yang terlilit utang signifikan juga tidak akan mampu membiayai sekolah bagus dan angkatan kerja yang berpendidikan rendah akan membatasi kapasitasnya.
Belum lagi ditambah dengan menderita dampak sosial dan ekonomi paling parah akibat pandemi virus corona. Di negara-negara termiskin di dunia, di mana tingginya tingkat lapangan kerja informal juga lazim terjadi, tidak ada jaring pengaman sosial atau pinjaman sementara untuk menjaga agar usaha tetap buka dan pekerja tetap bekerja.
Bank Dunia memperkirakan di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, generasi pelajar saat ini bisa kehilangan hingga 10% dari rata-rata pendapatan tahunan mereka di masa depan.
Sebelum terjadinya Covid-19, jumlah penduduk dunia yang hidup dalam kemiskinan ekstrem, yaitu dengan pendapatan kurang dari USD1,90 per hari telah turun di bawah 10% dari 35% pada 1990. Pandemi ini tidak hanya menghentikan namun juga membalikkan kemajuan tersebut.
Sejak awal darurat kesehatan hingga akhir tahun 2022, ketika Garis Kemiskinan Internasional (IPL) juga direvisi menjadi USD2,15 sebagai respons terhadap kenaikan biaya hidup, Bank Dunia memperkirakan bahwa terdapat tambahan 198 juta orang yang kemungkinan akan masuk dalam kategori darurat kesehatan. yang sangat miskin.
Baru-baru ini, lembaga tersebut juga menyatakan bahwa setengah dari 75 negara paling rentan di dunia menghadapi kesenjangan pendapatan yang semakin besar dengan negara-negara terkaya untuk pertama kalinya dalam abad ini.
Bagi negara-negara yang berpotensi menjadi negara termiskin di dunia seperti Afghanistan, Suriah, dan Eritrea ketidakstabilan politik dan konflik selama bertahun-tahun mustahil untuk melakukan penilaian karena kurangnya angka ekonomi yang dapat diandalkan.
Lantas bagaimana menentukan negara-negara termiskin di dunia? Meski PDB per kapita sering kali dianggap sebagai metrik standar, mengoompensasi perbedaan biaya hidup dan tingkat inflasi dengan menggunakan paritas daya beli (PPP) dapat menilai daya beli seseorang di suatu negara dengan lebih baik.
Sulit untuk menentukan penyebab tunggal kemiskinan jangka panjang. Pemerintahan yang korup dapat membuat negara yang sangat kaya menjadi negara miskin. Begitu juga dengan sejarah kolonisasi yang eksploitatif, lemahnya supremasi hukum, perang dan kerusuhan sosial, kondisi iklim yang buruk, atau negara tetangga yang bermusuhan dan agresif. Negara yang terlilit utang signifikan juga tidak akan mampu membiayai sekolah bagus dan angkatan kerja yang berpendidikan rendah akan membatasi kapasitasnya.
Belum lagi ditambah dengan menderita dampak sosial dan ekonomi paling parah akibat pandemi virus corona. Di negara-negara termiskin di dunia, di mana tingginya tingkat lapangan kerja informal juga lazim terjadi, tidak ada jaring pengaman sosial atau pinjaman sementara untuk menjaga agar usaha tetap buka dan pekerja tetap bekerja.
Bank Dunia memperkirakan di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, generasi pelajar saat ini bisa kehilangan hingga 10% dari rata-rata pendapatan tahunan mereka di masa depan.
Sebelum terjadinya Covid-19, jumlah penduduk dunia yang hidup dalam kemiskinan ekstrem, yaitu dengan pendapatan kurang dari USD1,90 per hari telah turun di bawah 10% dari 35% pada 1990. Pandemi ini tidak hanya menghentikan namun juga membalikkan kemajuan tersebut.
Sejak awal darurat kesehatan hingga akhir tahun 2022, ketika Garis Kemiskinan Internasional (IPL) juga direvisi menjadi USD2,15 sebagai respons terhadap kenaikan biaya hidup, Bank Dunia memperkirakan bahwa terdapat tambahan 198 juta orang yang kemungkinan akan masuk dalam kategori darurat kesehatan. yang sangat miskin.
Baru-baru ini, lembaga tersebut juga menyatakan bahwa setengah dari 75 negara paling rentan di dunia menghadapi kesenjangan pendapatan yang semakin besar dengan negara-negara terkaya untuk pertama kalinya dalam abad ini.